Minggu, 14 November 2010

Panduan Ibadah Qurban

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya, Maka shalatlah untuk Rabbmu dan sembelihlah hewan.” (QS. Al Kautsar: 2). Syaikh Abdullah Alu Bassaam mengatakan, “Sebagian ulama ahli tafsir mengatakan; Yang dimaksud dengan menyembelih hewan adalah menyembelih hewan qurban setelah shalat Ied.” Pendapat ini dinukilkan dari Qatadah, Atha’ dan Ikrimah (Taisirul ‘Allaam, 534 Taudhihul Ahkaam, IV/450. Lihat juga Shahih Fiqih Sunnah II/366). Dalam istilah ilmu fiqih hewan qurban biasa disebut dengan nama Al Udh-hiyah yang bentuk jamaknya Al Adhaahi (dengan huruf ha’ tipis)

Pengertian Udh-hiyah

Udh-hiyah adalah hewan ternak yang disembelih pada hari Iedul Adha dan hari Tasyriq dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah karena datangnya hari raya tersebut (lihat Al Wajiz, 405 dan Shahih Fiqih Sunnah II/366)

Keutamaan Qurban

Menyembelih qurban termasuk amal salih yang paling utama. Ibunda ‘Aisyah radhiyallahu’anha menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah anak Adam melakukan suatu amalan pada hari Nahr (Iedul Adha) yang lebih dicintai oleh Allah melebihi mengalirkan darah (qurban), maka hendaknya kalian merasa senang karenanya.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al Hakim dengan sanad sahih, lihat Taudhihul Ahkam, IV/450)

Hadis di atas didhaifkan oleh Syaikh Al Albani (dhaif Ibn Majah, 671). Namun kegoncangan hadis di atas tidaklah menyebabkan hilangnya keutamaan berqurban. Banyak ulama menjelaskan bahwa menyembelih hewan qurban pada hari idul Adlha lebih utama dari pada sedekah yang senilai atau harga hewan qurban atau bahkan sedekah yang lebih banyak dari pada nilai hewan qurban. Karena maksud terpenting dalam berqurban adalah mendekatkan diri kepada Allah. Disamping itu, menyembelih qurban lebih menampakkan syi’ar islam dan lebih sesuai dengan sunnah. (lih. Shahih Fiqh Sunnah 2/379 & Syarhul Mumthi’ 7/521)

Hukum Qurban

Dalam hal ini para ulama terbagi dalam dua pendapat:

Pendapat Pertama, wajib bagi orang yang berkelapangan. Ulama yang berpendapat demikian adalah Rabi’ah (guru Imam Malik), Al Auza’i, Abu Hanifah, Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya, Laits bin Sa’ad serta sebagian ulama pengikut Imam Malik, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahumullah. Syaikh Ibn Utsaimin mengatakan: “Pendapat yang menyatakan wajib itu tampak lebih kuat dari pada pendapat yang menyatakan tidak wajib. Akan tetapi hal itu hanya diwajibkan bagi yang mampu…” (lih. Syarhul Mumti’, III/408) Diantara dalilnya adalah hadits Abu Hurairah yang menyatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang berkelapangan (harta) namun tidak mau berqurban maka jangan sekali-kali mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ibnu Majah 3123, Al Hakim 7672 dan dihasankan oleh Syaikh Al Albani)

Pendapat Kedua menyatakan Sunnah Mu’akkadah (ditekankan). Dan ini adalah pendapat mayoritas ulama yaitu Malik, Syafi’i, Ahmad, Ibnu Hazm dan lain-lain. Ulama yang mengambil pendapat ini berdalil dengan riwayat dari Abu Mas’ud Al Anshari radhiyallahu ‘anhu. Beliau mengatakan, “Sesungguhnya aku sedang tidak akan berqurban. Padahal aku adalah orang yang berkelapangan. Itu kulakukan karena aku khawatir kalau-kalau tetanggaku mengira qurban itu adalah wajib bagiku.” (HR. Abdur Razzaq dan Baihaqi dengan sanad shahih). Demikian pula dikatakan oleh Abu Sarihah, “Aku melihat Abu Bakar dan Umar sementara mereka berdua tidak berqurban.” (HR. Abdur Razzaaq dan Baihaqi, sanadnya shahih) Ibnu Hazm berkata, “Tidak ada riwayat sahih dari seorang sahabatpun yang menyatakan bahwa qurban itu wajib.” (lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/367-368, Taudhihul Ahkaam, IV/454)

Dalil-dalil di atas merupakan dalil pokok yang digunakan masing-masing pendapat. Jika dijabarkan semuanya menunjukkan masing-masing pendapat sama kuat. Sebagian ulama memberikan jalan keluar dari perselisihan dengan menasehatkan: “…selayaknya bagi mereka yang mampu, tidak meninggalkan berqurban. Karena dengan berqurban akan lebih menenangkan hati dan melepaskan tanggungan, wallahu a’lam.” (Tafsir Adwa’ul Bayan, 1120)

Yakinlah…! bagi mereka yang berqurban, Allah akan segera memberikan ganti biaya qurban yang dia keluarkan. Karena setiap pagi Allah mengutus dua malaikat, yang satu berdo’a: “Yaa Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfaq.” Dan yang kedua berdo’a: “Yaa Allah, berikanlah kehancuran bagi orang yang menahan hartanya (pelit).” (HR. Al Bukhari 1374 & Muslim 1010).

Hewan yang Boleh Digunakan Untuk Qurban

Hewan qurban hanya boleh dari kalangan Bahiimatul Al An’aam (hewan ternak tertentu) yaitu onta, sapi atau kambing dan tidak boleh selain itu. Bahkan sekelompok ulama menukilkan adanya ijma’ (kesepakatan) bahwasanya qurban tidak sah kecuali dengan hewan-hewan tersebut (lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/369 dan Al Wajiz 406) Dalilnya adalah firman Allah yang artinya, “Dan bagi setiap umat Kami berikan tuntunan berqurban agar kalian mengingat nama Allah atas rezki yang dilimpahkan kepada kalian berupa hewan-hewan ternak (bahiimatul an’aam).” (QS. Al Hajj: 34) Syaikh Ibnu ‘Utsaimin mengatakan, “Bahkan jika seandainya ada orang yang berqurban dengan jenis hewan lain yang lebih mahal dari pada jenis ternak tersebut maka qurbannya tidak sah. Andaikan dia lebih memilih untuk berqurban seekor kuda seharga 10.000 real sedangkan seekor kambing harganya hanya 300 real maka qurbannya (dengan kuda) itu tidak sah…” (Syarhul Mumti’, III/409)

Seekor Kambing Untuk Satu Keluarga

Seekor kambing cukup untuk qurban satu keluarga, dan pahalanya mencakup seluruh anggota keluarga meskipun jumlahnya banyak atau bahkan yang sudah meninggal dunia. Sebagaimana hadits Abu Ayyub radhiyallahu’anhu yang mengatakan, “Pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seseorang (suami) menyembelih seekor kambing sebagai qurban bagi dirinya dan keluarganya.” (HR. Tirmidzi dan beliau menilainya shahih, lihat Minhaajul Muslim, 264 dan 266).

Oleh karena itu, tidak selayaknya seseorang mengkhususkan qurban untuk salah satu anggota keluarganya tertentu, misalnya kambing 1 untuk anak si A, kambing 2 untuk anak si B, karunia dan kemurahan Allah sangat luas maka tidak perlu dibatasi.

Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berqurban untuk seluruh dirinya dan seluruh umatnya. Suatu ketika beliau hendak menyembelih kambing qurban. Sebelum menyembelih beliau mengatakan:”Yaa Allah ini – qurban – dariku dan dari umatku yang tidak berqurban.” (HR. Abu Daud 2810 & Al Hakim 4/229 dan dishahihkan Syaikh Al Albani dalam Al Irwa’ 4/349). Berdasarkan hadis ini, Syaikh Ali bin Hasan Al Halaby mengatakan: “Kaum muslimin yang tidak mampu berqurban, mendapatkan pahala sebagaimana orang berqurban dari umat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Adapun yang dimaksud: “…kambing hanya boleh untuk satu orang, sapi untuk tujuh orang, dan onta 10 orang…” adalah biaya pengadaannya. Biaya pengadaan kambing hanya boleh dari satu orang, biaya pengadaan sapi hanya boleh dari maksimal tujuh orang dst.

Namun seandainya ada orang yang hendak membantu shohibul qurban yang kekurangan biaya untuk membeli hewan, maka diperbolehkan dan tidak mempengaruhi status qurbannya. Dan status bantuan di sini adalah hadiah bagi shohibul qurban. Apakah harus izin terlebih dahulu kepada pemilik hewan?

Jawab: Tidak harus, karena dalam transaksi hadiah tidak dipersyaratkan memberitahukan kepada orang yang diberi sedekah.

Ketentuan Untuk Sapi & Onta

Seekor Sapi dijadikan qurban untuk 7 orang. Sedangkan seekor onta untuk 10 orang. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu beliau mengatakan, “Dahulu kami penah bersafar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu tibalah hari raya Iedul Adha maka kami pun berserikat sepuluh orang untuk qurban seekor onta. Sedangkan untuk seekor sapi kami berserikat sebanyak tujuh orang.” (Shahih Sunan Ibnu Majah 2536, Al Wajiz, hal. 406)

Dalam masalah pahala, ketentuan qurban sapi sama dengan ketentuan qurban kambing. Artinya urunan 7 orang untuk qurban seekor sapi, pahalanya mencakup seluruh anggota keluarga dari 7 orang yang ikut urunan.

Arisan Qurban Kambing?

Mengadakan arisan dalam rangka berqurban masuk dalam pembahasan berhutang untuk qurban. Karena hakekat arisan adalah hutang. Sebagian ulama menganjurkan untuk berqurban meskipun harus hutang. Di antaranya adalah Imam Abu Hatim sebagaimana dinukil oleh Ibn Katsir dari Sufyan At Tsauri (Tafsir Ibn Katsir, surat Al Hajj:36)(*) Demikian pula Imam Ahmad dalam masalah aqiqah. Beliau menyarankan agar orang yang tidak memiliki biaya aqiqah agar berhutang dalam rangka menghidupkan sunnah aqiqah di hari ketujuh setelah kelahiran.

(*) Sufyan At Tsauri rahimahullah mengatakan: Dulu Abu Hatim pernah berhutang untuk membeli unta qurban. Beliau ditanya: “Kamu berhutang untuk beli unta qurban?” beliau jawab: “Saya mendengar Allah berfirman: لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ (kamu memperoleh kebaikan yang banyak pada unta-unta qurban tersebut) (QS: Al Hajj:36).” (lih. Tafsir Ibn Katsir, surat Al Hajj: 36).

Sebagian ulama lain menyarankan untuk mendahulukan pelunasan hutang dari pada berqurban. Di antaranya adalah Syaikh Ibn Utsaimin dan ulama tim fatwa islamweb.net di bawah pengawasan Dr. Abdullah Al Faqih (lih. Fatwa Syabakah Islamiyah no. 7198 & 28826). Syaikh Ibn Utsaimin mengatakan: “Jika orang punya hutang maka selayaknya mendahulukan pelunasan hutang dari pada berqurban.” (Syarhul Mumti’ 7/455). Bahkan Beliau pernah ditanya tentang hukum orang yang tidak jadi qurban karena uangnya diserahkan kepada temannya yang sedang terlilit hutang, dan beliau jawab: “Jika di hadapkan dua permasalahan antara berqurban atau melunaskan hutang orang faqir maka lebih utama melunasi hutang, lebih-lebih jika orang yang sedang terlilit hutang tersebut adalah kerabat dekat.” (lih. Majmu’ Fatawa & Risalah Ibn Utsaimin 18/144).

Namun pernyataan-pernyataan ulama di atas tidaklah saling bertentangan. Karena perbedaan ini didasari oleh perbedaan dalam memandang keadaan orang yang berhutang. Sikap ulama yang menyarankan untuk berhutang ketika qurban dipahami untuk kasus orang yang keadaanya mudah dalam melunasi hutang atau kasus hutang yang jatuh temponya masih panjang. Sedangkan anjuran sebagian ulama untuk mendahulukan pelunasan hutang dari pada qurban dipahami untuk kasus orang yang kesulitan melunasi hutang atau hutang yang menuntut segera dilunasi. Dengan demikian, jika arisan qurban kita golongkan sebagai hutang yang jatuh temponya panjang atau hutang yang mudah dilunasi maka berqurban dengan arisan adalah satu hal yang baik. Wallahu a’lam.

Qurban Kerbau?

Para ulama’ menyamakan kerbau dengan sapi dalam berbagai hukum dan keduanya disikapi sebagai satu jenis (Mausu’ah Fiqhiyah Quwaithiyah 2/2975). Ada beberapa ulama yang secara tegas membolehkan berqurban dengan kerbau, dari kalangan Syafi’iyah (lih. Hasyiyah Al Bajirami) maupun dari Hanafiyah (lih. Al ‘Inayah Syarh Hidayah 14/192 dan Fathul Qodir 22/106). Mereka menganggap keduanya satu jenis.

Syaikh Ibn Al Utasimin pernah ditanya tentang hukum qurban dengan kerbau.

Pertanyaan:

“Kerbau dan sapi memiliki perbedaan dalam banyak sifat sebagaimana kambing dengan domba. Namun Allah telah merinci penyebutan kambing dengan domba tetapi tidak merinci penyebutan kerbau dengan sapi, sebagaimana disebutkan dalam surat Al An’am 143. Apakah boleh berqurban dengan kerbau?”

Beliau menjawab:

“Jika hakekat kerbau termasuk sapi maka kerbau sebagaimana sapi namun jika tidak maka (jenis hewan) yang Allah sebut dalam alqur’an adalah jenis hewan yang dikenal orang arab, sedangkan kerbau tidak termasuk hewan yang dikenal orang arab.” (Liqa’ Babil Maftuh 200/27)

Jika pernyataan Syaikh Ibn Utsaimin kita bawa pada penjelasan ulama di atas maka bisa disimpulkan bahwa qurban kerbau hukumnya sah, karena kerbau sejenis dengan sapi. Wallahu a’lam.

Urunan Qurban Satu Sekolahan

Terdapat satu tradisi di lembaga pendidikan di daerah kita, ketika iedul adha tiba sebagian sekolahan menggalakkan kegiatan latihan qurban bagi siswa. Masing-masing siswa dibebani iuran sejumlah uang tertentu. Hasilnya digunakan untuk membeli kambing dan disembelih di hari-hari qurban. Apakah ini bisa dinilai sebagai ibadah qurban?

Perlu dipahami bahwa qurban adalah salah satu ibadah dalam islam yang memiliki aturan tertentu sebagaimana yang digariskan oleh syari’at. Keluar dari aturan ini maka tidak bisa dinilai sebagai ibadah qurban alias qurbannya tidak sah. Di antara aturan tersebut adalah masalah pembiayaan. Sebagaimana dipahami di muka, biaya pengadaan untuk seekor kambing hanya boleh diambilkan dari satu orang. Oleh karena itu kasus tradisi ‘qurban’ seperti di atas tidak dapat dinilai sebagai qurban.

Berqurban Atas Nama Orang yang Sudah Meninggal?

Berqurban untuk orang yang telah meninggal dunia dapat dirinci menjadi tiga bentuk:

- Orang yang meninggal bukan sebagai sasaran qurban utama namun statusnya mengikuti qurban keluarganya yang masih hidup. Misalnya seseorang berqurban untuk dirinya dan keluarganya sementara ada di antara keluarganya yang telah meninggal. Berqurban jenis ini dibolehkan dan pahala qurbannya meliputi dirinya dan keluarganya meskipun ada yang sudah meninggal.

- Berqurban khusus untuk orang yang telah meninggal tanpa ada wasiat dari mayit. Sebagian ulama madzhab hambali menganggap ini sebagai satu hal yang baik dan pahalanya bisa sampai kepada mayit, sebagaimana sedekah atas nama mayit (lih. Fatwa Majlis Ulama Saudi no. 1474 & 1765). Namun sebagian ulama’ bersikap keras dan menilai perbuatan ini sebagai satu bentuk bid’ah, mengingat tidak ada tuntunan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak ada riwayat bahwasanya beliau berqurban atas nama Khadijah, Hamzah, atau kerabat beliau lainnya yang mendahului beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

- Berqurban khusus untuk orang yang meninggal karena mayit pernah mewasiatkan agar keluarganya berqurban untuknya jika dia meninggal. Berqurban untuk mayit untuk kasus ini diperbolehkan jika dalam rangka menunaikan wasiat si mayit. (Dinukil dari catatan kaki Syarhul Mumti’ yang diambil dari Risalah Udl-hiyah Syaikh Ibn Utsaimin 51.

Umur Hewan Qurban

Untuk onta dan sapi: Jabir meriwayatkan Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Janganlah kalian menyembelih (qurban) kecuali musinnah. Kecuali apabila itu menyulitkan bagi kalian maka kalian boleh menyembelihdomba jadza’ah.” (Muttafaq ‘alaih)

Musinnah adalah hewan ternak yang sudah dewasa, dengan rincian:

No.

Hewan

Umur minimal

1.

Onta

5 tahun

2.

Sapi

2 tahun

3.

Kambing jawa

1 tahun

4.

Domba/ kambing gembel

6 bulan
(domba Jadza’ah)

(lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/371-372, Syarhul Mumti’, III/410, Taudhihul Ahkaam, IV/461)

Cacat Hewan Qurban

Cacat hewan qurban dibagi menjadi 3:

1. Cacat yang menyebabkan tidak sah untuk berqurban, ada 4 (**):

- Buta sebelah dan jelas sekali kebutaannya: Jika butanya belum jelas – orang yang melihatnya menilai belum buta – meskipun pada hakekatnya kambing tersebut satu matanya tidak berfungsi maka boleh diqurbankan. Demikian pula hewan yang rabun senja. ulama’ madzhab syafi’iyah menegaskan hewan yang rabun boleh digunakan untuk qurban karena bukan termasuk hewan yang buta sebelah matanya.

- Sakit dan tampak sekali sakitnya.

- Pincang dan tampak jelas pincangnya: Artinya pincang dan tidak bisa berjalan normal. Akan tetapi jika baru kelihatan pincang namun bisa berjalan dengan baik maka boleh dijadikan hewan qurban.

- Sangat tua sampai-sampai tidak punya sumsum tulang.

Dan jika ada hewan yang cacatnya lebih parah dari 4 jenis cacat di atas maka lebih tidak boleh untuk digunakan berqurban. (lih. Shahih Fiqih Sunnah, II/373 & Syarhul Mumti’ 3/294).

2. Cacat yang menyebabkan makruh untuk berqurban, ada 2 (***):

- Sebagian atau keseluruhan telinganya terpotong

- Tanduknya pecah atau patah (lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/373)

Cacat yang tidak berpengaruh pada hewan qurban (boleh dijadikan untuk qurban) namun kurang sempurna.

Selain 6 jenis cacat di atas atau cacat yang tidak lebih parah dari itu maka tidak berpengaruh pada status hewan qurban. Misalnya tidak bergigi (ompong), tidak berekor, bunting, atau tidak berhidung. Wallahu a’lam

(lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/373)

(**) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang cacat hewan apa yang harus dihindari ketika berqurban. Beliau menjawab: “Ada empat cacat… dan beliau berisyarat dengan tangannya.” (HR. Ahmad 4/300 & Abu Daud 2802, dinyatakan Hasan-Shahih oleh Turmudzi). Sebagian ulama menjelaskan bahwa isyarat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tangannya ketika menyebutkan empat cacat tersebut menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membatasi jenis cacat yang terlarang. Sehingga yang bukan termasuk empat jenis cacat sebagaimana dalam hadis boleh digunakan sebagai qurban. (Syarhul Mumthi’ 7/464)

(***) Terdapat hadis yang menyatakan larangan berqurban dengan hewan yang memilki dua cacat, telinga terpotong atau tanduk pecah. Namun hadisnya dlo’if, sehingga sebagian ulama menggolongkan cacat jenis kedua ini hanya menyebabkan makruh dipakai untuk qurban. (Syarhul Mumthi’ 7/470)

Hewan yang Disukai dan Lebih Utama untuk Diqurbankan

Hendaknya hewan yang diqurbankan adalah hewan yang gemuk dan sempurna. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala yang artinya, “…barangsiapa yang mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah maka sesungguhnya itu adalah berasal dari ketakwaan hati.” (QS. Al Hajj: 32). Berdasarkan ayat ini Imam Syafi’i rahimahullah menyatakan bahwa orang yang berqurban disunnahkan untuk memilih hewan qurban yang besar dan gemuk. Abu Umamah bin Sahl mengatakan, “Dahulu kami di Madinah biasa memilih hewan yang gemuk dalam berqurban. Dan memang kebiasaan kaum muslimin ketika itu adalah berqurban dengan hewan yang gemuk-gemuk.” (HR. Bukhari secara mu’allaq namun secara tegas dan dimaushulkan oleh Abu Nu’aim dalam Al Mustakhraj, sanadnya hasan)

Diantara ketiga jenis hewan qurban maka menurut mayoritas ulama yang paling utama adalah berqurban dengan onta, kemudian sapi kemudian kambing, jika biaya pengadaan masing-masing ditanggung satu orang (bukan urunan). Dalilnya adalah jawaban Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ditanya oleh Abu Dzar radhiallahu ‘anhu tentang budak yang lebih utama. Beliau bersabda, “Yaitu budak yang lebih mahal dan lebih bernilai dalam pandangan pemiliknya” (HR. Bukhari dan Muslim). (lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/374)

Manakah yang Lebih Baik, Ikut Urunan Sapi atau Qurban Satu Kambing?

Sebagian ulama menjelaskan qurban satu kambing lebih baik dari pada ikut urunan sapi atau onta, karena tujuh kambing manfaatnya lebih banyak dari pada seekor sapi (lih. Shahih Fiqh Sunnah, 2/375, Fatwa Lajnah Daimah no. 1149 & Syarhul Mumthi’ 7/458). Disamping itu, terdapat alasan lain diantaranya:

· Qurban yang sering dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah utuh satu ekor, baik kambing, sapi, maupun onta, bukan 1/7 sapi atau 1/10 onta.

· Kegiatan menyembelihnya lebih banyak. Lebih-lebih jika hadis yang menyebutkan keutamaan qurban di atas statusnya shahih. Hal ini juga sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh penulis kitab Al Muhadzab Al Fairuz Abadzi As Syafi’i. (lih. Al Muhadzab 1/74)

· Terdapat sebagian ulama yang melarang urunan dalam berqurban, diantaranya adalah Mufti Negri Saudi Syaikh Muhammad bin Ibrahim (lih. Fatwa Lajnah 11/453). Namun pelarangan ini didasari dengan qiyas (analogi) yang bertolak belakang dengan dalil sunnah, sehingga jelas salahnya.

Apakah Harus Jantan?

Tidak ada ketentuan jenis kelamin hewan qurban. Boleh jantan maupun betina. Dari Umu Kurzin radliallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Aqiqah untuk anal laki-laki dua kambing dan anak perempuan satu kambing. Tidak jadi masalah jantan maupun betina.” (HR. Ahmad 27900 & An Nasa’i 4218 dan dishahihkan Syaikh Al Albani). Berdasarkan hadis ini, Al Fairuz Abadzi As Syafi’i mengatakan: “Jika dibolehkan menggunakan hewan betina ketika aqiqah berdasarkan hadis ini, menunjukkan bahwa hal ini juga boleh untuk berqurban.” (Al Muhadzab 1/74)

Namun umumnya hewan jantan itu lebih baik dan lebih mahal dibandingkan hewan betina. Oleh karena itu, tidak harus hewan jantan namun diutamakan jantan.

Larangan Bagi yang Hendak Berqurban

Orang yang hendak berqurban dilarang memotong kuku dan memotong rambutnya (yaitu orang yang hendak qurban bukan hewan qurbannya). Dari Ummu Salamah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda, “Apabila engkau telah memasuki sepuluh hari pertama (bulan Dzulhijjah) sedangkan diantara kalian ingin berqurban maka janganlah dia menyentuh sedikitpun bagian dari rambut dan kulitnya.” (HR. Muslim). Larangan tersebut berlaku untuk cara apapun dan untuk bagian manapun, mencakup larangan mencukur gundul atau sebagian saja, atau sekedar mencabutinya. Baik rambut itu tumbuh di kepala, kumis, sekitar kemaluan maupun di ketiak (lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/376).

Apakah larangan ini hanya berlaku untuk kepala keluarga ataukah berlaku juga untuk anggota keluarga shohibul qurban?

Jawab: Larangan ini hanya berlaku untuk kepala keluarga (shohibul qurban) dan tidak berlaku bagi anggota keluarganya. Karena 2 alasan:

· Dlahir hadis menunjukkan bahwa larangan ini hanya berlaku untuk yang mau berqurban.

· Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sering berqurban untuk dirinya dan keluarganya. Namun belum ditemukan riwayat bahwasanya beliau menyuruh anggota keluarganya untuk tidak memotong kuku maupun rambutnya. (Syarhul Mumti’ 7/529)

Waktu Penyembelihan

Waktu penyembelihan qurban adalah pada hari Iedul Adha dan 3 hari sesudahnya (hari tasyriq). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap hari taysriq adalah (hari) untuk menyembelih (qurban).” (HR. Ahmad dan Baihaqi) Tidak ada perbedaan waktu siang ataupun malam. Baik siang maupun malam sama-sama dibolehkan. Namun menurut Syaikh Al Utsaimin, melakukan penyembelihan di waktu siang itu lebih baik. (Tata Cara Qurban Tuntunan Nabi, hal. 33). Para ulama sepakat bahwa penyembelihan qurban tidak boleh dilakukan sebelum terbitnya fajar di hari Iedul Adha. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menyembelih sebelum shalat Ied maka sesungguhnya dia menyembelih untuk dirinya sendiri (bukan qurban). Dan barangsiapa yang menyembelih sesudah shalat itu maka qurbannya sempurna dan dia telah menepati sunnahnya kaum muslimin.” (HR. Bukhari dan Muslim) (lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/377)

Tempat Penyembelihan

Tempat yang disunnahkan untuk menyembelih adalah tanah lapangan tempat shalat ‘ied diselenggarakan. Terutama bagi imam/penguasa/tokoh masyarakat, dianjurkan untuk menyembelih qurbannya di lapangan dalam rangka memberitahukan kepada kaum muslimin bahwa qurban sudah boleh dilakukan dan mengajari tata cara qurban yang baik. Ibnu ‘Umar mengatakan, “Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menyembelih kambing dan onta (qurban) di lapangan tempat shalat.” (HR. Bukhari 5552).

Dan dibolehkan untuk menyembelih qurban di tempat manapun yang disukai, baik di rumah sendiri ataupun di tempat lain. (Lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/378)

Penyembelih Qurban

Disunnahkan bagi shohibul qurban untuk menyembelih hewan qurbannya sendiri namun boleh diwakilkan kepada orang lain. Syaikh Ali bin Hasan mengatakan: “Saya tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama’ dalam masalah ini.” Hal ini berdasarkan hadits Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu di dalam Shahih Muslim yang menceritakan bahwa pada saat qurban Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyembelih beberapa onta qurbannya dengan tangan beliau sendiri kemudian sisanya diserahkan kepada Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu untuk disembelih. (lih. Ahkaamul Idain, 32)

Tata Cara Penyembelihan

1. Sebaiknya pemilik qurban menyembelih hewan qurbannya sendiri.

2. Apabila pemilik qurban tidak bisa menyembelih sendiri maka sebaiknya dia ikut datang menyaksikan penyembelihannya.

3. Hendaknya memakai alat yang tajam untuk menyembelih.

4. Hewan yang disembelih dibaringkan di atas lambung kirinya dan dihadapkan ke kiblat. Kemudian pisau ditekan kuat-kuat supaya cepat putus.

5. Ketika akan menyembelih disyari’akan membaca “Bismillaahi wallaahu akbar” ketika menyembelih. Untuk bacaan bismillah (tidak perlu ditambahi Ar Rahman dan Ar Rahiim) hukumnya wajib menurut Imam Abu Hanifah, Malik dan Ahmad, sedangkan menurut Imam Syafi’i hukumnya sunnah. Adapun bacaan takbir – Allahu akbar – para ulama sepakat kalau hukum membaca takbir ketika menyembelih ini adalah sunnah dan bukan wajib. Kemudian diikuti bacaan:

- hadza minka wa laka.” (HR. Abu Dawud 2795) Atau

- hadza minka wa laka ‘anni atau ‘an fulan (disebutkan nama shahibul qurban).” atau

- Berdoa agar Allah menerima qurbannya dengan doa, “Allahumma taqabbal minni atau min fulan (disebutkan nama shahibul qurban)” (lih. Tata Cara Qurban Tuntunan Nabi, hal. 92)Catatan: Tidak terdapat do’a khusus yang panjang bagi shohibul qurban ketika hendak menyembelih. Wallahu a’lam.

Bolehkah Mengucapkan Shalawat Ketika Menyembelih?

Tidak boleh mengucapkan shalawat ketika hendak menyembelih, karena 2 alasan:

1. Tidak terdapat dalil bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan shalawat ketika menyembelih. Sementara beribadah tanpa dalil adalah perbuatan bid’ah.

2. Bisa jadi orang akan menjadikan nama Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai wasilah ketika qurban. Atau bahkan bisa jadi seseorang membayangkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menyembelih, sehingga sembelihannya tidak murni untuk Allah. (lih. Syarhul Mumti’ 7/492)

Pemanfaatan Hasil Sembelihan

Bagi pemilik hewan qurban dibolehkan memanfaatkan daging qurbannya, melalui:

1. Dimakan sendiri dan keluarganya, bahkan sebagian ulama menyatakan shohibul qurban wajib makan bagian hewan qurbannya. Termasuk dalam hal ini adalah berqurban karena nadzar menurut pendapat yang benar.

2. Disedekahkan kepada orang yang membutuhkan

3. Dihadiahkan kepada orang yang kaya

4. Disimpan untuk bahan makanan di lain hari. Namun penyimpanan ini hanya dibolehkan jika tidak terjadi musim paceklik atau krisis makanan.

Dari Salamah bin Al Akwa’ dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa diantara kalian yang berqurban maka jangan sampai dia menjumpai subuh hari ketiga sesudah Ied sedangkan dagingnya masih tersisa walaupun sedikit.” Ketika datang tahun berikutnya maka para sahabat mengatakan, “Wahai Rasulullah, apakah kami harus melakukan sebagaimana tahun lalu ?” Maka beliau menjawab, “(Adapun sekarang) Makanlah sebagian, sebagian lagi berikan kepada orang lain dan sebagian lagi simpanlah. Pada tahun lalu masyarakat sedang mengalami kesulitan (makanan) sehingga aku berkeinginan supaya kalian membantu mereka dalam hal itu.” (HR. Bukhari dan Muslim). Menurut mayoritas ulama perintah yang terdapat dalam hadits ini menunjukkan hukum sunnah, bukan wajib (lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/378) Oleh sebab itu, boleh mensedekahkan semua hasil sembelihan qurban. Sebagaimana diperbolehkan untuk tidak menghadiahkannya (kepada orang kaya, ed.) sama sekali kepada orang lain (Minhaajul Muslim, 266). (artinya hanya untuk shohibul qurban dan sedekah pada orang miskin, ed.)

Bolehkah Memberikan Daging Qurban Kepada Orang Kafir?

Ulama madzhab Malikiyah berpendapat makruhnya memberikan daging qurban kepada orang kafir, sebagaimana kata Imam Malik: “(diberikan) kepada selain mereka (orang kafir) lebih aku sukai.” Sedangkan syafi’iyah berpendapat haramnya memberikan daging qurban kepada orang kafir untuk qurban yang wajib (misalnya qurban nadzar, pen.) dan makruh untuk qurban yang sunnah. (lih. Fatwa Syabakah Islamiyah no. 29843). Al Baijuri As Syafi’I mengatakan: “Dalam Al Majmu’ (Syarhul Muhadzab) disebutkan, boleh memberikan sebagian qurban sunnah kepada kafir dzimmi yang faqir. Tapi ketentuan ini tidak berlaku untuk qurban yang wajib.” (Hasyiyah Al Baijuri 2/310)

Lajnah Daimah (Majlis Ulama’ saudi Arabia) ditanya tentang bolehkah memberikan daging qurban kepada orang kafir.

Jawaban Lajnah:

“Kita dibolehkan memberi daging qurban kepada orang kafir Mu’ahid (****) baik karena statusnya sebagai orang miskin, kerabat, tetangga, atau karena dalam rangka menarik simpati mereka… namun tidak dibolehkan memberikan daging qurban kepada orang kafir Harby, karena kewajiban kita kepada kafir harby adalah merendahkan mereka dan melemahkan kekuatan mereka. Hukum ini juga berlaku untuk pemberian sedekah. Hal ini berdasarkan keumuman firman Allah:

Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al Mumtahanah 8)

Demikian pula Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memerintahkan Asma’ binti Abu Bakr radhiallahu ‘anhu untuk menemui ibunya dengan membawa harta padahal ibunya masih musyrik.” (Fatwa Lajnah Daimah no. 1997).

Kesimpulannya, memberikan bagian hewan qurban kepada orang kafir dibolehkan karena status hewan qurban sama dengan sedekah atau hadiah, dan diperbolehkan memberikan sedekah maupun hadiah kepada orang kafir. Sedangkan pendapat yang melarang adalah pendapat yang tidak kuat karena tidak berdalil.

(****) Kafir Mu’ahid: Orang kafir yang mengikat perjanjian damai dengan kaum muslimin. Termasuk orang kafir mu’ahid adalah orang kafir yang masuk ke negeri islam dengan izin resmi dari pemerintah. Kafir Harby: Orang kafir yang memerangi kaum muslimin. Kafir Dzimmi: Orang kafir yang hidup di bawah kekuasaan kaum muslimin.

Larangan Memperjual-Belikan Hasil Sembelihan

Tidak diperbolehkan memperjual-belikan bagian hewan sembelihan, baik daging, kulit, kepala, teklek, bulu, tulang maupun bagian yang lainnya. Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan aku untuk mengurusi penyembelihan onta qurbannya. Beliau juga memerintahkan saya untuk membagikan semua kulit tubuh serta kulit punggungnya. Dan saya tidak diperbolehkan memberikan bagian apapun darinya kepada tukang jagal.” (HR. Bukhari dan Muslim). Bahkan terdapat ancaman keras dalam masalah ini, sebagaimana hadis berikut:

من باع جلد أضحيته فلا أضحية له

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa yang menjual kulit hewan qurbannya maka ibadah qurbannya tidak ada nilainya.” (HR. Al Hakim 2/390 & Al Baihaqi. Syaikh Al Albani mengatakan: Hasan)

Tetang haramnya pemilik hewan menjual kulit qurban merupakan pendapat mayoritas ulama, meskipun Imam Abu Hanifah menyelisihi mereka. Namun mengingat dalil yang sangat tegas dan jelas maka pendapat siapapun harus disingkirkan.

Catatan:

1. Termasuk memperjual-belikan bagian hewan qurban adalah menukar kulit atau kepala dengan daging atau menjual kulit untuk kemudian dibelikan kambing. Karena hakekat jual-beli adalah tukar-menukar meskipun dengan selain uang.

2. Transaksi jual-beli kulit hewan qurban yang belum dibagikan adalah transaksi yang tidak sah. Artinya penjual tidak boleh menerima uang hasil penjualan kulit dan pembeli tidak berhak menerima kulit yang dia beli. Hal ini sebagaimana perkataan Al Baijuri: “Tidak sah jual beli (bagian dari hewan qurban) disamping transaksi ini adalah haram.” Beliau juga mengatakan: “Jual beli kulit hewan qurban juga tidak sah karena hadis yang diriwayatkan Hakim (baca: hadis di atas).” (Fiqh Syafi’i 2/311).

3. Bagi orang yang menerima kulit dibolehkan memanfaatkan kulit sesuai keinginannya, baik dijual maupun untuk pemanfaatan lainnya, karena ini sudah menjadi haknya. Sedangkan menjual kulit yang dilarang adalah menjual kulit sebelum dibagikan (disedekahkan), baik yang dilakukan panitia maupun shohibul qurban.

Larangan Mengupah Jagal Dengan Bagian Hewan Sembelihan

Dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu bahwa “Beliau pernah diperintahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengurusi penyembelihan ontanya dan agar membagikan seluruh bagian dari sembelihan onta tersebut, baik yang berupa daging, kulit tubuh maupun pelana. Dan dia tidak boleh memberikannya kepada jagal barang sedikitpun.” (HR. Bukhari dan Muslim) dan dalam lafaz lainnya beliau berkata, “Kami mengupahnya dari uang kami pribadi.” (HR. Muslim). Danini merupakan pendapat mayoritas ulama (lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/379)

Syaikh Abdullah Al Bassaam mengatakan, “Tukang jagal tidak boleh diberi daging atau kulitnya sebagai bentuk upah atas pekerjaannya. Hal ini berdasarkan kesepakatan para ulama. Yang diperbolehkan adalah memberikannya sebagai bentuk hadiah jika dia termasuk orang kaya atau sebagai sedekah jika ternyata dia adalah miskin…..” (Taudhihul Ahkaam, IV/464). Pernyataan beliau semakna dengan pernyataan Ibn Qosim yang mengatakan: “Haram menjadikan bagian hewan qurban sebagai upah bagi jagal.” Perkataan beliau ini dikomentari oleh Al Baijuri: “Karena hal itu (mengupah jagal) semakna dengan jual beli. Namun jika jagal diberi bagian dari qurban dengan status sedekah bukan upah maka tidak haram.” (Hasyiyah Al Baijuri As Syafi’i 2/311).

Adapun bagi orang yang memperoleh hadiah atau sedekah daging qurban diperbolehkan memanfaatkannya sekehendaknya, bisa dimakan, dijual atau yang lainnya. Akan tetapi tidak diperkenankan menjualnya kembali kepada orang yang memberi hadiah atau sedekah kepadanya (Tata Cara Qurban Tuntunan Nabi, 69)

Menyembelih Satu Kambing Untuk Makan-Makan Panitia? Atau Panitia Dapat Jatah Khusus?

Status panitia maupun jagal dalam pengurusan hewan qurban adalah sebagai wakil dari shohibul qurban dan bukan amil (*****). Karena statusnya hanya sebagai wakil maka panitia qurban tidak diperkenankan mengambil bagian dari hewan qurban sebagai ganti dari jasa dalam mengurusi hewan qurban. Untuk lebih memudahkan bisa diperhatikan ilustrasi kasus berikut:

Adi ingin mengirim uang Rp 1 juta kepada Budi. Karena tidak bisa ketemu langsung maka Adi mengutus Rudi untuk mengantarkan uang tersebut kepada Budi. Karena harus ada biaya transport dan biaya lainnya maka Adi memberikan sejumlah uang kepada Rudi. Bolehkah uang ini diambilkan dari uang Rp 1 juta yang akan dikirimkan kepada Budi?? Semua orang akan menjawab: “TIDAK BOLEH KARENA BERARTI MENGURANGI UANGNYA BUDI.”

Status Rudi pada kasus di atas hanyalah sebagai wakil Adi. Demikian pula qurban. Status panitia hanya sebagai wakil pemilik hewan, sehingga dia tidak boleh mengambil bagian qurban sebagai ganti dari jasanya. Oleh karena itu, jika menyembelih satu kambing untuk makan-makan panitia, atau panitia dapat jatah khusus sebagai ganti jasa dari kerja yang dilakukan panitia maka ini tidak diperbolehkan.

(*****) Sebagian orang menyamakan status panitia qurban sebagaimana status amil dalam zakat. Bahkan mereka meyebut panitia qurban dengan ‘amil qurban’. Akibatnya mereka beranggapan panitia memiliki jatah khusus dari hewan qurban sebagaimana amil zakat memiliki jatah khusus dari harta zakat. Yang benar, amil zakat tidaklah sama dengan panitia pengurus qurban. Karena untuk bisa disebut amil, harus memenuhi beberapa persyaratan. Sementara pengurus qurban hanya sebatas wakil dari shohibul qurban, sebagaimana status sahabat Ali radhiallahu ‘anhu dalam mengurusi qurban Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan tidak ada riwayat Ali radhiallahu ‘anhu mendapat jatah khusus dari qurbannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Nasehat & Solusi Untuk Masalah Kulit

Satu penyakit kronis yang menimpa ibadah qurban kaum muslimin bangsa kita, mereka tidak bisa lepas dari ‘fiqh praktis’ menjual kulit atau menggaji jagal dengan kulit. Memang kita akui ini adalah jalan pintas yang paling cepat untuk melepaskan diri dari tanggungan mengurusi kulit. Namun apakah jalan pintas cepat ini menjamin keselamatan??? Bertaqwalah kepada Allah wahai kaum muslimin… sesungguhnya ibadah qurban telah diatur dengan indah dan rapi oleh Sang Peletak Syari’ah. Jangan coba-coba untuk keluar dari aturan ini karena bisa jadi qurban kita tidak sah. Berusahalah untuk senantiasa berjalan sesuai syari’at meskipun jalurnya ‘kelihatannya’ lebih panjang dan sedikit menyibukkan. Jangan pula terkecoh dengan pendapat sebagian orang, baik ulama maupun yang ngaku-ngaku ulama, karena orang yang berhak untuk ditaati secara mutlak hanya satu yaitu Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka semua pendapat yang bertentangan dengan hadis beliau harus dibuang jauh-jauh.

Tidak perlu bingung dan merasa repot. Bukankah Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu pernah mengurusi qurbannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang jumlahnya 100 ekor onta?! Tapi tidak ada dalam catatan sejarah Ali bin Abi thalib radhiallahu ‘anhu bingung ngurusi kulit dan kepala. Demikianlah kemudahan yang Allah berikan bagi orang yang 100% mengikuti aturan syari’at. Namun bagi mereka (baca: panitia) yang masih merasa bingung ngurusi kulit, bisa dilakukan beberapa solusi berikut:

1. Kumpulkan semua kulit, kepala, dan kaki hewan qurban. Tunjuk sejumlah orang miskin sebagai sasaran penerima kulit. Tidak perlu diantar ke rumahnya, tapi cukup hubungi mereka dan sampaikan bahwa panitia siap menjualkan kulit yang sudah menjadi hak mereka. Dengan demikian, status panitia dalam hal ini adalah sebagai wakil bagi pemilik kulit untuk menjualkan kulit, bukan wakil dari shohibul qurban dalam menjual kulit.

2. Serahkan semua atau sebagian kulit kepada yayasan islam sosial (misalnya panti asuhan atau pondok pesantren). (Terdapat Fatwa Lajnah yang membolehkan menyerahkan bagian hewan qurban kepada yayasan).

Mengirim sejumlah uang untuk dibelikan hewan qurban di tempat tujuan (di luar daerah pemilik hewan) dan disembelih di tempat tersebut? atau mengirimkan hewan hidup ke tempat lain untuk di sembelih di sana?

Pada asalnya tempat menyembelih qurban adalah daerah orang yang berqurban. Karena orang-orang yang miskin di daerahnya itulah yang lebih berhak untuk disantuni. Sebagian syafi’iyah mengharamkan mengirim hewan qurban atau uang untuk membeli hewan qurban ke tempat lain – di luar tempat tinggal shohibul qurban – selama tidak ada maslahat yang menuntut hal itu, seperti penduduk tempat shohibul qurban yang sudah kaya sementara penduduk tempat lain sangat membutuhkan. Sebagian ulama membolehkan secara mutlak (meskipun tidak ada tuntutan maslahat). Sebagai jalan keluar dari perbedaan pendapat, sebagian ulama menasehatkan agar tidak mengirim hewan qurban ke selain tempat tinggalnya. Artinya tetap disembelih di daerah shohibul qurban dan yang dikirim keluar adalah dagingnya. (lih. Fatwa Syabakah Islamiyah no. 2997, 29048, dan 29843 & Shahih Fiqih Sunnah, II/380

Kesimpulannya, berqurban dengan model seperti ini (mengirim hewan atau uang dan bukan daging) termasuk qurban yang sah namun menyelisihi sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena tiga hal:

· Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat radiallahu ‘anhum tidak pernah mengajarkannya

· Hilangnya sunnah anjuran untuk disembelih sendiri oleh shohibul qurban

· Hilangnya sunnah anjuran untuk makan bagian dari hewan qurban.

Wallaahu waliyut taufiq.

Bagi para pembaca yang ingin membaca penjelasan yang lebih lengkap dan memuaskan silakan baca buku Tata Cara Qurban Tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diterjemahkan Ustadz Aris Munandar hafizhahullah dari Talkhish Kitab Ahkaam Udh-hiyah wadz Dzakaah karya Syaikh Al Utsaimin rahimahullah, penerbit Media Hidayah. Semoga risalah yang ringkas sebagai pelengkap untuk tulisan saudaraku Abu Muslih hafizhahullah ini bermanfaat dan menjadi amal yang diterima oleh Allah ta’ala, sesungguhnya Dia Maha Pemurah lagi Maha Mulia. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta seluruh pengikut beliau yang setia. Alhamdulillaahi Rabbil ‘aalamiin.

Sumber: www.moslem.or.id

READ MORE - Panduan Ibadah Qurban
Baca Selanjutnya - Panduan Ibadah Qurban

Qurban, Korbankan Sifat-Sifat Kebinatangan

اَللهُ اَكْبَرُ ×9 اَكَبْرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ الله كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهُ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، اَلْحَمْدُ لِلّهِ الَذِي أَنْزَلَ الْعِيْدَ ضِيَافَةً لِلْْأَنَامِ وَجَعَلَهُ مِنْ أَكْرَمِ شَعَائِرِ الإِسْلاَمِ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ إِلَيْهِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيْمَ خَلِيْفَةً وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ ألِـهِ وَأَصْحَابِهِ كَمَا صَلَيْتَ عَلىَ إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلـِ إِبْرَاهِيْمَ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا، أَمَّا بَعْدُ، فَيَا اَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ، اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأََنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالىَ فيِ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: إِنَّا أَعْطَيْنكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَآ نِئَكَ هُوَ الأَْبتَرَ. اَللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ وَِللهِ الْحَمْدُ.

Jama'ah Shalat 'Ied yang dimulyakan Allah swt.

Dengan takbir, tahlil dan tahmid, kita sambut Hari Raya Adha pada tahun ini dengan penuh rasa syukur dan tadharru' ke hadirat Allah swt. Lebih dari satu milyard kaum muslimin di seluruh dunia, dengan niat yang sama, sikap yang sama dan ucapan yang sama, juga telah menyambut Hari Raya Adha sekarang ini dengan kalimat-kalimat suci yakni kalimat takbir, kalimat tahlil dan kalimat tahmid.

Betapa hebatnya suara takbir, tahlil dan tahmid yang diucapkan oleh satu milyard lebih kaum muslimin, yang berkumandang semenjak semalam, dan bergema di seantero pelosok planet bumi, dimana gema itu telah memenuhi alam jagad raya, hingga menembus tujuh petala langit.

Kalimat takbir yang diucapkan oleh setiap muslim merupakan manifestasi dari keyakinan, bahwa hanya Allah swt. saja yang paling besar. Selain Allah swt., apakah itu Fir'aun di zaman nabi Musa as... apakah raja Namruz di zaman nabi Ibrahim as…, semuanya adalah kecil dan tak punya kekuatan, tak punya daya dan upaya. Laa haula walaa quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘adzim.

اللهُ أَكْبَرُ ، اللهُ أَكْبَرُ ، اللهُ أَكْبَرُ ، وَللهِ الْحَمْدُ

Kalimat tahlil yang diucapkan oleh setiap muslim adalah manifestasi dari keyakinan bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah swt. Allah yang tidak sama sedikit pun dengan tuhan trinitas milik orang-orang Nashrani (kristen), Allah swt. yang tidak sama sedikit pun dengan tuhan trimurti milik orang-orang Hindu, Allah swt. yang tidak sama sedikit pun dengan tuhan omiterasu milik orang shinto Jepang, Allah swt. yang tidak sama sedikit pun dengan tuhan nabdaul khair dan tuhan madau syar milik orang-orang Mesir Kuno, Allah swt. yang tidak ada syarikat bagi-Nya, dan tidak ada sesuatu pun sebanding dengan Dia. Qul huwallahu ahad………………………

Kalimat tahmid yang diucapkan oleh setiap muslim merupakan manifestasi dari keyakinan, bahwa hanya Allah swt. saja yang berhak disembah, dipuja dan berhak dipuji. Selain Allah swt., apakah itu kuburan para wali, apakah itu kuburan para pahlawan, apakah itu keris peninggalan nenek moyang, apakah itu batu cincin peninggalan Sang Hyang Murbawisesa, apakah itu Tajmahal yang ada di India, apakah itu Phyramide dan Spinx yang ada di Cairo Mesir, apakah itu Candi Borobudur yang ada di Jawa Tengah. Semuanya itu tidak berhak untuk dipuja dan tidak berhak untuk dipuji, apalagi dianggap sakti.

ِإنَّ الْحَمْدَ للهِ

"Sesungguhnya pujian itu hanya milik Allah swt.

Keyakinan dan tekad yang diucapkan dalam bentuk kalimat takbir, kalimat tahlil dan kalimat tahmid, bagi setiap muslim adalah benar-benar merupakan sikap dasar yang mewarnai setiap segi dan aspek dari kehidupan kita. Semua niat, sikap dan amal perbuatannya, bertitik sentral pada Dzat Yang Maha Tunggal, yakni Allah swt. sebagaimana ikrar yang kita ucapkan lima kali dalam sehari semalam…

إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

Sesungguhnya Shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam (Al-‘an’am 162).

Jama'ah Shalat 'Ied yang dimulyakan Allah swt.

Hari Raya Qurban berkaitan erat dengan ibadah haji, yang acara-acara ritualnya juga berkaitan erat dengan nabi Ibrahim as. Beliau adalah seorang nabi dan juga rasul. Beliau sangat diagungkan oleh agama-agama samawi. Antara lain: karena kesediaannya untuk mengorbankan puteranya bernama Ismail.

Sejak zaman dahulu kala, manusia telah mengenal istilah Qurban, bahkan sejak putera-puteri pertama nabi Adam as. Pada masa nabi Ibrahim dan pada masa sebelumnya, manusia sering kali menjadikan manusia lainnya sebagai qurban (kurban) atau sesajen, untuk dipersembahkan kepada tuhan-tuhan atau dewa-dewa yang mereka sembah.

Sejarah memberikan catatan kepada kita bahwa adat budaya dan kebiasaan masyarakat Mesir Kuno mereka mengorbankan gadis tercantik untuk dipersembahkan kepada Dewi Sungai Nil. Di Kan'an negeri Irak, bayi-bayi dikurbankan untuk dipersembahkan kepada Dewa Baal. Suku Aztec di Mexico berkurban dengan cara menyerahkan jantung dan darah manusia kepada matahari. Di Eropa utara, orang-orang Viking yang tadinya mendiami skandinavia mengorbankan pemuka-pemuka agama mereka kepada Dewa Perang "ODIN".

Nabi Ibrahim yang hidup pada abad ke 18 SM., dimana pada saat itu tengah terjadi persimpangan jalan pemikiran kemanusiaan, tentang penyelenggaraan kurban-kurban yang masih berwujud manusia. Disatu pihak ada yang mempertahankan dan di pihak lain ada yang menentang, dengan alasan bahwa manusia terlalu mulia dan terlalu tinggi nilainya untuk dijadikan kurban kepada Dzat yang disembah.

Disinilah ajaran Allah telah datang melalui nabi Ibrahim as, untuk memberi jalan keluar yang memuaskan semua pihak. Beliau diperintahkan Allah swt. melalui suatu mimpi untuk menyembelih anak kesayangannya bernama Ismail. Sebagaimana diabadikan oleh Al Qur'an pada surat As-Shaafat/37 : 102.

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيُ قَالَ يبُنَيَّ إِنِّي أَرَى فيِ الْمَنَامِ، أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى، يأَبَتِي افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللهُ مِنَ الصَّابِرِيْنَ .

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka pikirkanlah apa pendapatmu. Ia menjawab: "Wahai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.

Ayat ini memberikan isyarat bahwa anak yang tercinta sekalipun, dan jiwa yang paling berharga di sisi seseorang, bukanlah sesuatu yang berarti jika Allah swt. telah memintanya, dan tidak ada sesuatu yang dapat dinilai tinggi jika dihadapkan dengan perintah Allah swt.

Pada waktu itu, Ismail adalah satu-satunya anak nabi Ibrahim. Ismail adalah anak kandung cibiran tulang yang menjadi cahaya mata, Ismail adalah tambatan hati nabi Ibrahim, Ismail adalah laksana obat tangkal penyakit, tangkal putus pengharapan, Ismail tumbuh menjadi anak yang sholeh, taat kepada orang tua dan taat kepada Allah swt. Di tengah-tengah kebahagiaan semacam itulah maka datang perintah Allah swt. untuk mengorbankannya.

Hal ini bukan berarti Dienul Islam akan mempertahankan tradisi pengorbanan manusia atas manusia. Karena setelah pisau dihujamkan dan digerakkan untuk menyembelih sang anak sebagai kurban, tiba-tiba seekor domba dijadikan penggantinya, (QS. 37:107).

وَفَدَيْنَهُ بِذَبْحٍ عَظِيْمٍ

Dan telah Aku tebus Ismail dengan satu sembelihan yang besar.

Jama'ah Shalat 'Ied yang dimulyakan Allah swt.

Ayat tersebut memberikan isyarat, bahwa Allah swt. sedemikian kasihnya kepada manusia sehingga kurban manusia sebagaimana yang telah terjadi di masa lalu tidak lagi diperkenankan.

اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَر، وَللهِ الْحَمْدُ.

Dalam kehidupan kita di abad modern ini, nilai-nilai peristiwa kurban yang dilakukan oleh nabi Ibrahim sering kali dilupakan, kecuali mereka yang dirahmati oleh Allah swt. Masih cukup banyak praktek yang mengarah kepada mengorbankan manusia untuk mencapai tujuan-tujuan yang tidak luhur, bahkan kadang keji, dan semata-mata hanya untuk memenuhi ambisi dan kerasukan.

Peristiwa-peristiwa yang dialami oleh nabi Ibrahim as. yang pada puncaknya dirayakan oleh umat Muhammad saw. sebagai 'Iedul Adha atau Hari Raya Qurban, hendaknya harus mampu mengingatkan kita bahwa yang dikorbankan itu tidak boleh lagi manusia, tetapi sifat-sifat kebinatangan yang ada dalam diri manusia, semacam sifat rakus, ambisi yang tak terkendali, sifat serakah suka menindas, menyerang dan merusak, serta sifat anti hukum. Sifat-sifat yang demikian itulah yang harus dibunuh, ditiadakan dan dijadikan kurban untuk mencapai kedekatan kepada Allah swt. Itulah sebabnya Allah swt. mengingatkan kita dalam al-Qur' an surat al-Haaj/22 ayat 37.

لَنْ يَنَالَ اللهَ لُحُوْمُهَا وَلاَ دِمَاؤُهَا وَلكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ

"Daging dan darahnya sekali-kali tidak dapat mencapai keridhaan Allah swt., tetapi ketakwaanmulah yang dapat mencapainya.

اللهُ أَكْبَرُ ، اللهُ أَكْبَرُ ، اللهُ أَكْبَرُ ، وَللهِ الْحَمْدُ.

Jama'ah 'Ied Rohimakumullah .

Berangkat dari apa yang saya sampaikan. Ada hal-hal yang patut dicatat untuk dijadikan renungan dan sekaligus amalan dalam kehidupan kita sehari-hari.

Pertama: Ibadah kurban hendaknya dapat mengantar kita kepada pola hidup yang Islami, dan bukan hidup dari materi kepada materi dan untuk materi.

لَيْسَتِ الْحَيَاةُ مِنَ الْمَادِّيَّةِ إِلَى الْمَادِيَّةِ وَلِلْمَادِيَّةِ

Hidup itu bukan dari materi, kepada materi dan untuk materi.

Bila Ismail yang dikorbankan oleh nabi Ibrohim merupakan lambang dan kiasan, maka Ismail yang kita punya boleh jadi, jabatan, kedudukan, harta dan kekayaan, ilmu dan pengetahuan, sepanjang untuk tegaknya kalimat Allah swt. Maka hendaknya kita berani untuk mengorbankannya. Rasulullah saw. bersabda :

مَنْ كَانَ لَهُ مَالٌ فَعَلَيْهِ أَنْ يَتَصَدَّقَ بِمَالِهِ وَمَنْ كَانَ لَهُ عِلْمٌ فَعَلَيْهِ أَنْ يَتَصَدَّقَ بِعِلْمِهِ وَمَنْ كَانَ لَهُ قُوَّةٌ فَعَلَيْهِ أَنْ يَتَصَدَّقَ بِقُوَّتِهِ

Barang siapa yang mempunyai harta, maka bershadaqahlah dengan hartanya, barang siapa yang mempunyai ilmu, maka bershadaqahlah dengan ilmunya dan barang siapa yang mempunyai tenaga, maka bershadaqahlah dengan tenaganya.

Kedua: Ibadah kurban mendidik kita untuk dapat memerangi sifat-sifat kebinatangan. Dan barang kali bila kita mau berlaku jujur bahwa terjadinya berbagai macam peristiwa pahit di tanah air ini, tidak lain akibat dari ketidak-berdayaan manusia untuk mengatasi sifat-sifat kebinatangan yang menempel pada diri manusia.

Menyadari kelemahan, kekurangan dan kealfaan kita, tiada jalan lain kecuali kita menengadahkan tangan kepada Allah Robbul Izzati, memohon ampunan dan mengajukan doa, mudah-mudahan kita terus berada dalam bimbingan-Nya, agar menjadi manusia yang tahu diri, dan benar-benar mengabdi kepada Allah swt. semata. Amin…………

بَارَكَ اللهُ لىِ وَلَكُمْ بِاْلأَيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّى وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ.

الخطبة الثانية

اَللهُ اَكْبَر،ُ اللهُ اَكْبَر،ُ اللهُ اَكْبَرُ، وَِللهِ الْحَمْدُ، اللهُ اَكَبْرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ الله كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهُ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لاَ اِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَر،ُ اللهُ اَكْبَرُ وَِللهِ الْحَمْدُ، اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِى اَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلىَ الدِّيْنِ كُلِّهِ وَكَفىَ بِاللهِ شَهِيْدًا، أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، قَالَ اللهُ تَعَالىَ فىِ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يَصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِي يَااَيَّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلّْمُوْا تَسْلِيْمًا، اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ اَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلىَ سَيِّدِنَا اِبْرَاِهْيمَ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاِهْيمَ، وَبَارِكْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا اِبْرَاِهْيمَ وَعَلىَ أَلِ سَيِّدِنَا ابراهيم فىِ الْعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

Jama'ah shalat 'Ied yang dimulyakan Allah swt.

Marilah kita berdoa bersama-sama dengan sepenuh hati, dengan mengangkat kedua belah tangan dan menundukan kepala sebagai tanda rendah diri. Semoga Allah swt. Yang Maha Pengabul doa berkenan memenuhi permohonan kita.

اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ وَعَلىَ أَلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.

Allahumma.. Ya Allah, kami hadir di masjid yang mulya ini semata-mata memenuhi panggilan-Mu untuk memohon rahmat dan berkah-Mu, untuk memohon ampunan dan kasih sayang-Mu.

Allahumma Robbana… Engkau Yang Maha Ghafur, Terlalu banyak rasanya dosa dan kesalahan yang telah kami perbuat, karenanya hi hari yang suci dan mulia ini, kami memohon ampunan-Mu ya Allah, sehingga bersihlah jiwa raga kami dari dosa dan kesalahan tetkala ajal nanti menjemput dan mengantarkan kami menuju hadirat-Mu.

Ya Allah, ampunilah kami, ampunilah ibu bapak kami, ampunilah ustadz-ustadz kami, ajeungan dan guru-guru kami. Kami jadi saksi sepantasnya mereka mendapat ampunan-Mu, lantaran mereka telah mengurbankan segala-galanya dalam mengantarkan kami kepada agama Islam yang mulya ini.

Allahumma Robbana…… kami para bapak, para ibu, para orang tua, yang sedang mendidik anak-anak kami, berikanlah kami kekuatan, kemampuan mendidik anak-anak kami, supaya mereka berkembang sesuai dengan fitrah kemanuasiaannya. Janganlah Engkau jadikan kami, sebagai orang tua yang mengantarkan anak-anak kami pada cara berfikir dan berprilaku kaum yahudi, nasrani dan majusi yang menentang fitrah keagamaannya.

Allahumma Robbana… Hidup suburkan semangat berkurban pada darah daging kami. Semarakanlah semangat pengabdian pada segala pikiran dan perilaku kami, agar masyarakat kami ada dalam ridla dan bimbingan-Mu, agar Islam jaya membawa berkah dan rahmat bagi masyarakat ini.

Ya Robbana…… Berilah hidayah dan taufik pada pimpinan negara dan masyarakat kami. Bila mereka lemah, kuatkanlah. Bila mereka keliru, luruskanlah. Bila mereka kurang, tambahilah. Mereka adalah manusia-manusia biasa yang membutuhkan bimbingan dan pertolongan-Mu ya Allah.

Allahumma Robbana…… Cucurkanlah rahmat dan berkah buat anak cucu kami, agar mereka mampu memilih nilai-nilai Ilahi dalam hidupnya, agar tidak tergoda semaraknya hawa nafsu dan angkara murka, agar tidak tergiur cumbu rayu dan agar hidupnya bahagia dunia akhirat.

Ya Allah Ya Robbana… berilah kekuatan lahir dan batin kepada saudara-saudara kami yang saat ini sedang ditimpa musibah. Khususnya saudara kami di Serambi Mekah Nanggroe Aceh Darussalam. Mereka itu saudara seiman kami, yang sama-sama menyembah dan mengesakanmu di setiap saat.

Ya Allah Ya Robbana… bagi saudara-saudara kami yang telah meninggal dunia akibat cobaan dan ujian itu, angkatlah mereka ke derajat yang tinggi disisimu dan bagi merka yang selamat, berilah mereka kekuatan iman, ketabahan, kesabaran dalam menjalani sisa hidup ini.

Ya Allah, ratusan bahkan ribuan anak anak yang tak berdosa menjadi yatim piatu, mereka kehilangan orang-orang yang mereka cintai, Bapak, Ibu, kakak, dan adik mereka. Mereka menangis dengan air mata yang telah kering mengharap karunia-Mu, mereka menjerit dengan suara yang telah tiada memohon hidayah dan taufik-Mu. Ampunialah mereka, selamatkanlah mereka, bimbinglah merka, jadikanlah mereka anak-anak yang sholeh yang kelak akan meneruskan cita-cita dan perjuangan rasul-Mu Muhammad saw.

Ya Allah Ya Robbana… kami yakin dan kami percaya, semua yang Engkau timpakan kepada kami, berupa musibah, baik di darat, di laut maupun di udara. Adalah cobaan dan ujian, karena kasih sayang-Mu kepada kami, agar kami selalu intropeksi diri dan menjalani hidup ini sesuai dengan syariat dan kehendak-Mu.

Allahumma Ya Allah…… kami datang dan bersujud di hadapan-Mu hanya semata-mata memenuhi panggilan-Mu, kabulkanlah doa dan harapan kami. Amin……

READ MORE - Qurban, Korbankan Sifat-Sifat Kebinatangan
Baca Selanjutnya - Qurban, Korbankan Sifat-Sifat Kebinatangan