Kamis, 03 Mei 2012

MANAJEMEN KELAS; UPAYA MENCIPTAKAN PROSES BELAJAR MENGAJAR YANG EFEKTIF


MANAJEMEN KELAS;
UPAYA MENCIPTAKAN PROSES BELAJAR MENGAJAR YANG EFEKTIF

BAB I
PENDAHULUAN

      A.    Muqaddimah
Upaya meningkatkan kualitas pendidikan terus menerus dilakukan oleh berbagai pihak, baik secara konvesional maupun inovatif. Usaha ini banyak didasarkan kepada amanat yang termaktub dalam Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 pada Bab II Pasal 3 yang mengatakan:
"Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentukk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[1]
Untuk meningkatkan mutu pendidikan diperlukan peningkatan dan penyempurnaan pendidikan, yang berkaitan erat dengan peningkatan mutu Proses Belajar Mengajar (PBM) secara operasional yang berlangsung dalam kelas yang baik sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Karenanya manajemen kelas memegang peranan yang sangat menentukan dalam PBM. Manajemen kelas menurut Suharsini Arikunto adalah usaha yang dilakukan oleh guru membantu tercapainya kondisi yang optimal, sehingga terlaksananya kegiatan belajar sebagaimana yang diharapkan.[2]
Proses Belajar Mengajar merupakan inti dari proses pendidikan formal dengan guru sebagai pemeran utama. Guru sangat menentukan suasana belajar mengajar di dalam kelas. Guru yang kompeten akan lebih mampu dalam menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan efesien di dalam kelas, sehingga hasil belajar siswa berada pada tingkat yang optimal. Keberhasilan tersebut, dipengaruhi banyak faktor terutama terletak pada pengajar (guru) dan yang diajar (siswa), yang berkedudukan sebagai pelaku dan subyek dalam proses tersebut.
Adapun kegiatan manajemen kelas dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: 1) yang memfokuskan pada hal-hal yang bersifat fisik, dan 2) yang memfokuskan pada hal-hal yang bersifat non-fisik. Kedua hal tersebut perlu dikelola secara baik dalam rangka menghasilkan suasana yang kondusif bagi terciptanya pembelajaran yang baik.
Hal-hal fisik yang perlu mendapat perhatian dalam manajemen kelas mencakup; pengaturan ruang belajar dan perabaot dalam kelas, serta pengaturan peserta didik dalam belajar. Sedangkan hal-hal yang bersifat non-fisik lebih memfokuskan pada aspek interaksi peserta didik dengan peserta didik lainnya, peserta didik dengan guru dan lingkungan kelas maupun konsidi kelas menjelang, selama, dan akhir pembelajaran. Atas dasar inilah maka hal-hal yang perlu mendapat perhatian dalam manajemen kelas adalah aspek psikologis, sosial dan hubungan interpersonal menjadi sangat dominan.[3]
Jelasnya, Proses Belajar Mengajar dapat terwujud dengan baik apabila ada interaksi antara guru dan siswa, sesama siswa atau dengan sumber belajar lainnya. Dengan kata lain "belajar dikatakan efektif apabila terjadi interaksi yang harmonis dan prima". Berdasarakan latar belakang di atas, maka penulisan makalah ini akan difokuskan pada sebuah topik: "MANAJEMEN KELAS; Upaya Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Efektif".

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Prosedur Manajemen Kelas dalam mencapai Proses Belajar Mengajar yang Efektif ?
2.      Apa saja Unsur-unsur Proses Belajar Mengajar, untuk menunjang Manajemen Kelas ?
3.      Faktor apa saja yang mempengaruhi Manajemen Kelas dalam mencapai Proses Belajar Mengajar yang Efektif ?

C.     Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui Prosedur Manajemen Kelas dalam mencapai Proses Belajar Mengajar yang Efektif ?
2.      Untuk mengetahui Unsur-unsur Proses Belajar Mengajar, untuk menunjang Manajemen Kelas ?
3.      Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Manajemen Kelas dalam mencapai Proses Belajar Mengajar yang Efektif ?


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Manajemen Kelas 
1.      Pengertian Manajemen Kelas
Pengelolaan adalah terjemahan dari kata management. Karena terbawa oleh derasnya arus perambahan kata pungut ke dalam Bahasa Indonesia, maka istilah Inggris ini kemudian di-Indonesia-kan menjadi ”manajemen". Arti dari manajemen adalah pengelolaan, penyelenggaraan, ketatalaksanaan penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai tujuan atau sasaran yang diinginkan.[4] Maka dapat disimpulkan bahwa pengelolaan atau manajemen adalah penyelenggaraan atau pengurusan agar sesuatu yang dikelola dapat berjalan dengan lancar, efeltif dan efesien.[5]
Sebelum membahas tentang manajemen kelas, ada baiknya jika diketahui terlebih dahulu apa pengertian dari pada kelas itu sendiri. Adapun pengertian umum kelas, yaitu sekelompok siswa pada waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama pula. Sedangkan kelas menurut pengertian umum dapat dibedakan atas dua pandangan, yaitu pandangan dari segi fisik dan pandangan dari segi siswa.[6]
Di samping itu, Hadari Nawawi juga memandang kelas dari dua sudut, yakni:
a.      Kelas dari arti sempit, yaitu ruangan yang dibatasi oleh empat dinding, tempat sejumlah siswa berkumpul untuk mengikuti proses belajar mengajar. Kelas dalam pengertian tradisional ini, mengandung sifat statis karena sekedar menunjuk pengelompokkan siswa menurut tingkatan perkembangannya, antara lain berdasarkan umur kronologis masing-masing.
b.      Kelas dari arti luas, yaitu suatu masyarakat kecil yang merupakan bagian dari masyarakat sekolah, yang sebagai satu kesatuan diorganisir menjadi unit kerja yang secara dinamis menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar yang kreatif untuk mencapai suatu tujuan.[7]
Karenanya dapat disarikan bahwa kelas diartikan sebagai ruangan belajar atau rombongan belajar, dan tingkatan (grade). Ia juga dapat dipandang sebagai kegiatan belajar yang diberikan oleh guru dalam suatu tempat, ruangan, tingkat dan waktu tertentu.[8]
Setelah membahas tentang pengertian dari 'manajemen' dan 'kelas' di atas, maka di bawah ini disajikan definsi manajemen kelas menurut para ahli Antara lain:
DR. Hadari Nawawi berpendapat bahwa manajemen kelas diartikan sebagai kemampuan guru atau wali kelas dalam mendayagunakan potensi kelas berupa pemberian kesempatan yang seluas-luasnya pada setiap personal untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang kreatif dan terarah, sehingga waktu dan dana yang tersedia dapat dimanfaatkan dengan efesien untuk melakukan kegiatan-kegiatan kelas yang berkaitan dengan kurikulum dan perkembangan murid.[9] Dari uraian di atas jelas bahwa program kelas akan berkembang bilamana guru atau wali kelas mampu mendayagunakan potensi kelas dengan maksimal, yang terdiri dari tiga unsur, yaitu; guru, murid dan proses atau dinamika kelas.
Johanna Kasim Lemlech, dalam buku Drs. Cecep Wijaya dan Drs. A. Tabrani Rusyan mengatakan bahwa : [10]
"Classroom management is the orchestration of classroom life; planning curriculum, organizing prosedures and resources, arranging the environment to maximize effeciency, monitoring student progress, anticipating potencial problems".
Menurut definis ini bahwa yang dimaksud dengan manajemen kelas adalah usaha dari pihak guru untuk menata kehidupan kelas dimulai dari perencanaan kurikulumnya, penataan prosedur dan sumber belajarnya, pengaturan lingkungannya untuk memaksimalkan efesiensi, memantau kemajuan siswa, dan mengantisipasi masalah-masalah yang mungkin timbul.
DR. Suharsimi Arikunto berpendapat bahwa "manajemen kelas adalah suatu usaha yang dilakukan oleh penanggung jawab kegiatan belajar mengajar atau yang membantu dengan maksud agar dicapainya kondisi yang optimal, sehingga dapat terlaksana kegiatan belajar seperti yang diharapkan."[11]
Drs. Syaiful Bahri Djamarah berpendapat bahwa "manajemen kelas adalah suatu upaya memberdayakan potensi kelas yang ada seotimal mungkin untuk mendukung proses eduktif dalam mencapai tujuan pembelajaran".[12]
Dari beberapa pendapat ahli di atas dan masih banyak lagi pendapat yang lain, maka dapat ditarik sebuah ikhtishar bahwa "manajemen kelas merupakan upaya mengelola siswa di dalam kelas yang dilakukan untuk menciptakan dan mempertahankan suasana atau kondisi kelas yang menunjang program pengajaran dengan jalan menciptakan dan mempertahankan motivasi siswa untuk selalu ikut terlibat dan berperan serta dalam proses pendidikan di sekolah.

2.      Tujuan Manajemen Kelas
Tujuan manajemen kelas pada hakekatnya telah terkandung dalam tujuan pendidikan, baik secara umum maupun khusus. Secara umum tujuan pengelolaan kelas adalah penyediaan fasilitas bagi bermacam-macam kegiatan belajar siswa dalam lingkungan sosial, emosional dan intelektual belajar dan bekerja, terciptanya suasana sosial yang memberikan kepuasan suasana disiplin, perkembangan intelektual, emosional dan sikap, serta apresiasi pada siswa.[13]
Adapun tujuan dari manajemen kelas adalah sebagai berikut:
a.      Agar pengajaran dapat dilakukan secara maksimal, sehingga tujuan pengajaran dapatr dicapai secara efektif dan efesien.
b.      Untuk memberi kemudahan dalam usaha memantau kemajuan siswa dalam pelajarannya. Dengan manajemen kelas, guru akan dengan mudah untuk melihat dan mengamati setiap kemajuan dan perkembangan yang dicapai siswa, terutama siswa yang tergolong lamban.
c.       Untuk memberi kemudahan dalam mengangkat masalah-masalah penting guna dibicarakan di kelas demi perbaikan pengajaran pada masa mendatang.[14]
Jadi tujuan pengelolaan kelas adalah sebagai berikut upaya mewujudkan situasi dan kondisi kelas, baik sebagai lingkungan belajar maupun sebagai kelompok belajar yang memungkinkan siswa untuk mengembangkan kemampuan semaksimal mungkin. Juga Menghilangkan berbagai hambatan yang dapat menghalangi terwujudnya interaksi belajar mengajar dan menyediakan dan mengatur fasilitas serta perabot belajar yang mendukung dan memungkinkan siswa belajar sesuai dengan lingkungan sosial, emosional, dan intelektual siswa dalam kelas, serta membina dan membimbing sesuai dengan latar belakang sosial, ekonomi, budaya serta sifat-sifat individunya.
Sedangkan tujuan manajemen kelas secara khusus dapat dibagi menjadi dua, yaitu tujuan untuk siswa dan guru
a.      Tujuan untuk siswa
-          Mendorong siswa untuk mengembangkan tanggung jawab individu terhadap tingkah lakunya dan kebutuhan untuk mengontrol diri sendiri.
-          Membantu siswa untuk mengetahui tingkah laku yang sesuai dengan tata tertib kelas dan memahami bahwa teguran guru merupakan suatu peringatan dan bukan kemarahan.
-          Membangkitkan rasa tanggung jawab untuk melibatkan diri dalam tugas maupun kegiatan yang dikelola.[15]
Maka dapat disimpulkan bahwa tujuan manajemen kelas adalah agar setiap anak didik di dalam kelas dapat bekerja dengan tertib, sehingga dapat dengan segera mencapai tujuan pengajaran yang efektif dan efesien.
b.      Tujuan untuk guru
-          Untuk mengembangkan pemahaman dalam penyajian pelajaran dengan pembukaan yang lancar dan kecepatan yang tepat.
-          Untuk dapat menyadari akan kebutuhan siswa dan memiliki kemampuan dalam memberi petunjuk secara jelas kepada siswa.
-          Untuk mempelajari bagaimana merespon secara efektif terhadap tingkah laku siswa yang menggangu.
-          Untuk memiliki remedial yang lebih komprehensif yang dapat digunakan dalam hubungan dengan masalah tingkah laku siswa yang muncul di dalam kelas.[16]
Maka dapat disimpulkan bahwa hendaknya setiap guru mampu menguasai kelas dengan menggunakan berbagai macam pendekatan dengan tetap memperhatikan permasalahan yang ada, sehingga tercipta suasana pembelajaran yang kondusif, efektif dan efesien.
3.      Prosedur Manajemen Kelas
Upaya untuk menciptakan dan mempertahankan suasana yang diliputi oleh motivasi siswa yang tinggi, dapat dilakukan secara preventif maupun kuratif. Perbedaan kedua jenis pengelolaan kelas tersebut, akan berpengaruh terhadap perbedaan langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh seorang guru dalam menerapkan kedua jenis Manajemen Kelas tersebut. Dikatakan secara preventif apabila upaya yang dilakukan atas dasar inisiatif guru untuk menciptakan suatu kondisi dari kondisi interaksi biasa menjadi interaksi pendidikan dengan jalan menciptakan kondisi baru yang menguntungkan bagi Proses Belajar Mengajar. Sedangkan yang dimaksud dengan Manajemen Kelas secara kuratif adalah yang dilaksanakan karena terjadi penyimpangan pada tingkah laku siswa, sehingga mengganggu jalannya Proses Belajar Mengajar.
a.      Prosedur Manajemen Kelas yang bersifat Preventif meliputi :
1) Peningkatan Kesadaran Pendidik Sebagai Guru
Suatu langkah yang mendasar dalam strategi Manajemen Kelas yang bersifat preventif adalah meningkatkan kesadaran diri pendidik sebagai guru. Dalam kedudukannya sebagai guru, seorang pendidik harus sadar bahwa dirinya memiliki rasa “handharbeni“ (memiliki dengan penuh keyakinan) dan bertanggung-jawab terhadap proses pendidikan. Ia yakin bahwa apapun corak proses pendidikan yang akan terjadi terhadap siswa, semuanya akan menjadi tanggung-jawab guru sepenuhnya.
Sebagai seorang guru, pendidik berkewajiban mengubah pergaulannya dengan siswa sehingga pergaulan itu tidak hanya berupa interaksi biasa, tetapi merupakan interaksi pendidikan. Agar interaksi tersebut bersifat sebagai interaksi pendidikan, maka seorang guru harus dapat mewujudkan suasana kondusif yang mengundang siswa untuk ikut berperan serta dalam proses pendidikan.
2) Peningkatan Kesadaran Siswa
Apabila kesadaran diri pendidik sebagai seorang guru sudah ditingkatkan, langkah selanjutnya adalah berusaha meningkatkan kesadaran siswa akan kedudukan dirinya dalam prosespendidikan. Kesadaran akan hak dan kewajibannya dalam proses pendidikan ini baru akan diperoleh secara menyeluruh dan seimbang jika siswa itu menyadari akan kebutuhannya dalam proses pendidikan. Adakalanya siswa tidak dapat menahan diri untuk melakukan tindakan yang menyimpang, karena ia tidak sadar bahwa ia membutuhkan sesuatu dari proses pendidikan itu. Upaya penyadaran ini menjadi tanggung-jawab setiap guru, karena dengan kesadaran siswa yang tinggi akan peranannya sebagai anggota masyarakat sekolah, akan menimbulkan suasana yang mendukung untuk melakukan Proses Belajar Mengajar.
3) Penampilan Sikap Guru
Penampilan sikap guru diwujudkan dalam interaksinya dengan siswa yang disajikan dengan sikap tulus dan hangat. Yang dimaksud dengan sikap tulus adalah sikap seorang guru dalam menghadapi siswa secara berterus-terang tanpa pura-pura, tetapi diikuti dengan rasa ikhlas dalam setiap tindakannya demi kepentingan perkembangan dan pertumbuhan siswa sebagai si terdidik. Sedangkan yang dimaksud dengan hangat adalah keadaan pergaulan guru kepada siswa dalam Proses Belajar Mengajar yang menunjukkan suasana keakraban dan keterbukaan dalam batas peran dan kedudukannya masingmasing sebagai anggota masyarakat sekolah. Dengan sikap yang tulus dan hangat dari guru, diharapkan proses interaksi dan komunikasinya berjalan wajar, sehingga mengarah kepada suatu penciptaan suasana yang mendukung untuk kegiatan pendidikan.
4) Pengenalan Terhadap Tingkah Laku Siswa
Tingkah laku siswa yang harus dikenal adalah tingkah laku baik yang mendukung maupun yang dapat mencemarkan suasana yang diperlukan untuk terjadinya proses pendidikan. Tingkah laku tersebut bisa bersifat perseorangan maupun kelompok. Identifikasi akan variasi tingkah laku siswa itu diperlukan bagi guru untuk menetapkan pola atau pendekatan Manajemen Kelas yang akan diterapkan dalam situasi kelas tertentu.
5) Penemuan Alternatif Manajemen Kelas
Agar pemilihan alternatif tindakan Manajemen Kelas dapat sesuai dengan situasi yang dihadapinya, maka perlu kiranya pendidik mengenal berbagai pendekatan yang dapat digunakan dalam Manajemen Kelas. Dengan berpegang pada pendekatan yang sesuai, diharapkan arah Manajemen Kelas yang diharapkan akan tercapai. Selain itu, pengalaman guru yang selama ini dilakukan dalam mengelola kelas waktu mengajar, baik yang dilakukan secara sadar maupun tidak sadar perlu pula dijadikan sebagai referensi yang cukup berharga dalam melakukan Manajemen Kelas.
6) Pembuatan Kontrak Sosial
Kontrak sosial pada hakekatnya berupa norma yang dituangkan dalam bentuk peraturan atau tata tertib kelas baik tetulis maupun tidak tertulis, yang berfungsi sebagai standar tingkah laku bagi siswa sebagai individu maupun sebagai kelompok. Kontrak sosial yang baik adalah yang benar-benar dihayati dan dipatuhi sehingga meminimalkan terjadinya pelanggaran.
Dengan kata lain, kontrak sosial yang digunakan untuk upaya Manajemen Kelas, hendaknya disusun oleh siswa sendiri dengan pengarahan dan bimbingan dari pendidik.[17]

b.      Prosedur Manajemen Kelas yang bersifat Kuratif meliputi :
1)      Identifikasi Masalah
Pertama-tama guru melakukan identifikasi masalah dengan jalan berusaha memahami dan menyidik penyimpangan tingkah laku siswa yang dapat mengganggu kelancaran proses pendidikan didalam kelas, dalam arti apakah termasuk tingkah laku yang berdampak negatif secara luas atau tidak, ataukah hanya sekedar masalah perseorangan atau kelompok, ataukah bersifat sesaat saja ataukah sering dilakukan maupun hanya sekedar kebiasaan siswa.
2)      Analisis Masalah
Dengan hasil penyidikan yang mendalam, seorang guru dapat melanjutkan langkah ini yaitu dengan berusaha mengetahui latar belakang serta sebab-musabbab timbulnya tingkah laku siswa yang menyimpang tersebut. Dengan demikian, akan dapat ditemukan sumber masalah yang sebenarnya.
3)      Penetapan Alternatif Pemecahan
Untuk dapat memperoleh alternatif-alternatif pemecahan tersebut, hendaknya mengetahui berbagai pendekatan yang dapat digunakan dalam Manajemen Kelas dan juga memahami caracara untuk mengatasi setiap masalah sesuai dengan pendekatan masing-masing. Dengan membandingkan berbagai alternatif pendekatan yang mungkin dapat dipergunakan, seorang guru akan dapat memilih alternatif yang terbaik untuk mengatasi masalah pada situasi yang dihadapinya. Dengan terpilihnya salah satu pendekatan, maka cara-cara mengatasi masalah tersebut juga akan dapat ditetapkan. Dengan demikian, pelaksanaan Manajemen Kelas yang berfungsi untuk mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan.
4)      Monitoring
Hal ini diperlukan, karena akibat perlakuan guru dapat saja mengenai sasaran, yaitu meniadakan tingkah laku siswa yang menyimpang, tetapi dapat pula tidak berakibat apa-apa atau bahkan mungkin menimbulkan tingkah laku menyimpang berikutnya yang justru lebih jauh menyimpangnya. Langkah monitoring ini pada hakekatnya ditujukan untuk mengkaji akibat dari apa yang telah terjadi.
5)      Memanfaatkan Umpan Balik (Feed-Back)
Hasil Monitoring tersebut, hendaknya dimanfaatkan secara konstruktif, yaitu dengan cara mempergunakannya untuk :
  1. Memperbaiki pengambilan alternatif yang pernah ditetapkan bila kelak menghadapi masalah yang sama pada situasi yang sama.
  2. Dasar dalam melakukan kegiatan Manajemen Kelas berikutnya sebagai tindak lanjut dari kegiatan Manajemen Kelas yang sudah dilakukan sebelumnya.[18]

4.      Pendekatan Dalam Manajemen Kelas
Pendekatan yang dilakukan oleh seorang guru dalam Manajemen Kelas akan sangat dipengaruhi oleh pandangan guru tersebut terhadap tingkah laku siswa, karakteristik watak dan sifat siswa, dan situasi kelas pada waktu seorang siswa melakukan penyimpangan. Dibawah ini ada beberapa pendekatan yang dapat dijadikan sebagai alternatif pertimbangan dalam upaya menciptakan disiplin kelas yang efektif, antara lain sebagai berikut:
  1. Pendekatan Manajerial
Pendekatan ini dilihat dari sudut pandang manajemen yang berintikan konsepsi tentang kepemimpinan. Dalam pendekatan ini, dapat dibedakan menjadi:
1)      Kontrol Otoriter; malam menegakkan disiplin kelas guru harus bersikap keras, jika perlu dengan hukuman-hukuman yang berat. Menurut konsep ini, disiplin kelas yang baik adalah apabila siswa duduk, diam, dan mendengarkan perkataan guru.
2)      Kebebasan Liberal; menurut konsep ini, siswa harus diberi kebebasan sepenuhnya untuk melakukan kegiatan apa saja sesuai dengan tingkat perkembangannya. Dengan cara seperti ini, aktivitas dan kreativitas anak akan berkembang sesuai dengan kemampuannya. Akan tetapi, sering terjadi pemberian kebebasan yang penuh, ini berakibat terjadinya kekacauan atau kericuhan didalam kelas karena kebebasan yang didapat oleh siswa disalahgunakan.
3)      Kebebasan Terbimbing; konsep ini merupakan perpaduan antara kontrol otoriter dan kebebasan liberal. Disini siswa diberi kebebasan untuk melakukan aktivitas, namun terbimbing atau terkontrol. Disatu pihak siswa diberi kebebasan sebagai hak asasinya, dan dilain pihak siswa harus dihindarkan dari perilaku-perilaku negatif sebagai akibat penyalahgunaan kebebasan. Disiplin kelas yang baik menurut konsep ini lebih ditekankan kepada kesadaran dan pengendalian diri-sendiri.[19]
  1. Pendekatan Psikologis
Terdapat beberapa pendekatan yang didasarkan atas studi psikologis yang dapat dimanfaatkan oleh guru dalam membina disiplin kelas pada siswanya. Pendekatan yang dimaksud antara lain sebagai berikut :
1)      Pendekatan Modifikasi Tingkah Laku (Behavior-Modification)
Pendekatan ini didasarkan pada psikologi behavioristik, yang mengemukakan pendapat bahwa :
a)      Semua tingkah laku yang baik atau yang kurang baik merupakan hasil proses belajar.
b)      Ada sejumlah kecil proses psikologi penting yang dapat digunakan untuk menjelaskan terjadinya proses belajar yang dimaksud, yaitu diantaranya penguatan positif (positive reinforcement) seperti hadiah, ganjaran, pujian, pemberian kesempatan untuk melakukan aktivitas yang disenangi oleh siswa, dan penguatan negatif (negative reinforcement) seperti hukuman, penghapusan hak, dan ancaman. Penguatan tersebut masih dibagi lagi menjadi dua bagian, yaitu:
1.      Penguatan Primer, yaitu penguatan yang tanpa dipelajari seperti makan, minum, menghangatkan tubuh, dsb.
2.      Penguatan Sekunder, yaitu penguatan sebagai hasil proses belajar. Penguatan sekunder ini ada yang dinamakan penguatan sosial ( pujian, sanjungan, perhatian, dsb ), penguatan simbolik (nilai, angka, atau tanda penghargaan lainnya) dan penguatan dalam bentukn kegiatan (permainan atau kegiatan yang disenangi oleh siswa yang tidak semua siswa dapat mempraktekkannya). Dilihat dari segi waktunya, ada penguatan yang terus-menerus (continue) setiap kali melakukan aktivitas, ada pula penguatan yang diberikan secara periodik (dalam waktu-waktu tertentu), misalnya setiap satu semester sekali, setahun sekali, dsb.
2)      Pendekatan Iklim Sosio-Emosional (Socio-Emotional Climate)
Pendekatan ini berlandaskan psikologi klinis dan konseling yang mempradugakan :
a)      Proses Belajar Mengajar yang efektif mempersyaratkan keadaan sosio-emosional yang baik dalam arti terdapat hubungan antara pribadi guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa.
b)      Guru merupakan unsur terpenting bagi terbentuknya iklim sosio-emosional yang baik. Guru diperlukan bersikap tulus dihadapan siswa, menerima dan menghargai siswa sebagai manusia, dan mengerti siswa dari sudut pandang siswa sendiri. Dengan cara demikian, siswa akan dapat dikuasai tanpa menutup perkembangannya. Sebagai dasarnya, guru dituntut memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi yang efektif dengan siswa, sehingga guru dapat mendeskripsikan apa yang perlu dilakukannya sebagai alternatif penyelesaian.18
3)      Pendekatan Proses Kelompok (Group Process)
Pendekatan ini berdasarkan pada psikologi klinis dan dinamika kelompok. Yang menjadi anggapan dasar dari pendekatan ini ialah :
a)      Pengalaman belajar sekolah berlangsung dalam konteks kelompok sosial.
b)      Tugas pokok guru yang utama dalam Manajemen Kelas ialah membina kelompok yang produktif dan efektif.
4)      Pendekatan Elektif (Electic Approach)
Ketiga pendekatan tersebut, mempunyai kebaikan dan kelemahan masing-masing. Dalam arti, tidak ada salah satu pendekatan yang cocok untuk semua masalah dan semua kondisi. Setiap pendekatan mempunyai tujuan dan wawasan tertentu. Dengan demikan, guru dituntut untuk memahami berbagai pendekatan. Dengan dikuasainya berbagai pendekatan, maka guru mempunyai banyak peluang untuk menggunakannya bahkan dapat memadukannya. Pendekatan Elektik disebut juga dengan Pendekatan Pluralistik, yaitu Manajemen Kelas yang berusaha menggunakan berbagai macam pendekatan yang memiliki potensi untuk dapat menciptakan danmempertahankan suatu kondisi yang memungkinkan Proses Belajar Mengajar berjalan efektif dan efisien. Dimana guru dapat memilih dan menggabungkan secara bebas pendekatan tersebut, sesuai dengan kemampuan dan selama maksud dari penggunaannya untuk menciptakan Proses Belajar Mengajar berjalan secara efektif dan efisien.[20]
Allah SWT. pun memberikan contoh bagaimana Dia mengatur kelangsungan hidup Ciptaan-Nya dalam surat Al-Baqarah ayat 22, yang berbunyi:
 Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui." (Q.S. Al-Baqarah/2 : 22).


B.     Proses Belajar Mengajar
1.      Pengertian Proses Belajar Mengajar
Proses Belajar Mengajar merupakan komunikasi dua arah, dimana kegiatan guru sebagai pendidik harus mengajar dan siswa sebagai terdidik yang belajar. Dari sisi siswa sebagai pelaku belajar dan sisi guru sebagai pembelajar, dapat ditemukan adanya perbedaan dan persamaan. Hubungan guru dan siswa adalah hubungan fungsional, dalam arti pelaku pendidik dan pelaku terdidik. Dari segi tujuan akan dicapai baik guru maupun siswa sama-sama mempunyai tujuan sendiri-sendiri. Meskipun demikian, tujuan guru dan siswa tersebut dapat dipersatukan dalam tujuan instruksional.
Dari segi proses, belajar dan perkembangan merupakan proses internal siswa. Pada belajar dan perkembangan, siswa sendiri yang mengalami, melakukan, dan menghayatinya. Inilah yang dimaksud dengan pembelajaran, dimana proses interaksi terjadi antara guru dengan siswa, yang bertujuan untuk meningkatkan perkembangan mental, sehingga menjadi mandiri dan utuh, disamping itu pula proses belajar tersebut terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada dilingkungan sekitar.[21]
Dalam Proses belajar tersebut, siswa menggunakan kemampuan mentalnya untuk mempelajari bahan belajar. Kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik yang dibelajarkan dengan bahan belajar menjadi suku rinci dan menguat. Adanya informasi tentang sasaran belajar, penguatan, evaluasi dan keberhasilan belajar, menyebabkan siswa semakin sadar akan kemampuan dirinya.
Dari kegiatan interaksi belajar-mengajar tersebut, guru membelajarkan siswa dengan harapan bahwa siswa belajar. Maka, ranahranah tersebut semakin berfungsi. Sebagai ilustrasi, pada ranah kognitif siswa dapat memiliki pengetahuan, pemahaman, dapat menerapkan, menganalisis, sintesis dan mengevaluasi. Pada ranah afektif siswa dapat melakukan penerimaan, partisipasi, menentukan sikap, mengorganisasi dan membentuk pola hidup. Sedangkan pada ranah psikomotorik siswa dapat mempersepsi, bersiap diri, membuat gerakan-gerakan sederhana dan kompleks, membuat penyesuaian pola gerak dan menciptakan gerakgerak baru.[22]
Walaupun kita tahu bahwa belajar mungkin saja terjadi tanpa pembelajaran atau dilakukan secara insidental, namun demikian dampak pembelajaran tersebut terhadap belajar sangat bermanfaat dan biasanya mudah diamati. Apabila pembelajaran dirancang untuk mencapai suatu tujuan belajar tertentu (a specific learning objective),maka pembelajaran itu mungkin akan lebih berhasil atau lebih efektif dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai.
Proses Belajar Mengajar mencakup peristiwa-peristiwa yang dihasilkan atau ditimbulkan oleh sesuatu yang bisa berupa bahan cetakan (buku teks, surat kabar, majalah, dsb), gambar, program televisi, atau kombinasi dari obyek-obyek fisik, dsb. Peristiwa ini mencakup semua ranah atau domain hasil belajar (learning outcomes). Secara singkat, dapat kita katakan bahwa pembelajaran merupakan serangkaian peristiwa yang dapat mempengaruhi si belajar sedemikian rupa, sehingga akan mempermudah ia dalam belajar, atau belajar yang dilakukan oleh si belajar dapat dipermudah/ difasilitasi.
Maka Proses Belajar Mengajar dapat dikatakan efektif, apabila dapat memfasilitasi pemerolehan pengetahuan dan keterampilan si belajar melalui penyajian informasi dan aktivitas yang dirancang untuk membantu memudahkan siswa dalam rangka mencapai tujuan khusus belajar yang diharapkan.[23]

2.      Faktor-faktor yang mempengaruhi Proses Belajar Mengajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi Proses Belajar Mengajar, antara lain:
a.      Faktor raw input (yakni faktor murid itu sendiri), di mana tiap anak memiliki kondisi yang berbeda-beda dalam:
1)      kondisi fisiologis
2)      kondisi psikologis
b.      Faktor environmental input (yakni faktor lingkungan), baik itu lingkungan alami maupun lingkungan sosial.
c.       Faktor instrumental input, yang didalamnya antara lain terdiri dari :
1)      kurikulum
2)      program/ bahan pengajaran
3)      sarana dan fasilitas
4)      guru (tenaga pengajar):
Faktor pertama disebut sebagai “faktor dari dalam“, sedangkan faktor kedua dan ketiga sebagai “faktor dari luar“. Adapun uraian mengenai faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :
a.      Faktor dari luar (Eksternal)
1)      Faktor Environmental Input (Lingkungan)
Kondisi lingkungan sangat mempengaruhi proses dan hasil belajar. Lingkungan ini dapat berupa lingkungan fisik/ alam dan lingkungan sosial. Lingkungan fisik/ alami termasuk didalamnya adalah seperti keadaaan suhu, kelembaban, kepengapan udara, dsb. Belajar pada keadaan udara yang segar, akan lebih baik hasilnya daripada belajar dalam keadaan udara yang panas dan pengap.
Lingkungan sosial, baik yang berwujud manusia maupun hal-hal lainnya juga dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar. Seseorang yang sedang belajar memecahkan soal yang rumit dan membutuhkan konsentrasi tinggi, akan terganggu jika ada orang lain keluar-masuk, bercakap-cakap didekatnya dengan suara keras,dsb.
Lingkungan sosial yang lain, seperti suara mesin pabrik, hiruk-pikuk lalu lintas, ramainya pasar, dsb juga berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar. Karena itulah, disarankan agar lingkungan sekolah berada di tempat yang jauh dari keramaian pabrik, lalu-lintas dan pasar.
2)      Faktor-faktor Instrumental
Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan belajar yang telah dicanangkan. Faktor-faktor instrumental dapat berwujud faktor-faktor keras (hardware), seperti gedung perlengkapan belajar, alat-alat praktikum, perpustakaan, dsb dan juga faktor-faktor lunak (software), seperti kurikulum, bahan/ program yang harus dipelajari, pedoman belajar, dsb.
b.      Faktor dari dalam (Internal)
Diantara faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar adalah faktor individu siswa, baik kondisi fisiologis maupun psikologis anak.
1)      Kondisi Fisiologis Anak
Secara umum, kondisi fisiologis ini seperti kesehatan yang prima, tidak dalam keadaan capai, tidak dalam keadaan cacat jasmani, dsb akan sangat membantu dalam proses dan hasil belajar. Disamping kondisi yang umum tersebut, yang tidak kalah pentingnya dalam mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa adalah kondisi pancaindera, terutama indera penglihatan dan pendengaran.
Karena pentingnya penglihatan dan pendengaran inilah, maka dalam lingkungan pendidikan formal, orang melakukan berbagai penelitian untuk menemukan bentuk dan cara menggunakan alat peraga yang dapat dilihat sekaligus didengar (audio-visual aids). Guru yang baik, tentu akan memperhatikan bagaimana keadaan pancaindera, khususnya penglihatan dan pendengaran anak didiknya.
2)      Kondisi Psikologis Anak
Di bawah ini akan diuraikan beberapa faktor psikologis, yang dianggap utama dalam mempengaruhi proses dan hasil belajar :
a) Minat
Minat sangat mempengaruhi dalam proses dan hasil belajar. Kalau seseorang tidak berminat untuk mempelajari sesuatu, ia tidak dapat diharapkan akan berhasil dengan baik dalam mempelajari hal tersebut. Begitu pula sebaliknya, jika seseorang mempelajari sesuatu dengan minat, maka hasil yang diharapkan akan lebih baik. Maka, tugas guru adalah untuk dapat menarik minat belajar siswa, dengan menggunakan berbagai cara dan usaha mereka.
b) Kecerdasan
Telah menjadi pengertian relatif umum, bahwa kecerdasanmemegang peran besar dalam menentukan berhasil-tidaknya seseorang mempelajari sesuatu atau mengikuti suatu program pendidikan. Orang yang lebih cerdas, pada umumnya akan lebih mampu belajar daripada orang yang kurang cerdas. Kecerdasan seseorang biasanya dapat diukur dengan menggunakan alat tertentu. Hasil dari pengukuran kecerdasan, biasanya dinyatakan dengan angka yang menunjukkan perbandingan kecerdasan yang terkenal dengan sebutan Intelligence Quetient (IQ).
c) Bakat
Disamping Intellegensi, bakat merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap proses dan hasil belajar siswa. Secara definitif, anak berbakat adalah anak yang mampu mencapai prestasi yang tinggi, karena mempunyai kemampuankemampuan yang tinggi. Anak tersebut adalah anak yang membutuhkan program pendidikan berdiferensiasi dan pelayanan diluar jangkauan program sekolah biasa, untuk merealisasikan sumbangannya terhadap masyarakat maupun terhadap dirinya.
d) Motivasi
Motivasi merupakan dorongan yang ada didalam individu, tetapi munculnya motivasi yang kuat atau lemah, dapat ditimbulkan oleh rangsangan dari luar. Oleh karena itu, dapat dibedakan menjadi dua motif, yaitu 1) Motif Intrinsik, 2) Motif Ekstrinsik
Motif Intrinsik adalah motif yang ditimbulkan dari dalam diri orang yang bersangkutan, tanpa rangsangan atau bantuan orang lain. Sedangkan motif ekstrinsik adalah motif yang timbul akibat rangsangan dari luar. Pada umumnya, motif intrinsik lebih efektif dalam mendorong seseorang untuk lebih giat belajar daripada motif ekstrinsik.
e) Kemampuan-kemampuan Kognitif
Walaupun diakui bahwa tujuan pendidikan yang berarti juga tujuan belajar itu meliputi tiga aspek, yaitu aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik. Namun tidak dapat diingkari, bahwa sampai sekarang pengukuran kognitif masih diutamakan untuk menentukan keberhasilan belajar seseorang. Sedangkan aspek afektif dan aspek psikomotorik lebih bersifat pelengkap dalam menentukan derajat keberhasilan belajar anak disekolah. Oleh karena itu, kemampuan kognitif akan tetap merupakan faktor penting dalam belajar siswa / peserta didik. Kemampuan kognitif yang paling utama adalah kemampuan seseorang dalam melakukan persepsi, mengingat, dan berpikir. Setelah diketahui berbagai faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar seperti diuraikan diatas, maka hal penting yang harus dilakukan bagi para pendidik, guru, orangtua, dsb adalah mengatur faktor-faktor tersebut agar dapat berjalan seoptimal mungkin.[24]

3.      Unsur-unsur Proses Belajar Mengajar
Untuk menciptakan suasana yang dapat menumbuhkan gairah belajar, meningkatkan prestasi belajar siswa dan lebih memungkinkan guru memberikan bimbingan dan bantuan terhadap siswa dalam belajar,  diperlukan pengorganisasian kelas yang memadai. Adapun unsur-unsur Proses Belajar Mengajar tersebut meliputi:
a.      Bahan Belajar. Bahan belajar dapat berwujud benda dan isi pendidikan. Isi pendidikan tersebut dapat berupa pengetahuan, perilaku, nilai, sikap dan metode pemerolehan.
b.      Suasana Belajar. Kondisi gedung sekolah, tata ruang kelas, dan alat-alat belajar sangat mempunyai pengaruh pada kegiatan belajar. Disamping kondisi fisik tersebut, suasana pergaulan di sekolah juga sangat berpengaruh pada kegiatan belajar. Karena guru memiliki peranan penting dalam menciptakan suasana belajar yang menarik bagi siswa.
c.       Media dan Sumber Belajar. Dewasa ini media dan sumber belajar dapat ditemukan dengan mudah. Sawah percobaan, kebun bibit, kebun binatang, tempat wisata, museum, perpustakaan umum, surat kabar, majalah, radio, sanggar seni, sanggar olah raga, televisi dapat ditemukan didekat sekolah. Disamping itu, buku pelajaran, buku bacaan, dan laboratorium sekolah juga telah tersedia semakin baik dan berkembang maju.
Secara singkat, dapat dikemukakan bahwa guru dapat membuat program pembelajaran dengan memanfaatkan media dan sumber belajar diluar sekolah. Pemanfaatan tersebut, dimaksudkan untuk meningkatkan kegiatan belajar-mengajar, sehingga mutu hasil belajar semakin meningkat.
d.      Guru sebagai Subyek Pembelajar. Guru adalah subyek pembelajar siswa. Sebagai subyek pembelajar, guru berhubungan/ berinteraksi secara langsung dengan siswa. Sebagaimana mestinya setiap individu mempunyai karakteristik, motivasi belajar siswa yang berbeda-beda. Atas hal tersebut, maka guru dapat menggolongkan motivasi belajar siswa dengan melakukan penguatan-penguatan pada motivasi instrumental, motivasi sosial, motivasi berprestasi, dan motivasi intrinsik siswa.
 
C.     Cara Belajar Dan Mengajar Yang Efektif
1.      Cara Belajar Yang Efektif
a.      Perlunya Bimbingan
Untuk mempertinggi produksi, maka Miunsterberg dan Taylor mengadakan penyelidikan ilmiah tentang cara-cara bekerja efisien. Efisien dalam industri telah banyak menjadi kenyataan, sehingga pemborosan bahan dan waktu diperkecil sampai minimal.
Seperti diketahui, belajar itu sangat kompleks dan belum diketahui segala seluk-beluknya. Hasil belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik kecakapan dan ketangkasan belajar berbeda secara individual. Walaupun demikian, kita dapat membantu siswa dengan memberikan petunjuk-petunjuk umum tentang caracara belajar yang efisien. Ini tidak berarti, bahwa mengenal petunjuk tersebut dengan sendirinya akan menjamin sukses siswa. Kesuksesan hanya tercapai berkat usaha keras, tanpa diiringi dengan usaha tidak akan tercapai suatu apapun. Disamping memberikan petunjuk tentang cara-cara belajar, baiknya siswa juga diawasi dan dibimbing sewaktu mereka belajar. Dengan begitu, maka hasilnya akan jauh lebih baik lagi sesuai dengan apa yang kita harapkan.
b.      Kondisi dan Strategi Belajar
Untuk meningkatkan cara belajar yang efektif, perlu diperhatikan beberapa hal, sebagai berikut :
1)      Kondisi Internal
Yang dimaksud dengan kondisi internal, yaitu kondisi/ situasi yang ada didalam diri siswa itu sendiri, misalnya kesehatan, keamanan, ketenteramannya, dsb. Siswa dapat belajar dengan baik, jika kebutuhan internalnya dapat terpenuhi. Menurut Maslow, ada tujuh jenjang kebutuhan primer manusia yang harus dipenuhi, antara lain:
1.      Kebutuhan Fisiologis; Merupakan kebutuhan jasmani manusia, misalnya kebutuhan akan makan, minum, tidur, istirahat, dan kesehatan. Untuk dapat belajar secara efektif dan efisien, siswa harus sehat, dan jangan sampai sakit sehingga dapat mengganggu kerja otak yang mengakibatkan terganggunya kondisi dan konsentrasi belajar seseorang.
2.      Kebutuhan akan Keamanan; Manusia membutuhkan ketenteraman dan keamanan jiwa yang jauh dari rasa kecewa, takut, kegagalan, dsb. Oleh karena itu, agar cara belajar siswa dapat ditingkatkan kearah yang efektif, maka siswa harus dapat menjaga keseimbangan emosi, sehingga perasaan aman dapat tercapai dan konsentrasi pikiran dapat dipusatkan pada materi pelajaran yang ingin dipelajari.
3.      Kebutuhan akan Kebersamaan dan Cinta; Manusia dalam hidup membutuhkan kasih-sayang dari orang tua, saudara dan teman-teman yang lain. Disamping itu, ia akan merasa bahagia jika dapat membantu dan memberikan cinta-kasih kepada orang lain. Oleh karena itu, belajar bersama dengan kawan-kawan lain dapat meningkatkan pengetahuan dan ketajaman berpikir siswa. Untuk itu, diperlukan cara berpikir yang terbuka (openminded), kerja sama, memilih materi yang tepat, dan ditunjang dengan visualisasi (contoh nyata atau gambargambar, dsb).
4.      Kebutuhan akan Status; Setiap orang akan berusaha semaksimal mungkin, agar keinginannya dapat berhasil. Untuk kelancaran belajar, diperlukan sifat optimis, percaya akan kemampuan diri, dan yakin bahwa ia dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik.
5.      Kebutuhan Self-Actualisation; Belajar yang efektif dapat diciptakan untuk memenuhi kebutuhan sendiri, image seseorang. Oleh karena itu, siswa harus yakin bahwa dengan belajar yang baik, akan dapat membantu tercapainya cita-cita yang diinginkan.
6.      Kebutuhan untuk mengetahui dan mengerti; Yaitu kebutuhan untuk memuaskan rasa ingin tahu, mendapatkan pengetahuan, informasi, dan untuk mengerti sesuatu. Hanya dengan belajarlah upaya pemenuhan  kebutuhan ini dapat terwujud.
7.      Kebutuhan Estetik; Yaitu kebutuhan yang dimanifestasikan sebagai kebutuhan akan keteraturan, keseimbangan dan kelengkapan dari suatu tindakan. Hal ini hanya mungkin terpenuhi, jika siswa belajar tanpa henti dan tidak hanya selama di pendidikan formal saja, melainkan juga setelah selesai, setelah bekerja, berkeluarga serta berperan dalam masyarakat.
2)      Kondisi Eksternal
Yang dimaksud dengan kondisi eksternal adalah kondisi yang ada di luar diri pribadi manusia. Misalnya kebersihan rumah, penerangan, serta keadaan lingkungan fisik yang lain. Untuk dapat belajar yang efektif, diperlukan lingkungan fisik yang baik dan teratur, seperti :
a)      Ruang belajar harus bersih, tidak terdapat bau yang dapat mengganggu konsentrasi pikiran.
b)      Ruangan cukup terang, tidak gelap yang dapat mengganggu pandangan mata.
c)      Sarana yang diperlukan tercukupi untuk belajar, misalnya alat pelajaran, buku-buku, dsb.
3)      Strategi Belajar
Belajar yang efisien dapat tercapai apabila dapat menggunakan strategi belajar yang tepat. Strategi belajar diperlukan untuk dapat mencapai hasil semaksimal mungkin. Adapun cara belajar yang baik dengan petunjuk sebagai berikut :
1.      Keadaan Jasmani; Belajar merupakan tenaga yang harus dijaga, karena itu untuk mencapai hasil yang baik diperlukan keadaan jasmani yang sehat agar tidak mudah sakit, dsb.
2.      Keadaan Emosional dan Sosial; Siswa yang merasa jiwanya tertekan, selalu dalam keadaan takut akan kegagalan, mengalami kegoncangan karena emosi yang tidak kuat, tidak mungkin dapat belajar secara efektif. Maka, keadaan tersebut harus dijaga dengan baik.
3.      Keadaan Lingkungan; Tempat belajar hendaknya tenang, tanpa gangguan dari luar. Begitu juga sebelum pelajaran dimulai, hendaknya apa-apa yang dibutuhkan dipersiapkan terlebih dahulu.
4.      Memulai Belajar; Dalam hal ini, sering menunda dan enggan untuk memulai belajar. Maka, kita harus mengatasinya dengan suatu “perintah“ pada diri sendiri untuk memulai pekerjaan tersebut tepat pada waktunya.
5.      Membagi Pekerjaan; Dengan semboyan “Devide et Impera“ kita dapat menyelesaikan pekerjaan yang banyak sekaligus. Dengan pintar-pintar memilih mana yang lebih penting dan harus dikerjakan terlebih dahulu, daripada hal-hal yang dianggap kurang menguntungkan.
6.      Adakan Kontrol; Selidiki kembali pada akhir belajar, sampai sejauh manakah bahan tersebut dapat dikuasai. Jika hasilnya kurang memuaskan kiranya memerlukan latihan khusus, sebaliknya jika hasilnya sudah bagus perlu ditingkatkan dan dipertahankan lagi.
7.      Pupuk sikap optimistis; Adakan persaingan dengan diri sendiri, niscaya prestasi akan meningkat dan karena itu memupuk sikap optimistis sangat penting.
8.      Waktu bekerja; Waktu yang tepat kita jadikan alat untuk memerintah diri kita sendiri. Karena, jika kita menyimpang dari waktu yang telah direncanakan maka akan mengalami kegagalan.
9.      Buatlah suatu rencana kerja; Dengan adanya suatu rencana kerja dengan pembagian waktu, tampaklah bahwa selalu cukup waktu untuk belajar. Hanya dengan rencana kerja yang teliti kita dapat menggunakan waktu dengan efisien.
10.  Menggunakan waktu; Menggunakan waktu tidak berarti bekerja lama sampai habis tenaga, melainkan bekerja sungguh-sungguh dengan sepenuh tenaga dan perhatian untuk menyelesaikan suatu tugas yang khusus.
11.  Belajar keras tidak merusak; Belajar dengan penuh konsentrasi itu tidak merusak. Yang merusak ialah menggunakan waktu tidur untuk belajar, karena dapat mengurangi waktu istirahat.
12.  Cara mempelajari buku; Sebelum kita mulai membaca buku, terlebih dahulu kita coba memperoleh gambaran tentang buku melalui garis besarnya dengan menyelidiki daftar isi buku tersebut.
13.  Mempertinggi kecepatan membaca; Seorang pelajar harus sanggup menghadapi isi yang  sebanyak-banyaknya dari bacaan dalam waktu sesingkatsingkatnya. Seorang pelajar harus mencapai kecepatan membaca sekurang-kurangnya 200 perkataan dalam satu menit. Ini hanya mungkin jika kita membaca dengan “lompatan mata“ tanpa mengucapkannya dengan menggerakkan bibir atau dalam hati, karena pengucapan itu dapat memperlambat kecepatan.
14.  Jangan membaca belaka; Membaca bukan sekedar mengetahui kata-katanya, melainkan juga mengikuti jalan pikiran si pengarang, reading may be regarded as reasoning. Setelah kita membaca satu bagian, kita harus mengatakannya kembali dengan kata-kata sendiri sambil merenungkan isinya secara kritis dan membandingkannya dengan apa yang telah kita ketahui. Jadi, kita harus mengadakan reaksi terhadap apa yang kita baca, dengan mengajak orang lain untuk berdiskusi.
4)      Metode Belajar
Metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Belajar bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan, sikap, kecakapan, dan keterampilan, cara-cara yang dipakai tersebut akan menjadi kebiasaan yang dapat mempengaruhi belajar itu sendiri.
a)      Pembuatan Jadwal dan Pelaksanaannya.
Jadwal adalah pembagian waktu untuk sejumlah kegiatan yang akan dilakukan seseorang setiap harinya, agar dapat berjalan dengan baik dan berhasil. Maka, cara membuat jadwal yang baik adalah sebagai berikut :
-          Memperhitungkan waktu setiap hari untuk keperluan-keperluan seperti tidur, makan-minum, mandi, olah raga, belajar, dsb.
-          Menyelidiki dan menentukan waktu yang tersedia setiap hari.
-          Merencanakan penggunaan belajar itu dengan cara menetapkan jenis-jenis mata pelajarannya dan urut-urutan yang harus dipelajari.
-          Menyelidiki waktu mana yang dapat digunakan untuk belajar dengan hasil terbaik. Setelah diketahui, kemudian dipergunakan untuk mempelajari pelajaran yang dianggap sulit, sedangkan pelajaran yang dianggap ringan dapat dipelajari pada jam belajar yang lain.
-          Berhematlah dengan waktu, dan jangan ragu untuk belajar dan memulai suatu pekerjaan.
b)      Membaca dan Membuat Catatan
Agar dapat belajar dengan baik, salah satu metode membaca yang baik dan banyak dipakai untuk belajar adalah metode SQR4, yaitu Survey (meninjau), Question (mengajukan pertanyaan), Read (membaca), Recite (mengahafal), Write (menulis), dan Review (mengingat kembali).
Membuat catatan juga sangat berpengaruh dalam membaca. Catatan yang baik, rapi, lengkap, teratur, akan menambah semangat dalam belajar, karena tidak terjadi rasa bosan untuk membaca dalam jangka waktu yang lama. Dalam membuat catatan sebaiknya diambil intisarinya saja dengan tulisan yang jelas dan teratur, agar mudah dibaca dan dipelajari. Bahkan perlu ditulis juga tanggal dan hari mencatatnya, pelajaran apa, siapa gurunya, bab/ pokok yang dibahas dan buku pegangan wajib/ pelengkap. Karena, buku pegangan wajib/ pelengkap ini perlu untuk memperkaya dalam mempelajari suatu mata pelajaran/ bidang studi.
c)      Mengulangi Bahan Pelajaran
Dengan adanya pengulangan (review),bahan yang belum dikuasai serta mudah terlupakan akan tetap tertanam dalam otak seseorang. Mengulang dapat dilakukan secara langsung setelah membaca, atau mempelajari kembali bahan pelajaran yang sudah dipelajari. Cara ini dapat ditempuh dengan cara membuat ringkasan, maupun mempelajari soal-soal yang sudah pernah dibuatnya. Agar dapat mengulang dengan baik, maka perlulah kiranya disediakan waktu untuk mengulang dan menggunakan waktu tersebut dengan sebaik-baiknya melalui menghafal dengan bermakna dan memahami bahan yang diulang secara sungguh-sungguh.
Menghafal dapat dengan cara diam, tetapi otaknya berusaha mengingat dan juga dapat dengan membaca keras/ mendengarkan dan juga dengan menulisnya.
d)     Konsentrasi
Konsentrasi adalah pemusatan pikiran terhadap suatu hal dengan megesampingkan semua hal lainnya yang tidak berhubungan. Dalam belajar, konsentrasi berarti pemusatan pikiran terhadap suatu mata pelajaran dengan megesampingkan semua hal yang tidak ada kaitannya dengan pelajaran.
Seseorang yang dapat belajar dengan baik adalah orang yang dapat berkonsentrasi dengan baik, dengan kata lain ia harus memiliki kebiasaan untuk memusatkan pikiran.
Agar dapat berkonsentrasi dengan baik, perlu adanya usaha sebagai berikut : siswa memiliki minat dan motivasi yang tinggi, ada tempat belajar tertentu dengan meja belajar yang bersih dan rapi, mencegah timbulnya kejemuan/ kebosanan, menjaga kesehatan dan memperhatikan kelelahan, menyelesaikan masalah yang mengganggu dan bertekad untuk mencapai tujuan/ hasil yang terbaik setiap kali belajar.
e)      Mengerjakan Tugas
Salah satu prinsip belajar adalah ulangan dan latihanlatihan. Mengerjakan tugas dapat berupa mengerjakan tes/ ulangan atau ujian yang diberikan guru, tetapi juga termasuk membuat/ mengerjakan latihan-latihan yang ada dalam buku maupun soal-soal buatan sendiri. Agar siswa berhasil dalam belajarnya, perlunya diberikan tugas untuk dikerjakan dengan sebaik-baiknya. Tugas tersebut, mencakup mengerjakan PR, menjawab soal latihan buatan sendiri, soal dalam buku pegangan, tes/ ulangan harian, ulangan umum dan ujian.[25]

2.      Cara Mengajar Yang Efektif
Mengajar adalah membimbing siswa, agar mengalami proses belajar. Dalam belajar, siswa menghendaki hasil belajar yang efektif bagi dirinya. Untuk memenuhi tuntutan tersebut, guru harus membantu dengan cara mengajar yang efektif. Mengajar yang efektif adalah mengajar yang dapat membawa belajar siswa yang efektif pula. Maka, untuk mengajar yang efektif diperlukan syarat-syarat sebagai berikut :
a.      Belajar secara aktif, baik mental maupun fisik. Didalam belajar, siswa harus mengalami aktivitas mental, dan juga aktivitas jasmani.
b.      Guru harus menggunakan banyak metode pada waktu mengajar. Dengan variasi metode, mengakibatkan penyajian bahan pelajaran lebih menarik perhatian siswa, mudah diterima siswa, dan suasana kelas menjadi hidup.
c.       Motivasi. Hal ini sangat berperan pada kemajuan, perkembangan anak selanjutnya melalui Proses Belajar Mengajar. Bila motivasi guru tepat mengenai sasaran akan meningkatkan kegiatan anak dalam belajar.
d.      Kurikulum yang baik dan seimbang. Kurikulum sekolah ini juga harus mampu mengembangkan segala segi kepribadian anak, disamping kebutuhan anak sebagai anggota masyarakat.
e.       Guru perlu mempertimbangkan pada perbedaan individual. Guru tidak cukup hanya merencanakan pengajaran klasikal, karena masing-masing anak mempunyai perbedaan dalam beberapa segi, misalnya intellegensi, bakat, tingkah laku, sikap, dll.
f.        Guru akan mengajar dengan efektif, bila selalu membuat perencanaan dahulu sebelum mengajar. Dengan persiapan mengajar, guru akan merasa mantap dan lebih percaya diri berdiri didepan kelas untuk melakukan interaksi dengan siswa-siswinya.
g.      Pengaruh guru yang sugestif perlu diberikan pula kepada anak. Sugesti yang kuat, akan merangsang anak untuk lebih giat lagi dalam belajar.
h.      Seorang guru harus memiliki keberanian menghadapi murid-muridnya, berkenaan dengan permasalahan yang timbul pada saat Proses Belajar Mengajar berlangsung.
i.        Guru harus mampu menciptakan suasana yang demokratis disekolah. Lingkungan yang saling menghormati, dapat memahami kebutuhan anak, bertenggang-rasa, dll.
j.        Pada penyajian bahan pelajaran pada anak, guru perlu memberikan persoalan yang dapat merangsang anak untuk berpikir dan memunculkan reaksinya.
k.      Semua pelajaran yang diberikan anak perlu di integrasikan, sehingga anak memiliki pengetahuan yang terintegrasi, tidak terpisah-pisah pada sistem pengajaran lama, yang memberikan pelajaran terpisah satu sama lainnya.
l.        Pelajaran disekolah perlu dihubungkan dengan kehidupan nyata di masyarakat.
m.    Dalam interaksi belajar-mengajar, guru harus banyak memberi kebebasan pada anak untuk dapat menyelidiki sendiri, belajar sendiri, mencari pemecahan masalah sendiri, dsb.
n.      Pengajaran remedial, yang diadakan bagi siswa yang mengalam kesulitan belajar, dsb.[26]

3.      Komponen Belajar Mengajar
Sebagai suatu sistem, tentu saja Kegiatan Belajar Mengajar mengandung sejumlah komponen-komponen yang meliputi :
a.      Tujuan
Tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan suatu kegiatan. Tidak ada suatu kegiatan yang diprogramkan tanpa tujuan, karena hal itu merupakan suatu hal yang tidak memiliki kepastian dalam menentukan ke arah mana kegiatan tersebut akan dibawa. Dalam Kegiatan Belajar Mengajar, tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai dalam kegiatannya dan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Tujuan dalam pendidikan dan pengajaran adalah suatu cita-cita yang bernilai normatif. Dengan kata lain, dalam tujuan terdapat sejumlah nilai yang harus ditanamkan kepada anak didik, baik dalam lingkungan sosialnya maupun diluar sekolah. Tujuan adalah suatu komponen yang dapat mempengaruhi komponen pengajaran lainnya seperti, bahan pelajaran, Kegiatan Belajar Mengajar, pemilihan metode, alat, sumber, dan alat evaluasi. Dari semua komponen tersebut, harus sesuai dan didayagunakan untuk mencapai tujuan yang efektif dan efisien.
Tujuan pengajaran adalah deskripsi tentang penampilan perilaku (performance) siswa yang kita harapkan setelah mereka mempelajari bahan pelajaran yang kita ajarkan.[27]
b.      Bahan Pelajaran
Bahan pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam Proses Belajar Mengajar. Tanpa bahan pelajaran, maka Proses Belajar Mengajar tidak akan berjalan. Ada dua persoalan dalam penguasaan bahan pelajaran ini, yakni penguasaan bahan pelajaran pokok, dan bahan pelajaran pelengkap. Bahan pelajaran pokok adalah bahan pelajaran yang menyangkut bidang studi yang dipegang oleh guru sesuai dengan profesinya (disiplin keilmuannya). Sedangkan bahan pelajaran pelengkap/ penunjang adalah bahan pelajaran yang dapat membuka wawasan seorang guru agar dalam mengajar dapat menunjang penyampaian bahan pelajaran pokok.
Bahan adalah salah satu sumber belajar bagi anak didik. Bahan yang disebut sebagai sumber belajar (pengajaran) ini adalah sesuatu yang membawa pesan untuk tujuan pengajaran.[28]
Oleh karena itu, kepada guru khususnya atau pengembang kurikulum umumnya, harus memikirkan sejauh mana bahan-bahan yang topiknya tertera dalam silabi berkaitan dengan kebutuhan anak didik pada usia tertentu dan juga lingkungan tertentu pula. Minat anak didik, akan bangkit bila suatu bahan diajarkan sesuai dengan kebutuhan yang mereka inginkan.
c.       Kegiatan Belajar Mengajar
Kegiatan Belajar Mengajar adalah inti kegiatan dalam pendidikan. Dalam Kegiatan Belajar Mengajar akan melibatkan semua komponen pengajaran, dan akan menentukan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Dalam Kegiatan Belajar Mengajar, guru dan anak didik terlibat dalam sebuah interaksi dengan bahan pelajaran sebagai mediumnya. Dalam interaksi itulah, siswa yang lebih aktif dan guru hanya berperan sebagai motivator dan fasilitator.
Dalam Kegiatan Belajar Mengajar, guru sebaiknya memperhatikan perbedaan individual anak didik, yaitu pada aspek biologis, intelektual, dan psikologis. Kerangka demikian, dimaksudkan agar guru mudah dalam melakukan pendekatan kepada setiap anak didik secara individual. Pemahaman terhadap ketiga aspek tersebut, akan merapatkan hubungan guru dengan anak didik, sehingga memudahkan melakukan pendekatan Mastery Learning yang merupakan salah satu strategi belajar-mengajar pendekatan individual.[29]
d.      Metode
Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam Kegiatan Belajar Mengajar, metode diperlukan oleh guru dan penggunaannya yang bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah pengajaran berakhir. Seorang guru tidak akan dapat melaksanakan tugasnya, bila tidak menguasai metode mengajar. Oleh karena itu, disinilah kompetensi guru diperlukan dalam pemilihan metode yang tepat. Dengan menguasai dari berbagai macam metode dan bisa menempatkan pada situasi dan kondisi yang sesuai dengan keadaan siswa.
e.       Alat
Alat adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka mencapai tujuan pengajaran. Sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan dalam mencapai tujuan pengajaran, alat mempunyai fungsi, yakni sebagai perlengkapan, pembantu mempermudah usaha mencapai tujuan, dan alat sebagai tujuan.[30]
Alat dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu alat dan alat bantu pengajaran. Yang dimaksud dengan alat adalah berupa suruhan, perintah, larangan, dsb. Sedangkan alat bantu pengajaran adalah berupa globe, papan tulis, kapur tulis, gambar, diagram, slide, video, dsb.
f.        Sumber Belajar
Belajar-Mengajar telah diketahui maknanya. Bukan berproses dalam kehampaan, tetapi berproses dalam kemaknaan yang didalamnya ada sejumlah nilai yang disampaikan kepada anak didik. Nilai-nilai tersebut, tidak mungkin datang dengan sendirinya, akan tetapi diambil dari berbagai sumber guna dipakai dalam Proses Belajar Mengajar.
Sumber belajar sesungguhnya banyak sekali terdapat dimanamana, misalnya disekolah, halaman, pusat kota, pedesaan, dsb. Pemanfaatan sumber-sumber pengajaran tersebut, tergantung pada kreativitas guru, waktu, biaya, serta kebijakan-kebijakan lainnya.[31]
Dalam mengemukakan sumber belajar ini, para ahli sepakat bahwa segala sesuatu dapat digunakan sebagai sumber belajar sesuai dengan kepentingan guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk mendapatkan gambaran apa saja yang termasuk kategori sumber belajar, berikut dikemukakan pendapat dari :
1)      Ny. Dr. Roestiyah N.K., sumber-sumber belajar itu adalah :
a)      Manusia dalam keluarga, sekolah dan masyarakat.
b)      Buku atau Perpustakaan.
c)      Media massa (majalah, surat kabar, radio, TV, dll).
d)     Dalam lingkungan.
e)      Alat pelajaran (buku pelajaran, peta, gambar, kaset, type recorder, papan tulis, kapur, spidol, dsb).
f) Museum.[32]
2)      Drs. Sudirman N, dkk mengemukakan macam-macam sumber belajar sebagai berikut :
a)      Manusia (people).
b)      Bahan (materials).
c)      Lingkungan (setting).
d)     Alat dan Perlengkapan (tool and equipment).
e)      Aktivitas (activities) meliputi: Pengajaran berprogram, Simulasi, Karyawisata, Sistem pengajaran modul. Sedangkan aktivitas sebagai sumber belajar, biasanya meliputi: Tujuan khusus yang harus dicapai oleh siswa, materi (bahan pelajaran) yang harus dipelajari, aktivitas yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan pengajaran.[33]
g.      Evaluasi
Arti dari Evaluasi adalah penaksiran, penilaian, perkiraan keadaan, dan penentuan nilai.[34] Jadi, evaluasi dalam pendidikan dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai segala sesuatu dalam dunia pendidikan atau segala sesuatu yang ada hubungannya dengan dunia pendidikan.[35]
Berbeda dengan pendapat tersebut Ny. Roestiyah N.K., mengatakan bahwa evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya, sedalam-dalamnya, yang berkaitan dengan kapabilitas siswa guna mengetahui sebab-akibat dan hasil belajar siswa yang dapat mendorong dan mengembangkan kemampuan belajar.[36]  Dari kedua pengertian evaluasi tersebut, dapat pula diketahui tujuan penggunaan evaluasi, yang dilihat dari  dua segi, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
1)      Tujuan Umum dari evaluasi adalah:
a)      Mengumpulkan data-data yang membuktikan taraf kemajuan murid dalam mencapai tujuan yang diharapkan.
b)      Memungkinkan pendidik/ guru menilai aktivitas/ pengalaman yang didapat.
c)      Menilai metode mengajar yang digunakan.
2)      Tujuan Khusus dari evaluasi adalah:
a)      Merangsang kegiatan siswa.
b)      Menemukan sebab-sebab kemajuan atau kegagalan.
c)      Memberikan bimbingan yang sesuai dengan kebutuhan, perkembangan dan bakat siswa yang bersangkutan.
d)     Memperoleh bahan laporan tentang perkembangan siswa yang diperlukan orang tua dan lembaga pendidikan.
e)      Untuk memperbaiki mutu pelajaran/ cara belajar dan metode mengajar.[37]
Dari tujuan-tujuan tersebut, maka pelaksanaan evaluasi mempunyai manfaat yang sangat besar. Manfaat itu ditinjau dari pelaksanaanya dan ketika akan memprogramkan serta melaksanakan Proses Belajar Mengajar dimasa mendatang.[38]
Dari tujuan itu, juga dapat dipahami bahwa pelaksanaan evaluasi diarahkan kepada evaluasi proses dan evaluasi produk.[39] Evaluasi Proses, adalah suatu evaluasi yang diarahkan untuk menilai bagaimana pelaksanaan Proses Belajar Mengajar yang telah dilakukan mencapai tujuan, kendala apa saja yang ditemui, dan bagaimana kerja-sama setiap komponen pengajaran yang telah diprogramkan dalam satuan pelajaran. Sedangkan Evaluasi Produk, adalah suatu evaluasi yang diarahkan kepada bagaimana hasil belajar yang telah dilakukan oleh siswa, dan bagaimana penguasaan siswa erhadap bahan/ materi pelajaran yang telah diberikan guru ketika Proses Belajar Mengajar berlangsung.
Ketika evaluasi dapat memberikan manfaat bagi guru dan siswa, maka evaluasi mempunyai fungsi sebagai berikut :
1.      Untuk memberikan umpan-balik (feed-back) kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki Proses Belajar Mengajar, serta mengadakan perbaikan program bagi murid.
2.      Untuk memberikan angka yang tepat tentang kemajuan atau hasil belajar dari setiap murid, antara lain digunakan dalam rangka pemberian laporan kemajuan belajar murid kepada orang tua, penentuan kenaikan kelas, serta penentuan lulus-tidaknya seorang murid.
3.      Untuk menentukan murid didalam situasi belajar-mengajar yang tepat, sesuai dengan tingkat kemampuan dan karakteristik lainnya yang dimiliki murid.
4.      Untuk mengenal latar belakang (psikologis, fisik, dan lingkungan) murid yang mengalami kesulitan belajar, agar nantinya dapat dipergunakan sebagai dasar dalam pemecahan kesulitan belajaryang timbul tersebut.[40]

4.      Kelebihan dan Kekuarangan Pembelajaran Klasikal
Pembelajaran Klasikal merupakan kemampuan guru yang utama. Hal itu disebabkan karena merupakan kegiatan mengajar yang tergolong efisien. Secara ekonomis, pembiayaan kelas lebih murah. Karena, jumlah siswa setiap kelas pada umumnya berkisar dari 10-45 siswa. Dengan jumlah tersebut, seorang guru masih dapat membelajarkan siswa secara berhasil. Pembelajaran kelas berarti melaksanakan dua kegiatan sekaligus, yaitu Manajemen Kelas dan Manajemen Pembelajaran.
Manajemen Kelas adalah penciptaan kondisi yang memungkinkan terselenggaranya kegiatan belajar dengan baik. Dalam Manajemen Kelas dapat terjadi masalah yang bersumber dari kondisi tempat belajar dan siswa yang terlibat dalam belajar.
Sedangkan Manajemen Pembelajaran bertujuan untuk mencapai tujuan belajar. Peran guru dalam pembelajaran secara individual dan kelompok kecil berlaku dalam pembelajaran secara klasikal. Tekanan utama dalam pembelajaran adalah seluruh anggota kelas. Disamping penyusunan desain instruksional yang dibuat, maka pembelajaran kelas dapat dilakukan dengan tindakan sebagai berikut :
1. Penciptaan tertib belajar dikelas.
2. Penciptaan suasana senang dalam belajar.
3. Pemusatan perhatian pada bahan ajar.
4. Mengikut-sertakan siswa belajar aktif.
5. Pengorganisasian belajar sesuai dengan kondisi siswa.
Dalam pembelajaran kelas, guru dapat mengajar seorang diri atau bertindak sebagai tim pembelajar. Bila guru menjadi tim pembelajar, maka azas tim pembelajar harus dipatuhi. Sebagai tim pembelajar perlu menyusun desain pembelajaran kelas dengan baik dan benar.[41]
Adapun bermacam-macam cara yang dapat digunakan untuk mengatasi kesulitan dalam pembelajaran klasikal ini, antara lain kita dapat membentuk kelompok-kelompok kecil siswa yang anggotanya telah menguasai keterampilan prasyarat yang sama walaupun antara kelompok satu dengan yang lain berbeda dalam penguasaan keterampilan prasyaratnya, sehingga dapat memperkirakan bentuk pancingan ingatan dan bimbingan belajar yang dibutuhkan secara tepat untuk masingmasing kelompok. Cara lain yang sering dipakai ialah mengatur pengajaran, sehingga belajar awal dapat dilakukan oleh siswa secara perseorangan. Bahan-bahan pengajaran yang berprograma bisa dipergunakan untuk tujuan ini, biasanya siswa mengerjakan pengajaranmandiri (self-instruction) dengan mempelajari buku-buku teks sebagai PR. Cara selanjutnya adalah guru bertanya kepada anggota kelas (siswa) yang memerlukan bimbingan belajar. Untuk melakukan prosedur ini, guru menggunakan pengetahuannya tentang siswa secara perseorangan untuk memperkirakan siapa diantara mereka yang mungkin memerlukan bantuan dan memerlukan petunjuk dalam mengungkap kembali hasil belajar yang sebelumnya.[42]
Adapun dalam pembelajaran klasikal terdapat Kebaikan dan Keburukannya yaitu:
a.      Kebaikannya:
1)      Efisiensi tenaga maupun waktu.
2)      Tata tertib pada pengawasan anak-anak lebih mudah.
3)      Anak-anak saling belajar satu sama lainnya.
4)      Anak-anak membiasakan kerja-sama atau bersosialisasi.
5)      Ada persaingan yang sehat.
6)      Membiasakan untuk memimpin dan dipimpin.
7)      Mendidik jiwa yang demokratis.
8)      Variasi bagi guru dan murid.
9)      Ada waktu istirahat bagi guru.
10)  Dapat digalang persatuan anak-anak yang kelak tetap ada.
11)  Semua anak sekaligus mengisi waktunya.
12)  Ada faktor-faktor tertentu yang harus dilakukan secara bersamasama, misalnya menyanyi, olah-raga, dsb.
b.      Keburukannya :
1)      Setiap anak mempunyai perbedaan dalam : bakat, kepekaan sosial, kecakapan, agama/ keyakinan, ekonomi, perhatian, cita-cita, kecerdasan, dll sehingga tidak mungkin mendapatkan perlakuan yang sama.
2)      Sukar untuk membagi perhatian bagi setiap anak didik.
3)      Anak akan belajar juga kepada hal-hal yang kurang bahkan tidak  baik dari teman-temannya.
4)      Yang cerdas akan terhambat oleh anak-anak yang kurang cerdas.
5)      Yang pandai dapat menjadikan ia sombong/ besar kepala, sebaliknya yang bodoh merasa terbelakang/ minder.
6)      Adanya penyakit yang mudah menular, sehingga yang sakit harus segera mengejar pelajaran yang telah ditinggalkan dalam waktu yang lama.
7)      Bakat-bakat yang dimiliki individu sukar untuk berkembang.
8)      Pertumbuhan tubuh/ badan yang tidak wajar, dsb.[43]



BAB III
P E N U T U P

A.    Kesimpulan
  1. Manajemen kelas merupakan upaya mengelola siswa di dalam kelas yang dilakukan untuk menciptakan dan mempertahankan suasana atau kondisi kelas yang menunjang program pengajaran dengan jalan menciptakan dan mempertahankan motivasi siswa untuk selalu ikut terlibat dan berperan serta dalam proses pendidikan di sekolah.
  2. Proses Belajar Mengajar merupakan inti dari proses pendidikan formal dengan guru sebagai pemeran utama. Guru sangat menentukan suasana belajar mengajar di dalam kelas. Guru yang kompeten akan lebih mampu dalam menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan efesien di dalam kelas, sehingga hasil belajar siswa berada pada tingkat yang optimal. Keberhasilan tersebut, dipengaruhi banyak faktor terutama terletak pada pengajar (guru) dan yang diajar (siswa), yang berkedudukan sebagai pelaku dan subyek dalam proses tersebut.
  3. Di antara faktor-faktor yang dapat mempengaruhi Proses Belajar Mengajar adalah antara lain:  1) Faktor raw input (yakni faktor murid itu sendiri), di mana tiap anak memiliki kondisi yang berbeda-beda dalam a) kondisi fisiologis, dan b) kondisi psikologis. 2) Faktor environmental input (yakni faktor lingkungan), baik itu lingkungan alami maupun lingkungan sosial, dan 3) Faktor instrumental input, yang di dalamnya antara lain terdiri dari a) kurikulum, b) program/ bahan pengajaran, c sarana dan fasilitas, dan d) guru (tenaga pengajar).

B.     Saran
  1. Bagi Kepala Sekolah; diharapkan dapat lebih memantau dan memonitor disiplin guru dan siswa dalam mengelola kelas agar proses belajar mengajar dapat berjalan dengan optimal. Di samping itu selalu dapat membina dan membimbing dalam upaya menciptakan suasana kelas yang baik, aman dan tertib.
  2. Bagi Guru; hendaknya Bapak/Ibu Guru dapat meningkatkan penerapan pendekatan manajemen kelas yang lebih efektif lagi dengan tetap memperhatikan situasi dan kondisi sekolah.
  3. Bagi siswa; meningkatkan kesadaran akan tugas utamanya sebagai pelajar yang selalu ta'at pada bimbingan dan arahan guru, karena siswa menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam mencapai keberhasilan proses belajar mengajar yang efektif dan efesien


DAFTAR PUSTAKA

Abu Ahmadi, Joko Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar (Bandung: Pustaka Setia, 2005).
Abu Ahmadi, Widodo Supriyono, Psikologi Belajar (Jakarta: Rineka Cipta, 1991).
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: PT.Al-Ma’arif, 1989).
Ali Imran dkk., Manajemen Pendidikan (Malang: Universitas Negeri Malang, 2003).
Cece Wijaya, A. Tabrani Rusyan, Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar Mengajar (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994).
Dimyati, Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: Rineka Cipta, 1999).
Hadari Nawawi, Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas Sebagai Lembaga Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1982).
Muhammad Ali, Guru Dalam Proses Belajar Mengajar (Bandung: Sinar Baru, 1991).
Mujamil Qomar, Meniti Jalan Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2002).
Muljani A. Nurhadi, Administrasi Pendidikan di Sekolah (Yogyakarta: IKIP Yogyakarta, 1983).
Ny. Roestiyah N.K., Didaktik Metodik (Jakarta: Bina Aksara, 1986).
Pins A. Partanto, M. Dahlan al-Barry, Kamus BesarIlmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 1994).
Punaji Setyosari, Rancangan Pembelajaran Teori dan Praktek (Malang: Elang Mas, 2001),
Robert M. Gagne, Prinsip-prinsip Belajar Untuk Pengajaran (Surabaya: Usaha Nasional, 1988).
Roestiyah NK, Masalah-masalah Ilmu Keguruan (Jakarta: Bina Aksara, 1989).
Slameto, Belajar Dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya (Jakarta: Rineka Cipta, 1991).
Sudirman N, dkk, Ilmu Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), hal. 31
Suharsimi Arikunto, Pengelolaan Kelas dan Siswa Sebuah Pendekatan Evaluatif, (Jakarta: Rajawali Pers, 1992).
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dlam Intreraksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000).
Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional,  (Bandung: Citra Umbara, 2003).
W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran (Jakarta: Grasindo, 1991).
Wayan Nurkancana, P.P.N. Sumartana, Evaluasi Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional, 1986).


[1] Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Bandung: Citra Umbara, 2003), hal. 7.
[2] Suharsimi Arikunto, Pengelolaan Kelas dan Siswa Sebuah Pendekatan Evaluatif (Jakarta: Rajawali Pers, 1992), hal. 67.
[3] Ali Imran dkk., Manajemen Pendidikan (Malang: Universitas Negeri Malang, 2003), hal. 45
[4] Pins A. Partanto, M. Dahlan al-Barry, Kamus BesarIlmiah Populer (Surabaya: Arkola, 1994), hal. 434
[5] Suharsimi Arikunto, Pengelolaan Kelas …. Hal. 8
[6] Suharsimi Arikunto, Pengelolaan Kelas …., hal 18
[7] Hadari Nawawi, Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas Sebagai Lembaga Pendidikan (Jakarta: Gunung Agung, 1982), hal. 116
[8] Ali Imran dkk Manajemen Pendidikan… hal. 43
[9] Hadari Nawawi, Organisasi Sekolah .... hal. 115
[10] Cece Wijaya, A. Tabrani Rusyan, Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar Mengajar (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), 113
[11] Suharsimi Arikunto, Pengelolaan Kelas …. hal. 67
[12] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dlam Intreraksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal. 173.
[13] Sudirman N, dkk, Ilmu Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), hal. 31
[14] Cece Wijaya, A. Tabrani Rusyan, Kemampuan Dasar Guru…. Hal. 114.
[15] Suharsimi Arikunto, 64-65
[16] Sunaryo, hal. 64-65
[17] Mujamil Qomar, Meniti Jalan Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset,
2002), 298.
[18] Muljani A. Nurhadi, Administrasi Pendidikan di Sekolah (Yogyakarta: IKIP Yogyakarta, 1983), 163-171.

[19] Sudirman dkk, Op.Cit., 328.
[20] Sudirman N, et.al., Op.Cit., 328-332.
[21]  Dimyati, Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), 7.
[22]  Dimyati, Mudjiono, Op.Cit., 25.
[23]  Punaji Setyosari, Rancangan Pembelajaran Teori dan Praktek (Malang: Elang Mas,
2001), 4.
[24]  Abu Ahmadi, Joko Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar (Bandung: Pustaka Setia,
2005), 103.
[25]  Slameto, Belajar Dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hal. 75.
[26]  Slameto, Op.Cit., 94.
[27]  Roestiyah NK, Masalah-masalah Ilmu Keguruan (Jakarta: Bina Aksara, 1989), 44.
[28]  Sudirman N, et.al., Op. Cit., 203.
[29] Muhammad Ali, Guru Dalam Proses Belajar Mengajar (Bandung: Sinar Baru, 1991), 94.
[30]  Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: PT.Al-Ma’arif,
1989), 51.
[31]  Sudirman N, et.al., Op. Cit., 203.
[32]  Roestiyah NK., Op. Cit., 53.
[33] Sudirman N, et.al., Op. Cit., 203.
[34] Pius A. Partanto, M. Dahlan al-Barry, Op. Cit., 163.
[35]  Wayan Nurkancana, P.P.N. Sumartana, Evaluasi Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional, 1986), hal. 1.
[36]  Roestiyah N.K.,Op. Cit., 85.
[37]  Abu Ahmadi, Widodo Supriyono, Psikologi Belajar (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hal. 189.
[38]  Muhammad Ali, Op. Cit., 113.
[39]  W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran (Jakarta: Grasindo, 1991), hal. 318.
[40] Abu Ahmadi, Widodo Supriyono, Op. Cit., 189.
[41] Dimyati, Mudjiono, Op. Cit., 169.
[42]  Robert M. Gagne, Prinsip-prinsip Belajar Untuk Pengajaran (Surabaya: Usaha Nasional, 1988), hal 144.
[43]  Ny. Roestiyah N.K., Didaktik Metodik (Jakarta: Bina Aksara, 1986), hal. 26.
READ MORE - MANAJEMEN KELAS; UPAYA MENCIPTAKAN PROSES BELAJAR MENGAJAR YANG EFEKTIF
Baca Selanjutnya - MANAJEMEN KELAS; UPAYA MENCIPTAKAN PROSES BELAJAR MENGAJAR YANG EFEKTIF