A. Muqaddimah
Kalau ada seorang
penceramah berkata di atas mimbar: “Sungguh perbuatan syirik dan pelanggaran
tauhid sering terjadi dan banyak tersebar di masyarakat kita!”, mungkin orang-orang
akan keheranan dan bertanya-tanya: “Benarkah itu sering terjadi? Mana
buktinya?”.
Tapi kalau berita ini
bersumber dari firman Allah Ta’ala dalam al-Qur’an, masihkah ada
yang meragukan kebenarannya? Allah ‘Azza wa jalla berfirman:
وَمَا
يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلا وَهُمْ مُشْرِكُونَ
“Dan
sebagian besar manusia tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan
mempersekutukan-Nya (dengan sembahan-sembahan lain)” (QS Yusuf/12:106).
Ibnu Abbas radhiyallahu
‘anhu menjelaskan arti ayat ini: “Kalau ditanyakan kepada mereka: Siapakah
yang menciptakan langit? Siapakah yang menciptakan bumi? Siapakah yang
menciptakan gunung? Maka mereka akan menjawab: “Allah (yang menciptakan semua
itu)”, (tapi bersamaan dengan itu) mereka mempersekutukan Allah (dengan
beribadah dan menyembah kepada selain-Nya) [1]
Semakna dengan ayat di atas Allah Ta’ala juga berfirman:
وَمَا
أَكْثَرُ النَّاسِ وَلَوْ حَرَصْتَ بِمُؤْمِنِينَ
“Dan
sebagian besar manusia tidak beriman (dengan iman yang benar) walaupun kamu
sangat menginginkannya” (QS Yusuf/12:103).
Artinya: Mayoritas
manusia walaupun kamu sangat menginginkan dan bersunguh-sungguh untuk
(menyampaikan) petunjuk (Allah), mereka tidak akan beriman kepada Allah (dengan
iman yang benar), karena mereka memegang teguh (keyakinan) kafir (dan syirik)
yang merupakan agama (warisan) nenek moyang mereka [2]
Dalam hadits yang shahih
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih menegaskan hal ini
dalam sabda beliau:
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَلْحَقَ قَبَائِلُ
مِنْ أُمَّتِي بِالْمُشْرِكِينَ وَحَتَّى يَعْبُدُوا الأَوْثَانَ
“Tidak akan terjadi hari
kiamat sampai beberapa qabilah (suku/kelompok) dari umatku bergabung dengan
orang-orang musyrik dan sampai mereka menyembah berhala (segala sesuatu yang
disembah selain Allah Ta’ala)” HR Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah dan dinyatakan shahih
oleh imam at-Tirmidzi dan Syaikh al-Albani rahimahullah).
Ayat-ayat dan hadits di
atas menunjukkan bahwa perbuatan syirik terus ada dan terjadi di umat Islam
sampai datangnya hari kiamat (Lihat kitab “al-‘Aqiidatul Islaamiyyah” (hal.
33-34) tulisan Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu rahimahullah.)
B. Hakikat
syirik
Perbuatan syirik adalah
menjadikan syarik (sekutu) bagi Allah Ta’ala dalam
sifat rububiyah-Nya (perbuatan-perbuatan Allah ‘Azza wa
jalla yang khusus bagi-Nya, seperti mencipta, melindungi, mengatur dan
memberi rizki kepada makhluk-Nya) dan uluhiyah-Nya (hak untuk
disembah dan diibadahi semata-mata tanpa disekutukan). Meskipun mayoritas
perbuatan syirik (yang terjadi di umat ini) adalah (syirik) dalam sifat uluhiyah-Nya,
yaitu dengan berdoa (meminta) kepada selain Allah bersamaan dengan (meminta)
kepada-Nya, atau mempersembahkan satu bentuk ibadah kepada selain-Nya, seperti
menyembelih (berkurban), bernazar, rasa takut, berharap dan mencintai. (Kitab
“at-Tauhid” (hal. 8) tulisan Syaikh Shaleh bin Fauzan al-Fauzan hafidhahullah.)
Syaikhul Islam Muhammad
bin ‘Abdul Wahhab rahimahullah menjelaskan hakikat perbuatan syirik
yang diperangi oleh semua Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
diutus oleh Allah Ta’ala, beliau berkata: “Ketahuilah, semoga Allah
merahmatimu, sesungguhnya tauhid adalah mengesakan Allah Ta’ala
dalam beribadah. Inilah agama (yang dibawa) para Rasul ‘alaihis salam
yang diutus oleh Allah Ta’ala kepada umat manusia.
Rasul yang pertama
adalah (nabi) Nuh ‘alaihis salam yang diutus oleh Allah kepada kaumnya
ketika mereka bersikap guluw (berlebihan dan melampaui batas dalam
mengagungkan) orang-orang yang shaleh (di kalangan mereka, yaitu) Wadd, Suwa’,
Yaguts, Ya’uq dan Nasr.. Allah berfirman:
وَقَالُوا
لا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلا سُوَاعًا وَلا يَغُوثَ
وَيَعُوقَ وَنَسْرًا
Dan mereka berkata: "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan
(penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan
(penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa', yaghuts, ya'uq dan nasr [3] (Q.S. Nuh/71 : 23)
Padahal orang-orang semacam ini telah Allah terangkan dalam Al-Qur'an. Allah
mengabarkan dalamFirman-Nya:
أَلا
لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا
نَعْبُدُهُمْ إِلا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ
بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي مَنْ هُوَ
كَاذِبٌ كَفَّارٌ
Ingatlah, Hanya kepunyaan Allah-lah agama
yang bersih (dari syirik). dan orang-orang yang mengambil pelindung selain
Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka
mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya". Sesungguhnya
Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih
padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan
sangat ingkar. (QS. az-Zumar/39 : 3).
Rasul yang terakhir (yaitu) nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam dialah yang menghancurkan gambar-gambar (patung-patung) orang-orang
shaleh tersebut. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus oleh
Allah Ta’ala kepada kaum (orang-orang musyrik) yang selalu
beribadah, berhaji, bersedekah dan banyak berzikir kepada Allah, akan tetapi
mereka (berbuat syirik dengan) menjadikan makhluk sebagai perantara (Washilah)
antara mereka dengan Allah (dalam beribadah).
Mereka mengatakan: “Kami menginginkan dari perantara-perantara makhluk
itu untuk mendekatkan diri kepada Allah dan kami menginginkan syafa’at mereka
di sisi-Nya” (Perantara-perantara tersebut adalah) seperti para malaikat, nabi
Isa bin Maryam, dan orang-orang shaleh lainnya. Atau kalau di jaman sekarang
seperti: Syaikh Abdul Qadir Jaelani, Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Syaikh
Manshur Cikaduen, Syaikh Asnawi Caringin dan Syaikh-Syaikh yang dianggap sholeh
pada masa hidupnya. Perhatikan Firman Allah Subhanahu wat'alaa:
وَيَعْبُدُونَ
مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لا يَضُرُّهُمْ وَلا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلاءِ
شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ قُلْ أَتُنَبِّئُونَ اللَّهَ بِمَا لا يَعْلَمُ فِي
السَّمَاوَاتِ وَلا فِي الأرْضِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ
Dan mereka menyembah selain daripada Allah
apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula)
kemanfaatan, dan mereka berkata: "mereka itu adalah pemberi syafa'at
kepada kami di sisi Allah". Katakanlah: "Apakah kamu mengabarkan
kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di langit dan tidak (pula)
dibumi?")* Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dan apa yang mereka
mempersekutukan (itu). (QS. Yunus/10 : 18)
)*
kalimat Ini adalah ejekan terhadap orang-orang yang menyembah berhala, yang menyangka
bahwa berhala-berhala itu dapat memberi syafaat Allah.
Maka Allah mengutus nabi
Muhammad untuk memperbaharui (memurnikan kembali) ajaran agama yang pernah
dibawa oleh nabi Ibrahim as. (yaitu ajaran tauhid) dan menyerukan kepada mereka
bahwa (bentuk) pendekatan diri dan keyakinan (seperti) ini adalah hak Allah
yang murni (khusus bagi-Nya) dan tidak boleh diperuntukkan sedikitpun kepada
selain-Nya, meskipun itu malaikat atau nabi utusan-Nya, apalagi yang selainnya”.[4] (para sahabat Nabi, para sultan,
sunan dll).
C. Contoh-Contoh
Perbuatan Syirik yang Banyak Terjadi di Masyarakat
Perbuatan-perbuatan
syirik seperti ini sangat sering dilakukan oleh sebagian kaum muslimin, bahkan
perbuatan syirik yang dilakukan oleh orang-orang di jaman Jahiliyah, sebelum
datangnya Islam, masih juga sering terjadi di jaman modern ini. Syaikh
Muhammad bin Jamil Zainu rahimahullah berkata: “Perbuatan syirik
yang terjadi di jaman Jahiliyah (juga) terjadi pada (jaman) sekarang ini:
Pertama, Dulunya orang-orang
musyrik (di jaman Jahiliyah) meyakini bahwa Allah Dialah Yang Maha Pencipta dan
Pemberi rizki (bagi semua mekhluk-Nya), akan tetapi (bersamaan dengan itu)
mereka berdoa (meminta/menyeru) kepada para wali (orang-orang yang mereka
anggap shaleh dan dekat kepada Allah ‘Azza wa jalla) dalam bentuk
berhala-berhala, sebagai perantara untuk (semakin) mendekatkan mereka kepada
Allah (menurut persangkaan sesat mereka). Maka Allah tidak meridhai (perbuatan)
mereka menjadikan perantara (dalam berdoa) tersebut, bahkan Allah menyatakan kekafiran
mereka dalam firman-Nya, (ayatnya telah ditulis di atas)
“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah
agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang
mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka
(sembahan-sembahan kami) melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah
dengan sedekat-dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka
tentang apa yang mereka perselisihkan. Sesungguhnya Allah tidak akan memberi
petunjuk kepada orang-orang yang pendusta dan sangat besar kekafirannya” (QS
az-Zumar:3). Allah Ta’ala Maha Mendengar Lagi
Maha Dekat, Dia tidak butuh kepada perantara dari makhluk-Nya. Allah berfirman:
وَإِذَا
سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا
دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang
Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan
orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu
memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar
mereka selalu berada dalam kebenaran. (QS. Al-Baqarah/2 : 186).
Kita saksikan di jaman sekarang ini kebanyakan kaum muslimin berdoa
(meminta/menyeru) kepada wali-wali dalam wujud (penyembahan terhadap) kuburan
mereka, dengan tujuan untuk mendekatkan diri mereka kepada Allah (bertawashul)
Maka berhala-berhala (di jaman Jahiliyah) adalah wujud dari para wali
(orang-orang yang mereka anggap shaleh dan dekat kepada Allah ‘Azza wa
jalla) yang telah wafat menurut pandangan orang-orang musrik (di jaman
Jahiliyah), sedangkan kuburan adalah wujud dari para wali yang telah wafat
menurut pandangan orang-orang yang melakukan perbuatan Jahiliyah (di jaman
sekarang), meskipun harus diketahui bahwa fitnah (kerusakan/keburukan yang
ditimbulkan) dari (penyembahan terhadap) kuburan lebih besar dari fitnah
(penyembahan) berhala !
Kedua, Dulunya orang-orang musyrik (di jaman
Jahiliyah) selalu berdoa kepada Allah Ta’ala semata di waktu-waktu
sulit dan sempit, kemudian mereka menyekutukan-Nya di waktu lapang. Allah
berfirman:
يَوْمَ
يَغْشَاهُمُ الْعَذَابُ مِنْ فَوْقِهِمْ وَمِنْ تَحْتِ أَرْجُلِهِمْ وَيَقُولُ
ذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Maka apabila mereka mengarungi (lautan) dengan kapal mereka berdoa
kepada Allah dengan memurnikan agama bagi-Nya; kemudian tatkala Allah
menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali)
mempersekutukan (Allah)” (QS./29 al-‘Ankabuut:65).
Maka bagaimana mungkin diperbolehkan bagi seorang muslim untuk berdoa
kepada selain Allah dalam waktu sempit dan lapang (sebagaimana yang sering
dilakukan oleh banyak kaum muslimin di jaman ini)? Contoh-contoh lain
perbuatan perbuatan syirik yang banyak tersebar di masyarakat:
Seperti berdoa (memohon)
kepada orang-orang shaleh yang telah mati, meminta pengampunan dosa, menghilangkan
kesulitan (hidup), atau mendapatkan sesuatu yang diinginkan, seperti keturunan
dan kesembuhan penyakit, kepada orang-orang shaleh tersebut. Juga seperti
mendekatkan diri kepada mereka dengan sembelihan qurban, bernazar, thawaf,
shalat dan sujud… Ini semua adalah perbuatan syirik, karena Allah Ta’ala
berfirman:
يَوْمَ يَغْشَاهُمُ الْعَذَابُ
مِنْ فَوْقِهِمْ وَمِنْ تَحْتِ أَرْجُلِهِمْ وَيَقُولُ ذُوقُوا مَا كُنْتُمْ
تَعْمَلُونَ لا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
“Katakanlah:
Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah,
Rabb semesta alam. Tiada sekutu baginya; dan demikian itulah yang diperintahkan
kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada
Allah)”
(QS al-An’aam:162-163).
2. Mendatangi
para dukun (ada dukun ashli, ada juga dukun yang berbalut sorban), tukang
sihir, peramal (paranormal) dan sebagainya, serta membenarkan ucapan mereka.
Ini termasuk perbuatan
kafir (mendustakan) agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam, berdasarkan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam:
مَنْ
أَتَى كَاهِنًا أَوْ عَرَّافًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ
عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Barangsiapa yang
mendatangi dukun atau tukang ramal kemudian membenarkan ucapannya, maka sungguh
dia telah kafir terhadap agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam” (HR Ahmad(2/429) dan al-Hakim (1/49)
Allah Ta’ala
menyatakan kekafiran para dukun, peramal dan tukang sihir tersebut dalam
firman-Nya:
وَاتَّبَعُوا
مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ
وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنْزِلَ
عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ
أَحَدٍ حَتَّى يَقُولا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلا تَكْفُرْ فَيَتَعَلَّمُونَ
مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ وَمَا هُمْ
بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلا بِإِذْنِ اللَّهِ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا
يَضُرُّهُمْ وَلا يَنْفَعُهُمْ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي
الآخِرَةِ مِنْ خَلاقٍ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ لَوْ كَانُوا
يَعْلَمُونَ
“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada
masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan
sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan
itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia
dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil, yaitu Harut
dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun
sebelum mengatakan, “Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), maka janganlah
kamu kafir.” Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan
sihir itu mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan
mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorang
pun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi
mudharat kepada diri mereka sendiri dan tidak memberi manfaat. Padahal
sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab
Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat
jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya sendiri dengan sihir, kalau mereka
mengetahui”(QS al-Baqarah/2:102).
Hal ini dikarenakan para
dukun, peramal dan tukang sihir tersebut mengaku-ngaku mengetahui hal-hal yang
ghaib, padahal masalah ghaib ini merupakan kekhususan bagi Allah ‘Azza
wa jalla:
قُلْ
لا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ الْغَيْبَ إِلا اللَّهُ وَمَا
يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ
“Katakanlah:”Tidak ada
seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali
Allah”, dan mereka tidak mengetahui bilamana mereka akan dibangkitkan” (QS an-Naml:65).
عَالِمُ الْغَيْبِ فَلا يُظْهِرُ
عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا إِلا
مَنِ ارْتَضَى مِنْ رَسُولٍ
(Dia
adalah Tuhan) yang mengetahui yang ghaib, Maka dia tidak memperlihatkan kepada
seorangpun tentang yang ghaib itu.
Kecuali kepada Rasul yang diridhai-Nya. (QS. Jin/72 : 26 – 27)
Selain itu, mereka
selalu bekerjasama dengan para jin dan setan dalam menjalankan praktek
perdukunan dan sihir mereka, bahkan para jin dan setan tersebut tidak mau
membantu mereka dalam praktek tersebut sampai mereka melakukan perbuatan syirik
dan kafir kepada Allah Ta’ala, misalnya, mempersembahkan sesajen
(air putih, air hitam, kemenyan), mempersembahkan hewan qurban untuk
para jin dan setan tersebut, menghinakan al-Qur’an dengan berbagai macam
cara (ditulis jadi wafak, digantung jadi jimat dll), atau cara-cara lainnya.
AllahTa’ala berfirman:
وَأَنَّهُ
كَانَ رِجَالٌ مِنَ الإنْسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ
رَهَقًا
“Dan bahwasannya ada beberapa
orang dari (kalangan) manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki
dari (kalangan) jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan” (QS Al-Jin/72 : 6).
3. Berlebihan
dan melampaui batas dalam mengagungkan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wa sallam.
Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam sendiri yang melarang hal ini dalam sabda beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam:
لاَ تُطْرُونِي
كَمَا أَطْرَتْ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ فَقُولُوا عَبْدُ
اللهِ وَرَسُولُهُ
“Janganlah kalian
berlebihan dan melampaui batas dalam memujiku sebagaimana orang-orang Nashrani
berlebihan dan melampaui batas dalam memuji (Nabi Isa) bin Maryam ‘alaihis
salam, karena sesungguhnya aku adalah hamba (Allah), maka katakanlah: hamba
Allah dan rasul-Nya” (HSR al-Bukhari (no. 3261).
Maka Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah seorang hamba yang tidak mungkin beliau ikut
memiliki sebagian dari sifat-sifat yang khusus milik Allah ‘Azza wa
jalla, seperti mengetahui ilmu ghaib, memberikan manfaat atau mudharat bagi
manusia, mengatur alam semesta, dan lain-lain. Allah Ta’ala
berfirman:
قُلْ
لا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلا ضَرًّا إِلا مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنْتُ
أَعْلَمُ الْغَيْبَ لاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ
أَنَا إِلا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
“Katakanlah:
Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak
kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan seandainya aku mengetahui yang
ghaib, tentulah aku akan melakukan kebaikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak
akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa
berita gembira bagi orang-orang yang beriman” (QS al-A’raaf/7:188).
Diantara bentuk-bentuk
pengagungan yang berlebihan dan melampaui batas kepada Rasulullah Saw
adalah sebagai berikut:
a.
Meyakini bahwa beliau mengetahui perkara
yang ghaib dan bahwa dunia diciptakan karena beliau Saw.
b.
Memohon pengampunan dosa dan masuk surga
kepada beliau Saw. Hal ini tidak boleh, karena semua perkara ini adalah
khusus milik Allah Ta’ala dan tidak ada seorang makhluk pun yang
ikut serta memilikinya.
c.
Melakukan safar (perjalanan) dengan tujuan
menziarahi kuburan beliau Saw, karena beliau Saw. sendiri yang melarang
perbuatan ini dalam sabda beliau Saw.
“Tidak boleh melakukan
perjalanan (dengan tujuan ibadah) kecuali ke tiga masjid: Masjidil haram,
Masjid nabawi dan Masjidil aqsha”.
Dan semua hadits yang
menyebutkan keutamaan melakukan perjalanan untuk mengunjungi kuburan beliau Saw
adalah hadits yang lemah dan tidak benar penisbatannya kepada beliau Saw,
sebagaimana yang ditegaskan oleh sejumlah imam ahli hadits.
Adapun melakukan
perjalanan untuk melakukan shalat di Masjid Nabawi maka ini adalah perkara yang
dianjurkan dalam Islam berdasarkan hadits yang shahih.
d.
Meyakini bahwa keutamaan Masjid nabawi
adalah karena adanya kuburan Rasulullah Saw. Ini jelas merupakan kesalahan yang
sangat fatal, karena Rasulullah Saw telah menyebutkan keutamaan shalat di
Mesjid nabawi sebelum beliau wafat.
4. Berlebihan
dan melampaui batas dalam mengagungkan kuburan orang-orang shaleh, yang terwujud dalam
berbagai bentuk di antaranya:
a. Memasukkan
kuburan ke dalam mesjid dan meyakini adanya keberkahan dengan masuknya kuburan tersebut.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
“Allah melaknat
orang-orang Yahudi dan Nashrani, (kerena) mereka menjadikan kuburan nabi-nabi
mereka sebagai mesjid (tempat ibadah)” (HSR al-Bukhari (no. 1265) dan Muslim
(no. 529).
Dalam hadits lain,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian
selalu menjadikan kuburan para nabi dan orang-orang shaleh (di antara) mereka
sebagai mesjid (tempat ibadah), maka janganlah kalian (wahai kaum muslimin)
menjadikan kuburan sebagai mesjid, sesungguhnya aku melarang kalian dari
perrbuatan tersebut” (HSR Muslim (no. 532).
b. Membangun (meninggikan) kuburan
dan mengapur (mengecat) nya.
Dalam hadits yang shahih
Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari mengapur (mengecat) kuburan, duduk
di atasnya, dan membangun di atasnya” (HSR Muslim (no. 970).
Perbuatan-perbuatan ini
dilarang karena merupakan sarana yang membawa kepada perbuatan syirik
(menyekutukan Allah Ta’ala dengan orang-orang shaleh tersebut).
5. Termasuk
perbuatan yang merusak tauhid dan akidah seorang muslim adalah menggantungkan
jimat,
yang berupa benang, manik-manik atau benda lainnya, pada leher, tangan, atau
tempat-tempat lainnya, dengan meyakini jimat tersebut sebagai penangkal bahaya
dan pengundang kebaikan.
Perbuatan ini dilarang
keras oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebda
beliau: “Barangsiapa yang menggantungkan jimat maka sungguh di telah
berbuat syirik” (HR Ahmad (4/156) dan dinyatakan shahih oleh Syaikh
al-Albani rahimahullah dalam “Ash-Shahiihah” (no. 492).
6. Perbuatan ath-Thiyarah/at-Tathayyur,
yaitu menjadikan sesuatu sebagai sebab kesialan atau keberhasilan suatu urusan,
padahal Allah Ta’ala tidak menjadikannya sebagai sebab.
Perbuatan ini juga
dilarang keras oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
sebda beliau: “(Melakukan) ath-thiyarah adalah kesyirikan” (HR Abu
Dawud (no. 3910), at-Tirmidzi (no. 1614) dan Ibnu Majah (no. 3538), dinyatakan
shahih oleh imam at-Tirmidzi dan Syaikh al-Albani rahimahullah dalam
“Ash-Shahiihah” (no. 429).
7. Demikian
juga perbuatan bersumpah dengan nama selain Allah.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:“Barngsiapa yang bersumpah dengan (nama)
selain Allah maka sungguh dia telah berbuat syirik” (HR Abu Dawud (no.
3251) dan at-Tirmidzi (no. 1535), dinyatakan hasan oleh imam at-Tirmidzi
dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam “Ash-Shahiihah”
(no. 2042).
D. Nasehat
dan penutup
Demikianlah sedikit dari
contoh-contoh perbuatan syirik yang terjadi di masyarakat, yang ini semua
seharusnya menjadikan seorang muslim selalu memikirkan dan mengkhawatirkan
dirinya akan kemungkinan terjerumus ke dalam perbuatan tersebut. Karena siapa
yang mampu menjamin dirinya dan keluarganya selamat dari keburukan yang terjadi
pada orang-orang yang hidup disekitarnya?
Kalau Nabi Ibrahim ‘alaihis
salam saja sampai mengkhawatirkan dirinya dan keluarganya terjerumus dalam
perbuatan menyembah kepada selain Allah (syirik), sebagaimana doa yang
diucapkannya:
وَإِذْ
قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ
أَنْ نَعْبُدَ الأصْنَامَ
Dan
(ingatlah), ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, Jadikanlah negeri ini
(Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada
menyembah berhala-berhala.
(QS Ibrahim/14 :35)
Padahal beliau ‘alaihis
salam adalah nabi mulia yang merupakan panutan dalam kekuatan iman, kekokohan
tauhid, serta ketegasan dalam memerangi syirik dan pelakunya.
Maka tentunya kita lebih
pantas lagi mengkhawatirkan hal tersebut menimpa diri kita, dengan semakin
bersunggh-bersungguh berdoa dan meminta perlindungan kepada-Nya agar
dihindarkan dari semua perbuatan tersebut dan sebab-sebab yang membawa
kepadanya.
Sebagaimana doa yang
diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada
sahabat yang mulia, Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu:
اللَّهُمَّ إِنِّي
أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan
menyekutukan-Mu yang aku ketahui, dan aku memohon ampun kepada-Mu dari apa yang
tidak aku ketahui (sadari)” (HR al-Bukhari dalam “al-Adabul mufrad” (no. 716) dan Abu Ya’la
(no. 60), dinyatakan shahih oleh Syaikh al-Albani rahimahullah).
Juga tentu saja, dengan
semakin giat mengusahakan sebab-sebab yang semakin memantapkan akidah tauhid
dalam diri kita, yaitu dengan semakin semangat mempelajari ilmu tentang tauhid
dan keimanan, serta berusaha semaksimal mungkin mempraktekkan dan
merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
وَصَلَّى اللهُ
وَسَلَّمَ وَبَارِكْ عَلىَ نَبِيِّنَا
مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ، وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ
الْعَالَمِيْنَ
[1] Dinukil
oleh imam Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsir beliau (2/649),
lihat juga kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 406).
[2] Kitab
“Fathul Qadiir” (4/77).
[3] wadd, suwwa', yaghuts,
ya'uq dan Nasr adalah nama-nama berhala yang terbesar pada qabilah-qabilah kaum
Nuh.
[4] Kitab
“Kasyfusy syubuhaat” (hal. 7).