MANAJEMEN KELAS;
UPAYA MENCIPTAKAN PROSES BELAJAR MENGAJAR YANG
EFEKTIF
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Muqaddimah
Upaya meningkatkan kualitas pendidikan terus
menerus dilakukan oleh berbagai pihak, baik secara konvesional maupun inovatif.
Usaha ini banyak didasarkan kepada amanat yang termaktub dalam Undang-undang RI
No. 20 Tahun 2003 pada Bab II Pasal 3 yang mengatakan:
"Pendidikan
nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentukk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa
yang bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.[1]
Untuk meningkatkan mutu pendidikan diperlukan
peningkatan dan penyempurnaan pendidikan, yang berkaitan erat dengan
peningkatan mutu Proses Belajar Mengajar (PBM) secara operasional yang
berlangsung dalam kelas yang baik sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Karenanya manajemen kelas memegang peranan yang sangat menentukan dalam PBM.
Manajemen kelas menurut Suharsini Arikunto adalah usaha yang dilakukan oleh
guru membantu tercapainya kondisi yang optimal, sehingga terlaksananya kegiatan
belajar sebagaimana yang diharapkan.[2]
Proses Belajar Mengajar merupakan inti dari proses
pendidikan formal dengan guru sebagai pemeran utama. Guru sangat menentukan
suasana belajar mengajar di dalam kelas. Guru yang kompeten akan lebih mampu
dalam menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan efesien di dalam kelas,
sehingga hasil belajar siswa berada pada tingkat yang optimal. Keberhasilan
tersebut, dipengaruhi banyak faktor terutama terletak pada pengajar (guru) dan
yang diajar (siswa), yang berkedudukan sebagai pelaku dan subyek dalam proses
tersebut.
Adapun kegiatan manajemen kelas dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: 1) yang memfokuskan pada hal-hal yang
bersifat fisik, dan 2) yang memfokuskan pada hal-hal yang bersifat non-fisik.
Kedua hal tersebut perlu dikelola secara baik dalam rangka menghasilkan suasana
yang kondusif bagi terciptanya pembelajaran yang baik.
Hal-hal fisik yang perlu mendapat perhatian dalam
manajemen kelas mencakup; pengaturan ruang belajar dan perabaot dalam kelas,
serta pengaturan peserta didik dalam belajar. Sedangkan hal-hal yang bersifat
non-fisik lebih memfokuskan pada aspek interaksi peserta didik dengan peserta
didik lainnya, peserta didik dengan guru dan lingkungan kelas maupun konsidi
kelas menjelang, selama, dan akhir pembelajaran. Atas dasar inilah maka hal-hal
yang perlu mendapat perhatian dalam manajemen kelas adalah aspek psikologis,
sosial dan hubungan interpersonal menjadi sangat dominan.[3]
Jelasnya, Proses Belajar Mengajar dapat terwujud
dengan baik apabila ada interaksi antara guru dan siswa, sesama siswa atau
dengan sumber belajar lainnya. Dengan kata lain "belajar dikatakan efektif
apabila terjadi interaksi yang harmonis dan prima". Berdasarakan latar
belakang di atas, maka penulisan makalah ini akan difokuskan pada sebuah topik:
"MANAJEMEN KELAS; Upaya Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang
Efektif".
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana Prosedur Manajemen Kelas dalam mencapai Proses Belajar
Mengajar yang Efektif ?
2. Apa saja Unsur-unsur Proses Belajar Mengajar, untuk menunjang
Manajemen Kelas ?
3. Faktor apa saja yang mempengaruhi Manajemen Kelas dalam mencapai
Proses Belajar Mengajar yang Efektif ?
C. Tujuan
Penulisan
1. Untuk mengetahui Prosedur Manajemen Kelas dalam mencapai Proses
Belajar Mengajar yang Efektif ?
2. Untuk mengetahui Unsur-unsur Proses Belajar Mengajar, untuk
menunjang Manajemen Kelas ?
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Manajemen Kelas
dalam mencapai Proses Belajar Mengajar yang Efektif ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Manajemen
Kelas
1. Pengertian
Manajemen Kelas
Pengelolaan adalah terjemahan dari kata management.
Karena terbawa oleh derasnya arus perambahan kata pungut ke dalam Bahasa
Indonesia, maka istilah Inggris ini kemudian di-Indonesia-kan menjadi ”manajemen".
Arti dari manajemen adalah pengelolaan, penyelenggaraan, ketatalaksanaan
penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai tujuan atau sasaran yang
diinginkan.[4]
Maka dapat disimpulkan bahwa pengelolaan atau manajemen adalah penyelenggaraan
atau pengurusan agar sesuatu yang dikelola dapat berjalan dengan lancar,
efeltif dan efesien.[5]
Sebelum membahas tentang manajemen kelas, ada
baiknya jika diketahui terlebih dahulu apa pengertian dari pada kelas itu
sendiri. Adapun pengertian umum kelas, yaitu sekelompok siswa pada waktu yang
sama menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama pula. Sedangkan kelas
menurut pengertian umum dapat dibedakan atas dua pandangan, yaitu pandangan
dari segi fisik dan pandangan dari segi siswa.[6]
Di samping itu, Hadari Nawawi juga memandang kelas
dari dua sudut, yakni:
a. Kelas dari
arti sempit, yaitu ruangan yang dibatasi oleh empat dinding, tempat sejumlah
siswa berkumpul untuk mengikuti proses belajar mengajar. Kelas dalam pengertian
tradisional ini, mengandung sifat statis karena sekedar menunjuk pengelompokkan
siswa menurut tingkatan perkembangannya, antara lain berdasarkan umur
kronologis masing-masing.
b. Kelas dari
arti luas, yaitu suatu masyarakat kecil yang merupakan bagian dari masyarakat
sekolah, yang sebagai satu kesatuan diorganisir menjadi unit kerja yang secara
dinamis menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar yang kreatif untuk mencapai
suatu tujuan.[7]
Karenanya dapat disarikan bahwa kelas diartikan
sebagai ruangan belajar atau rombongan belajar, dan tingkatan (grade). Ia
juga dapat dipandang sebagai kegiatan belajar yang diberikan oleh guru dalam
suatu tempat, ruangan, tingkat dan waktu tertentu.[8]
Setelah membahas tentang pengertian dari
'manajemen' dan 'kelas' di atas, maka di bawah ini disajikan definsi manajemen
kelas menurut para ahli Antara lain:
DR. Hadari Nawawi berpendapat bahwa manajemen kelas
diartikan sebagai kemampuan guru atau wali kelas dalam mendayagunakan potensi
kelas berupa pemberian kesempatan yang seluas-luasnya pada setiap personal
untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang kreatif dan terarah, sehingga waktu dan
dana yang tersedia dapat dimanfaatkan dengan efesien untuk melakukan
kegiatan-kegiatan kelas yang berkaitan dengan kurikulum dan perkembangan murid.[9]
Dari uraian di atas jelas bahwa program kelas akan berkembang bilamana guru
atau wali kelas mampu mendayagunakan potensi kelas dengan maksimal, yang
terdiri dari tiga unsur, yaitu; guru, murid dan proses atau dinamika kelas.
Johanna Kasim Lemlech, dalam buku Drs. Cecep Wijaya
dan Drs. A. Tabrani Rusyan mengatakan bahwa : [10]
"Classroom
management is the orchestration of classroom life; planning curriculum,
organizing prosedures and resources, arranging the environment to maximize
effeciency, monitoring student progress, anticipating potencial problems".
Menurut definis ini bahwa yang dimaksud dengan
manajemen kelas adalah usaha dari pihak guru untuk menata kehidupan kelas
dimulai dari perencanaan kurikulumnya, penataan prosedur dan sumber belajarnya,
pengaturan lingkungannya untuk memaksimalkan efesiensi, memantau kemajuan
siswa, dan mengantisipasi masalah-masalah yang mungkin timbul.
DR. Suharsimi Arikunto berpendapat bahwa "manajemen
kelas adalah suatu usaha yang dilakukan oleh penanggung jawab kegiatan belajar
mengajar atau yang membantu dengan maksud agar dicapainya kondisi yang optimal,
sehingga dapat terlaksana kegiatan belajar seperti yang diharapkan."[11]
Drs. Syaiful Bahri Djamarah berpendapat bahwa "manajemen
kelas adalah suatu upaya memberdayakan potensi kelas yang ada seotimal mungkin
untuk mendukung proses eduktif dalam mencapai tujuan pembelajaran".[12]
Dari beberapa pendapat ahli di atas dan masih
banyak lagi pendapat yang lain, maka dapat ditarik sebuah ikhtishar bahwa
"manajemen kelas merupakan upaya mengelola siswa di dalam kelas yang
dilakukan untuk menciptakan dan mempertahankan suasana atau kondisi kelas yang
menunjang program pengajaran dengan jalan menciptakan dan mempertahankan
motivasi siswa untuk selalu ikut terlibat dan berperan serta dalam proses
pendidikan di sekolah.
2. Tujuan
Manajemen Kelas
Tujuan manajemen kelas pada hakekatnya telah
terkandung dalam tujuan pendidikan, baik secara umum maupun khusus. Secara umum tujuan
pengelolaan kelas adalah penyediaan fasilitas bagi bermacam-macam kegiatan
belajar siswa dalam lingkungan sosial, emosional dan intelektual belajar dan
bekerja, terciptanya suasana sosial yang memberikan kepuasan suasana disiplin,
perkembangan intelektual, emosional dan sikap, serta apresiasi pada siswa.[13]
Adapun tujuan dari manajemen kelas adalah sebagai
berikut:
a. Agar
pengajaran dapat dilakukan secara maksimal, sehingga tujuan pengajaran dapatr
dicapai secara efektif dan efesien.
b. Untuk memberi
kemudahan dalam usaha memantau kemajuan siswa dalam pelajarannya. Dengan
manajemen kelas, guru akan dengan mudah untuk melihat dan mengamati setiap
kemajuan dan perkembangan yang dicapai siswa, terutama siswa yang tergolong
lamban.
c. Untuk memberi
kemudahan dalam mengangkat masalah-masalah penting guna dibicarakan di kelas
demi perbaikan pengajaran pada masa mendatang.[14]
Jadi tujuan pengelolaan kelas adalah sebagai
berikut upaya mewujudkan situasi dan kondisi kelas, baik sebagai lingkungan
belajar maupun sebagai kelompok belajar yang memungkinkan siswa untuk
mengembangkan kemampuan semaksimal mungkin. Juga Menghilangkan berbagai
hambatan yang dapat menghalangi terwujudnya interaksi belajar mengajar dan menyediakan
dan mengatur fasilitas serta perabot belajar yang mendukung dan memungkinkan
siswa belajar sesuai dengan lingkungan sosial, emosional, dan intelektual siswa
dalam kelas, serta membina dan membimbing sesuai dengan latar belakang sosial,
ekonomi, budaya serta sifat-sifat individunya.
Sedangkan tujuan manajemen kelas secara khusus
dapat dibagi menjadi dua, yaitu tujuan untuk siswa dan guru
a. Tujuan untuk
siswa
-
Mendorong siswa untuk mengembangkan tanggung jawab
individu terhadap tingkah lakunya dan kebutuhan untuk mengontrol diri sendiri.
-
Membantu siswa untuk mengetahui tingkah laku yang
sesuai dengan tata tertib kelas dan memahami bahwa teguran guru merupakan suatu
peringatan dan bukan kemarahan.
-
Membangkitkan rasa tanggung jawab untuk melibatkan
diri dalam tugas maupun kegiatan yang dikelola.[15]
Maka dapat disimpulkan bahwa tujuan manajemen kelas
adalah agar setiap anak didik di dalam kelas dapat bekerja dengan tertib,
sehingga dapat dengan segera mencapai tujuan pengajaran yang efektif dan
efesien.
b. Tujuan untuk
guru
-
Untuk mengembangkan pemahaman dalam penyajian
pelajaran dengan pembukaan yang lancar dan kecepatan yang tepat.
-
Untuk dapat menyadari akan kebutuhan siswa dan
memiliki kemampuan dalam memberi petunjuk secara jelas kepada siswa.
-
Untuk mempelajari bagaimana merespon secara efektif
terhadap tingkah laku siswa yang menggangu.
-
Untuk memiliki remedial yang lebih komprehensif
yang dapat digunakan dalam hubungan dengan masalah tingkah laku siswa yang
muncul di dalam kelas.[16]
Maka dapat disimpulkan bahwa hendaknya setiap guru
mampu menguasai kelas dengan menggunakan berbagai macam pendekatan dengan tetap
memperhatikan permasalahan yang ada, sehingga tercipta suasana pembelajaran
yang kondusif, efektif dan efesien.
3. Prosedur
Manajemen Kelas
Upaya untuk menciptakan dan mempertahankan suasana
yang diliputi oleh motivasi siswa yang tinggi, dapat dilakukan secara preventif
maupun kuratif. Perbedaan kedua jenis pengelolaan kelas tersebut, akan
berpengaruh terhadap perbedaan langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh
seorang guru dalam menerapkan kedua jenis Manajemen Kelas tersebut. Dikatakan
secara preventif apabila upaya yang dilakukan atas dasar inisiatif guru untuk
menciptakan suatu kondisi dari kondisi interaksi biasa menjadi interaksi
pendidikan dengan jalan menciptakan kondisi baru yang menguntungkan bagi Proses
Belajar Mengajar. Sedangkan yang dimaksud dengan Manajemen Kelas secara kuratif
adalah yang dilaksanakan karena terjadi penyimpangan pada tingkah laku siswa, sehingga
mengganggu jalannya Proses Belajar Mengajar.
a.
Prosedur Manajemen Kelas yang bersifat
Preventif meliputi :
1) Peningkatan Kesadaran Pendidik Sebagai Guru
Suatu langkah yang mendasar dalam strategi
Manajemen Kelas yang bersifat preventif adalah meningkatkan kesadaran diri
pendidik sebagai guru. Dalam kedudukannya sebagai guru, seorang pendidik harus
sadar bahwa dirinya memiliki rasa “handharbeni“ (memiliki dengan penuh
keyakinan) dan bertanggung-jawab terhadap proses pendidikan. Ia yakin bahwa
apapun corak proses pendidikan yang akan terjadi terhadap siswa, semuanya akan
menjadi tanggung-jawab guru sepenuhnya.
Sebagai seorang guru, pendidik berkewajiban
mengubah pergaulannya dengan siswa sehingga pergaulan itu tidak hanya berupa
interaksi biasa, tetapi merupakan interaksi pendidikan. Agar interaksi tersebut
bersifat sebagai interaksi pendidikan, maka seorang guru harus dapat mewujudkan
suasana kondusif yang mengundang siswa untuk ikut berperan serta dalam proses
pendidikan.
2) Peningkatan Kesadaran Siswa
Apabila kesadaran diri pendidik sebagai seorang
guru sudah ditingkatkan, langkah selanjutnya adalah berusaha meningkatkan
kesadaran siswa akan kedudukan dirinya dalam prosespendidikan. Kesadaran akan
hak dan kewajibannya dalam proses pendidikan ini baru akan diperoleh secara
menyeluruh dan seimbang jika siswa itu menyadari akan kebutuhannya dalam proses
pendidikan. Adakalanya siswa tidak dapat menahan diri untuk melakukan tindakan
yang menyimpang, karena ia tidak sadar bahwa ia membutuhkan sesuatu dari proses
pendidikan itu. Upaya penyadaran ini menjadi tanggung-jawab setiap guru, karena
dengan kesadaran siswa yang tinggi akan peranannya sebagai anggota masyarakat
sekolah, akan menimbulkan suasana yang mendukung untuk melakukan Proses Belajar
Mengajar.
3) Penampilan Sikap Guru
Penampilan sikap guru diwujudkan dalam interaksinya
dengan siswa yang disajikan dengan sikap tulus dan hangat. Yang dimaksud dengan
sikap tulus adalah sikap seorang guru dalam menghadapi siswa secara
berterus-terang tanpa pura-pura, tetapi diikuti dengan rasa ikhlas dalam setiap
tindakannya demi kepentingan perkembangan dan pertumbuhan siswa sebagai si
terdidik. Sedangkan yang dimaksud dengan hangat adalah keadaan pergaulan guru
kepada siswa dalam Proses Belajar Mengajar yang menunjukkan suasana keakraban
dan keterbukaan dalam batas peran dan kedudukannya masingmasing sebagai anggota
masyarakat sekolah. Dengan sikap yang tulus dan hangat dari guru, diharapkan
proses interaksi dan komunikasinya berjalan wajar, sehingga mengarah kepada suatu
penciptaan suasana yang mendukung untuk kegiatan pendidikan.
4) Pengenalan Terhadap Tingkah Laku Siswa
Tingkah laku siswa yang harus dikenal adalah
tingkah laku baik yang mendukung maupun yang dapat mencemarkan suasana yang
diperlukan untuk terjadinya proses pendidikan. Tingkah laku tersebut bisa
bersifat perseorangan maupun kelompok. Identifikasi akan variasi tingkah laku
siswa itu diperlukan bagi guru untuk menetapkan pola atau pendekatan Manajemen
Kelas yang akan diterapkan dalam situasi kelas tertentu.
5) Penemuan Alternatif Manajemen Kelas
Agar pemilihan alternatif tindakan Manajemen Kelas
dapat sesuai dengan situasi yang dihadapinya, maka perlu kiranya pendidik
mengenal berbagai pendekatan yang dapat digunakan dalam Manajemen Kelas. Dengan
berpegang pada pendekatan yang sesuai, diharapkan arah Manajemen Kelas yang
diharapkan akan tercapai. Selain itu, pengalaman guru yang selama ini dilakukan
dalam mengelola kelas waktu mengajar, baik yang dilakukan secara sadar maupun
tidak sadar perlu pula dijadikan sebagai referensi yang cukup berharga dalam
melakukan Manajemen Kelas.
6) Pembuatan Kontrak Sosial
Kontrak sosial pada hakekatnya berupa norma yang
dituangkan dalam bentuk peraturan atau tata tertib kelas baik tetulis maupun
tidak tertulis, yang berfungsi sebagai standar tingkah laku bagi siswa sebagai
individu maupun sebagai kelompok. Kontrak sosial yang baik adalah yang
benar-benar dihayati dan dipatuhi sehingga meminimalkan terjadinya pelanggaran.
Dengan kata lain, kontrak sosial yang digunakan
untuk upaya Manajemen Kelas, hendaknya disusun oleh siswa sendiri dengan
pengarahan dan bimbingan dari pendidik.[17]
b. Prosedur
Manajemen Kelas yang bersifat Kuratif meliputi :
1) Identifikasi
Masalah
Pertama-tama guru melakukan identifikasi masalah
dengan jalan berusaha memahami dan menyidik penyimpangan tingkah laku siswa
yang dapat mengganggu kelancaran proses pendidikan didalam kelas, dalam arti
apakah termasuk tingkah laku yang berdampak negatif secara luas atau tidak,
ataukah hanya sekedar masalah perseorangan atau kelompok, ataukah bersifat
sesaat saja ataukah sering dilakukan maupun hanya sekedar kebiasaan siswa.
2) Analisis
Masalah
Dengan hasil penyidikan yang mendalam, seorang guru
dapat melanjutkan langkah ini yaitu dengan berusaha mengetahui latar belakang
serta sebab-musabbab timbulnya tingkah laku siswa yang menyimpang tersebut.
Dengan demikian, akan dapat ditemukan sumber masalah yang sebenarnya.
3) Penetapan
Alternatif Pemecahan
Untuk dapat memperoleh alternatif-alternatif
pemecahan tersebut, hendaknya mengetahui berbagai pendekatan yang dapat
digunakan dalam Manajemen Kelas dan juga memahami caracara untuk mengatasi
setiap masalah sesuai dengan pendekatan masing-masing. Dengan membandingkan
berbagai alternatif pendekatan yang mungkin dapat dipergunakan, seorang guru
akan dapat memilih alternatif yang terbaik untuk mengatasi masalah pada situasi
yang dihadapinya. Dengan terpilihnya salah satu pendekatan, maka cara-cara
mengatasi masalah tersebut juga akan dapat ditetapkan. Dengan demikian,
pelaksanaan Manajemen Kelas yang berfungsi untuk mengatasi masalah tersebut
dapat dilakukan.
4) Monitoring
Hal ini diperlukan, karena akibat perlakuan guru
dapat saja mengenai sasaran, yaitu meniadakan tingkah laku siswa yang
menyimpang, tetapi dapat pula tidak berakibat apa-apa atau bahkan mungkin
menimbulkan tingkah laku menyimpang berikutnya yang justru lebih jauh
menyimpangnya. Langkah monitoring ini pada hakekatnya ditujukan untuk mengkaji
akibat dari apa yang telah terjadi.
5) Memanfaatkan
Umpan Balik (Feed-Back)
Hasil Monitoring tersebut, hendaknya dimanfaatkan
secara konstruktif, yaitu dengan cara mempergunakannya untuk :
- Memperbaiki pengambilan alternatif yang pernah ditetapkan bila kelak menghadapi masalah yang sama pada situasi yang sama.
- Dasar dalam melakukan kegiatan Manajemen Kelas berikutnya sebagai tindak lanjut dari kegiatan Manajemen Kelas yang sudah dilakukan sebelumnya.[18]
4. Pendekatan
Dalam Manajemen Kelas
Pendekatan yang dilakukan oleh seorang guru dalam
Manajemen Kelas akan sangat dipengaruhi oleh pandangan guru tersebut terhadap
tingkah laku siswa, karakteristik watak dan sifat siswa, dan situasi kelas pada
waktu seorang siswa melakukan penyimpangan. Dibawah ini ada beberapa pendekatan
yang dapat dijadikan sebagai alternatif pertimbangan dalam upaya menciptakan
disiplin kelas yang efektif, antara lain sebagai berikut:
- Pendekatan Manajerial
Pendekatan ini dilihat dari sudut pandang manajemen
yang berintikan konsepsi tentang kepemimpinan. Dalam pendekatan ini, dapat
dibedakan menjadi:
1) Kontrol
Otoriter; malam menegakkan disiplin kelas guru harus bersikap keras, jika perlu
dengan hukuman-hukuman yang berat. Menurut konsep ini, disiplin kelas yang baik
adalah apabila siswa duduk, diam, dan mendengarkan perkataan guru.
2) Kebebasan
Liberal; menurut konsep ini, siswa harus diberi kebebasan sepenuhnya untuk
melakukan kegiatan apa saja sesuai dengan tingkat perkembangannya. Dengan cara
seperti ini, aktivitas dan kreativitas anak akan berkembang sesuai dengan
kemampuannya. Akan tetapi, sering terjadi pemberian kebebasan yang penuh, ini
berakibat terjadinya kekacauan atau kericuhan didalam kelas karena kebebasan
yang didapat oleh siswa disalahgunakan.
3) Kebebasan
Terbimbing; konsep ini merupakan perpaduan antara kontrol otoriter dan
kebebasan liberal. Disini siswa diberi kebebasan untuk melakukan aktivitas,
namun terbimbing atau terkontrol. Disatu pihak siswa diberi kebebasan sebagai
hak asasinya, dan dilain pihak siswa harus dihindarkan dari perilaku-perilaku
negatif sebagai akibat penyalahgunaan kebebasan. Disiplin kelas yang baik menurut
konsep ini lebih ditekankan kepada kesadaran dan pengendalian diri-sendiri.[19]
- Pendekatan Psikologis
Terdapat beberapa pendekatan yang didasarkan atas
studi psikologis yang dapat dimanfaatkan oleh guru dalam membina disiplin kelas
pada siswanya. Pendekatan yang dimaksud antara lain sebagai berikut :
1) Pendekatan
Modifikasi Tingkah Laku (Behavior-Modification)
Pendekatan ini didasarkan pada psikologi
behavioristik, yang mengemukakan pendapat bahwa :
a) Semua tingkah
laku yang baik atau yang kurang baik merupakan hasil proses belajar.
b) Ada sejumlah
kecil proses psikologi penting yang dapat digunakan untuk menjelaskan
terjadinya proses belajar yang dimaksud, yaitu diantaranya penguatan positif
(positive reinforcement) seperti hadiah, ganjaran, pujian, pemberian kesempatan
untuk melakukan aktivitas yang disenangi oleh siswa, dan penguatan negatif
(negative reinforcement) seperti hukuman, penghapusan hak, dan ancaman. Penguatan
tersebut masih dibagi lagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Penguatan
Primer, yaitu penguatan yang tanpa dipelajari seperti makan, minum,
menghangatkan tubuh, dsb.
2. Penguatan
Sekunder, yaitu penguatan sebagai hasil proses belajar. Penguatan sekunder ini
ada yang dinamakan penguatan sosial ( pujian, sanjungan, perhatian, dsb ),
penguatan simbolik (nilai, angka, atau tanda penghargaan lainnya) dan penguatan
dalam bentukn kegiatan (permainan atau kegiatan yang disenangi oleh siswa yang
tidak semua siswa dapat mempraktekkannya). Dilihat dari segi waktunya, ada
penguatan yang terus-menerus (continue) setiap kali melakukan aktivitas, ada
pula penguatan yang diberikan secara periodik (dalam waktu-waktu tertentu),
misalnya setiap satu semester sekali, setahun sekali, dsb.
2) Pendekatan
Iklim Sosio-Emosional (Socio-Emotional Climate)
Pendekatan ini berlandaskan psikologi klinis dan
konseling yang mempradugakan :
a) Proses
Belajar Mengajar yang efektif mempersyaratkan keadaan sosio-emosional yang baik
dalam arti terdapat hubungan antara pribadi guru dengan siswa dan antara siswa
dengan siswa.
b) Guru
merupakan unsur terpenting bagi terbentuknya iklim sosio-emosional yang baik.
Guru diperlukan bersikap tulus dihadapan siswa, menerima dan menghargai siswa
sebagai manusia, dan mengerti siswa dari sudut pandang siswa sendiri. Dengan
cara demikian, siswa akan dapat dikuasai tanpa menutup perkembangannya. Sebagai
dasarnya, guru dituntut memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi yang
efektif dengan siswa, sehingga guru dapat mendeskripsikan apa yang perlu
dilakukannya sebagai alternatif penyelesaian.18
3) Pendekatan
Proses Kelompok (Group Process)
Pendekatan ini berdasarkan pada psikologi klinis
dan dinamika kelompok. Yang menjadi anggapan dasar dari pendekatan ini ialah :
a) Pengalaman
belajar sekolah berlangsung dalam konteks kelompok sosial.
b) Tugas pokok
guru yang utama dalam Manajemen Kelas ialah membina kelompok yang produktif dan
efektif.
4) Pendekatan
Elektif (Electic Approach)
Ketiga pendekatan tersebut, mempunyai kebaikan dan
kelemahan masing-masing. Dalam arti, tidak ada salah satu pendekatan yang cocok
untuk semua masalah dan semua kondisi. Setiap pendekatan mempunyai tujuan dan
wawasan tertentu. Dengan demikan, guru dituntut untuk memahami berbagai
pendekatan. Dengan dikuasainya berbagai pendekatan, maka guru mempunyai banyak
peluang untuk menggunakannya bahkan dapat memadukannya. Pendekatan Elektik
disebut juga dengan Pendekatan Pluralistik, yaitu Manajemen Kelas yang berusaha
menggunakan berbagai macam pendekatan yang memiliki potensi untuk dapat
menciptakan danmempertahankan suatu kondisi yang memungkinkan Proses Belajar
Mengajar berjalan efektif dan efisien. Dimana guru dapat memilih dan
menggabungkan secara bebas pendekatan tersebut, sesuai dengan kemampuan dan
selama maksud dari penggunaannya untuk menciptakan Proses Belajar Mengajar
berjalan secara efektif dan efisien.[20]
Allah SWT. pun memberikan contoh bagaimana Dia
mengatur kelangsungan hidup Ciptaan-Nya dalam surat Al-Baqarah ayat 22, yang berbunyi:
“Dialah yang menjadikan bumi sebagai
hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari
langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki
untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal
kamu mengetahui." (Q.S. Al-Baqarah/2 : 22).
B. Proses Belajar Mengajar
1. Pengertian Proses Belajar Mengajar
Proses Belajar Mengajar merupakan komunikasi
dua arah, dimana kegiatan guru sebagai pendidik harus mengajar dan siswa
sebagai terdidik yang belajar. Dari sisi siswa sebagai pelaku belajar dan sisi
guru sebagai pembelajar, dapat ditemukan adanya perbedaan dan persamaan.
Hubungan guru dan siswa adalah hubungan fungsional, dalam arti pelaku pendidik
dan pelaku terdidik. Dari segi tujuan akan dicapai baik guru maupun siswa
sama-sama mempunyai tujuan sendiri-sendiri. Meskipun demikian, tujuan guru dan
siswa tersebut dapat dipersatukan dalam tujuan instruksional.
Dari segi proses, belajar dan perkembangan
merupakan proses internal siswa. Pada belajar dan perkembangan, siswa sendiri
yang mengalami, melakukan, dan menghayatinya. Inilah yang dimaksud dengan
pembelajaran, dimana proses interaksi terjadi antara guru dengan siswa, yang
bertujuan untuk meningkatkan perkembangan mental, sehingga menjadi mandiri dan
utuh, disamping itu pula proses belajar tersebut terjadi berkat siswa
memperoleh sesuatu yang ada dilingkungan sekitar.[21]
Dalam Proses belajar tersebut, siswa
menggunakan kemampuan mentalnya untuk mempelajari bahan belajar. Kemampuan
kognitif, afektif, dan psikomotorik yang dibelajarkan dengan bahan belajar
menjadi suku rinci dan menguat. Adanya informasi tentang sasaran belajar,
penguatan, evaluasi dan keberhasilan belajar, menyebabkan siswa semakin sadar
akan kemampuan dirinya.
Dari kegiatan interaksi belajar-mengajar
tersebut, guru membelajarkan siswa dengan harapan bahwa siswa belajar. Maka,
ranahranah tersebut semakin berfungsi. Sebagai ilustrasi, pada ranah kognitif
siswa dapat memiliki pengetahuan, pemahaman, dapat menerapkan, menganalisis,
sintesis dan mengevaluasi. Pada ranah afektif siswa dapat melakukan penerimaan,
partisipasi, menentukan sikap, mengorganisasi dan membentuk pola hidup.
Sedangkan pada ranah psikomotorik siswa dapat mempersepsi, bersiap diri,
membuat gerakan-gerakan sederhana dan kompleks, membuat penyesuaian pola gerak
dan menciptakan gerakgerak baru.[22]
Walaupun kita tahu bahwa belajar mungkin saja
terjadi tanpa pembelajaran atau dilakukan secara insidental, namun demikian
dampak pembelajaran tersebut terhadap belajar sangat bermanfaat dan biasanya
mudah diamati. Apabila pembelajaran dirancang untuk mencapai suatu tujuan
belajar tertentu (a specific learning objective),maka
pembelajaran itu mungkin akan lebih berhasil atau lebih efektif dalam mencapai
tujuan yang ingin dicapai.
Proses Belajar Mengajar mencakup
peristiwa-peristiwa yang dihasilkan atau ditimbulkan oleh sesuatu yang bisa
berupa bahan cetakan (buku teks, surat
kabar, majalah, dsb), gambar, program televisi, atau kombinasi dari obyek-obyek
fisik, dsb. Peristiwa ini mencakup semua ranah atau domain hasil belajar (learning
outcomes). Secara singkat, dapat kita katakan bahwa
pembelajaran merupakan serangkaian peristiwa yang dapat mempengaruhi si belajar
sedemikian rupa, sehingga akan mempermudah ia dalam belajar, atau belajar yang
dilakukan oleh si belajar dapat dipermudah/ difasilitasi.
Maka Proses Belajar Mengajar dapat dikatakan
efektif, apabila dapat memfasilitasi pemerolehan pengetahuan dan keterampilan
si belajar melalui penyajian informasi dan aktivitas yang dirancang untuk
membantu memudahkan siswa dalam rangka mencapai tujuan khusus belajar yang
diharapkan.[23]
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Proses Belajar Mengajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi Proses
Belajar Mengajar, antara lain:
a. Faktor raw input (yakni faktor
murid itu sendiri), di mana tiap anak memiliki kondisi yang berbeda-beda dalam:
1) kondisi fisiologis
2) kondisi psikologis
b. Faktor environmental input (yakni
faktor lingkungan), baik itu lingkungan alami maupun lingkungan sosial.
c. Faktor instrumental input,
yang didalamnya antara lain terdiri dari :
1) kurikulum
2) program/ bahan pengajaran
3) sarana dan fasilitas
4) guru (tenaga pengajar):
Faktor pertama disebut sebagai “faktor
dari dalam“, sedangkan faktor kedua dan ketiga sebagai “faktor
dari luar“. Adapun uraian mengenai faktor-faktor
tersebut adalah sebagai berikut :
a. Faktor dari luar (Eksternal)
1)
Faktor
Environmental Input (Lingkungan)
Kondisi lingkungan sangat mempengaruhi proses
dan hasil belajar. Lingkungan ini dapat berupa lingkungan fisik/ alam dan
lingkungan sosial. Lingkungan fisik/ alami termasuk didalamnya adalah seperti
keadaaan suhu, kelembaban, kepengapan udara, dsb. Belajar pada keadaan udara
yang segar, akan lebih baik hasilnya daripada belajar dalam keadaan udara yang
panas dan pengap.
Lingkungan sosial, baik yang berwujud manusia
maupun hal-hal lainnya juga dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar.
Seseorang yang sedang belajar memecahkan soal yang rumit dan membutuhkan
konsentrasi tinggi, akan terganggu jika ada orang lain keluar-masuk,
bercakap-cakap didekatnya dengan suara keras,dsb.
Lingkungan sosial yang lain, seperti suara
mesin pabrik, hiruk-pikuk lalu lintas, ramainya pasar, dsb juga berpengaruh
terhadap proses dan hasil belajar. Karena itulah, disarankan agar lingkungan
sekolah berada di tempat yang jauh dari keramaian pabrik, lalu-lintas dan
pasar.
2)
Faktor-faktor
Instrumental
Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang
keberadaan dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang
diharapkan. Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk
tercapainya tujuan belajar yang telah dicanangkan. Faktor-faktor instrumental
dapat berwujud faktor-faktor keras (hardware),
seperti gedung perlengkapan belajar, alat-alat praktikum, perpustakaan, dsb dan
juga faktor-faktor lunak (software), seperti
kurikulum, bahan/ program yang harus dipelajari, pedoman belajar, dsb.
b. Faktor dari dalam (Internal)
Diantara faktor yang mempengaruhi proses dan
hasil belajar adalah faktor individu siswa, baik kondisi fisiologis maupun
psikologis anak.
1)
Kondisi
Fisiologis Anak
Secara umum, kondisi fisiologis ini seperti
kesehatan yang prima, tidak dalam keadaan capai, tidak dalam keadaan cacat
jasmani, dsb akan sangat membantu dalam proses dan hasil belajar. Disamping
kondisi yang umum tersebut, yang tidak kalah pentingnya dalam mempengaruhi
proses dan hasil belajar siswa adalah kondisi pancaindera, terutama indera
penglihatan dan pendengaran.
Karena pentingnya penglihatan dan pendengaran
inilah, maka dalam lingkungan pendidikan formal, orang melakukan berbagai
penelitian untuk menemukan bentuk dan cara menggunakan alat peraga yang dapat
dilihat sekaligus didengar (audio-visual aids).
Guru yang baik, tentu akan memperhatikan bagaimana keadaan pancaindera,
khususnya penglihatan dan pendengaran anak didiknya.
2)
Kondisi
Psikologis Anak
Di bawah ini akan diuraikan beberapa faktor
psikologis, yang dianggap utama dalam mempengaruhi proses dan hasil belajar :
a) Minat
Minat sangat mempengaruhi dalam proses dan
hasil belajar. Kalau seseorang tidak berminat untuk mempelajari sesuatu, ia
tidak dapat diharapkan akan berhasil dengan baik dalam mempelajari hal
tersebut. Begitu pula sebaliknya, jika seseorang mempelajari sesuatu dengan
minat, maka hasil yang diharapkan akan lebih baik. Maka, tugas guru adalah
untuk dapat menarik minat belajar siswa, dengan menggunakan berbagai cara dan
usaha mereka.
b) Kecerdasan
Telah menjadi pengertian relatif umum, bahwa
kecerdasanmemegang peran besar dalam menentukan berhasil-tidaknya seseorang
mempelajari sesuatu atau mengikuti suatu program pendidikan. Orang yang lebih
cerdas, pada umumnya akan lebih mampu belajar daripada orang yang kurang
cerdas. Kecerdasan seseorang biasanya dapat diukur dengan menggunakan alat
tertentu. Hasil dari pengukuran kecerdasan, biasanya dinyatakan dengan angka
yang menunjukkan perbandingan kecerdasan yang terkenal dengan sebutan Intelligence
Quetient (IQ).
c) Bakat
Disamping Intellegensi, bakat merupakan
faktor yang besar pengaruhnya terhadap proses dan hasil belajar siswa. Secara
definitif, anak berbakat adalah anak yang mampu mencapai prestasi yang tinggi,
karena mempunyai kemampuankemampuan yang tinggi. Anak tersebut adalah anak yang
membutuhkan program pendidikan berdiferensiasi dan pelayanan diluar jangkauan
program sekolah biasa, untuk merealisasikan sumbangannya terhadap masyarakat
maupun terhadap dirinya.
d) Motivasi
Motivasi merupakan dorongan yang ada didalam
individu, tetapi munculnya motivasi yang kuat atau lemah, dapat ditimbulkan
oleh rangsangan dari luar. Oleh karena itu, dapat dibedakan menjadi dua motif,
yaitu 1) Motif Intrinsik, 2) Motif Ekstrinsik
Motif Intrinsik adalah motif yang ditimbulkan
dari dalam diri orang yang bersangkutan, tanpa rangsangan atau bantuan orang
lain. Sedangkan motif ekstrinsik adalah motif yang timbul akibat rangsangan
dari luar. Pada umumnya, motif intrinsik lebih efektif dalam mendorong
seseorang untuk lebih giat belajar daripada motif ekstrinsik.
e) Kemampuan-kemampuan Kognitif
Walaupun diakui bahwa tujuan pendidikan yang
berarti juga tujuan belajar itu meliputi tiga aspek, yaitu aspek kognitif,
aspek afektif, dan aspek psikomotorik. Namun tidak dapat diingkari, bahwa
sampai sekarang pengukuran kognitif masih diutamakan untuk menentukan
keberhasilan belajar seseorang. Sedangkan aspek afektif dan aspek psikomotorik
lebih bersifat pelengkap dalam menentukan derajat keberhasilan belajar anak
disekolah. Oleh karena itu, kemampuan kognitif akan tetap merupakan faktor
penting dalam belajar siswa / peserta didik. Kemampuan kognitif yang paling
utama adalah kemampuan seseorang dalam melakukan persepsi, mengingat, dan
berpikir. Setelah diketahui berbagai faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar
seperti diuraikan diatas, maka hal penting yang harus dilakukan bagi para
pendidik, guru, orangtua, dsb adalah mengatur faktor-faktor tersebut agar dapat
berjalan seoptimal mungkin.[24]
3. Unsur-unsur Proses Belajar Mengajar
Untuk menciptakan suasana yang dapat
menumbuhkan gairah belajar, meningkatkan prestasi belajar siswa dan lebih
memungkinkan guru memberikan bimbingan dan bantuan terhadap siswa dalam
belajar, diperlukan pengorganisasian
kelas yang memadai. Adapun unsur-unsur Proses Belajar Mengajar tersebut
meliputi:
a. Bahan Belajar. Bahan belajar
dapat berwujud benda dan isi pendidikan. Isi pendidikan tersebut dapat berupa
pengetahuan, perilaku, nilai, sikap dan metode pemerolehan.
b. Suasana Belajar. Kondisi gedung
sekolah, tata ruang kelas, dan alat-alat belajar sangat mempunyai pengaruh pada
kegiatan belajar. Disamping kondisi fisik tersebut, suasana pergaulan di
sekolah juga sangat berpengaruh pada kegiatan belajar. Karena guru memiliki
peranan penting dalam menciptakan suasana belajar yang menarik bagi siswa.
c. Media dan Sumber Belajar. Dewasa ini
media dan sumber belajar dapat ditemukan dengan mudah. Sawah percobaan, kebun
bibit, kebun binatang, tempat wisata, museum, perpustakaan umum, surat kabar, majalah,
radio, sanggar seni, sanggar olah raga, televisi dapat ditemukan didekat
sekolah. Disamping itu, buku pelajaran, buku bacaan, dan laboratorium sekolah
juga telah tersedia semakin baik dan berkembang maju.
Secara
singkat, dapat dikemukakan bahwa guru dapat membuat program pembelajaran dengan
memanfaatkan media dan sumber belajar diluar sekolah. Pemanfaatan tersebut,
dimaksudkan untuk meningkatkan kegiatan belajar-mengajar, sehingga mutu hasil
belajar semakin meningkat.
d. Guru sebagai Subyek Pembelajar. Guru
adalah subyek pembelajar siswa. Sebagai subyek pembelajar, guru berhubungan/
berinteraksi secara langsung dengan siswa. Sebagaimana mestinya setiap individu
mempunyai karakteristik, motivasi belajar siswa yang berbeda-beda. Atas hal
tersebut, maka guru dapat menggolongkan motivasi belajar siswa dengan melakukan
penguatan-penguatan pada motivasi instrumental, motivasi sosial, motivasi
berprestasi, dan motivasi intrinsik siswa.
C. Cara Belajar Dan Mengajar Yang Efektif
1. Cara Belajar Yang Efektif
a. Perlunya Bimbingan
Untuk mempertinggi produksi, maka Miunsterberg
dan Taylor
mengadakan penyelidikan ilmiah tentang cara-cara bekerja efisien.
Efisien dalam industri telah banyak menjadi kenyataan, sehingga pemborosan
bahan dan waktu diperkecil sampai minimal.
Seperti diketahui, belajar itu sangat
kompleks dan belum diketahui segala seluk-beluknya. Hasil belajar dipengaruhi
oleh berbagai faktor, baik kecakapan dan ketangkasan belajar berbeda secara
individual. Walaupun demikian, kita dapat membantu siswa dengan memberikan
petunjuk-petunjuk umum tentang caracara belajar yang efisien. Ini tidak
berarti, bahwa mengenal petunjuk tersebut dengan sendirinya akan menjamin
sukses siswa. Kesuksesan hanya tercapai berkat usaha keras, tanpa diiringi
dengan usaha tidak akan tercapai suatu apapun. Disamping memberikan petunjuk tentang
cara-cara belajar, baiknya siswa juga diawasi dan dibimbing sewaktu mereka
belajar. Dengan begitu, maka hasilnya akan jauh lebih baik lagi sesuai dengan
apa yang kita harapkan.
b. Kondisi dan Strategi Belajar
Untuk meningkatkan cara belajar yang efektif,
perlu diperhatikan beberapa hal, sebagai berikut :
1)
Kondisi Internal
Yang dimaksud dengan kondisi internal, yaitu
kondisi/ situasi yang ada didalam diri siswa itu sendiri, misalnya kesehatan,
keamanan, ketenteramannya, dsb. Siswa dapat belajar dengan baik, jika kebutuhan
internalnya dapat terpenuhi. Menurut Maslow,
ada tujuh jenjang kebutuhan primer manusia yang harus dipenuhi, antara lain:
1.
Kebutuhan
Fisiologis; Merupakan kebutuhan jasmani manusia, misalnya
kebutuhan akan makan, minum, tidur, istirahat, dan kesehatan. Untuk dapat
belajar secara efektif dan efisien, siswa harus sehat, dan jangan sampai sakit
sehingga dapat mengganggu kerja otak yang mengakibatkan terganggunya kondisi
dan konsentrasi belajar seseorang.
2.
Kebutuhan akan
Keamanan; Manusia membutuhkan ketenteraman dan keamanan
jiwa yang jauh dari rasa kecewa, takut, kegagalan, dsb. Oleh karena itu, agar
cara belajar siswa dapat ditingkatkan kearah yang efektif, maka siswa harus
dapat menjaga keseimbangan emosi, sehingga perasaan aman dapat tercapai dan
konsentrasi pikiran dapat dipusatkan pada materi pelajaran yang ingin
dipelajari.
3.
Kebutuhan akan
Kebersamaan dan Cinta; Manusia dalam
hidup membutuhkan kasih-sayang dari orang tua, saudara dan teman-teman yang
lain. Disamping itu, ia akan merasa bahagia jika dapat membantu dan memberikan
cinta-kasih kepada orang lain. Oleh karena itu, belajar bersama dengan
kawan-kawan lain dapat meningkatkan pengetahuan dan ketajaman berpikir siswa.
Untuk itu, diperlukan cara berpikir yang terbuka (openminded),
kerja sama, memilih materi yang tepat, dan ditunjang dengan visualisasi (contoh
nyata atau gambargambar, dsb).
4.
Kebutuhan akan
Status; Setiap orang akan berusaha semaksimal
mungkin, agar keinginannya dapat berhasil. Untuk kelancaran belajar, diperlukan
sifat optimis, percaya akan kemampuan diri, dan yakin bahwa ia dapat
menyelesaikan tugasnya dengan baik.
5.
Kebutuhan
Self-Actualisation; Belajar yang efektif dapat
diciptakan untuk memenuhi kebutuhan sendiri, image seseorang. Oleh karena itu,
siswa harus yakin bahwa dengan belajar yang baik, akan dapat membantu
tercapainya cita-cita yang diinginkan.
6.
Kebutuhan untuk
mengetahui dan mengerti; Yaitu kebutuhan
untuk memuaskan rasa ingin tahu, mendapatkan pengetahuan, informasi, dan untuk
mengerti sesuatu. Hanya dengan belajarlah upaya pemenuhan kebutuhan ini dapat terwujud.
7.
Kebutuhan Estetik;
Yaitu kebutuhan yang dimanifestasikan sebagai
kebutuhan akan keteraturan, keseimbangan dan kelengkapan dari suatu tindakan.
Hal ini hanya mungkin terpenuhi, jika siswa belajar tanpa henti dan tidak hanya
selama di pendidikan formal saja, melainkan juga setelah selesai, setelah
bekerja, berkeluarga serta berperan dalam masyarakat.
2)
Kondisi Eksternal
Yang dimaksud dengan kondisi eksternal adalah
kondisi yang ada di luar diri pribadi manusia. Misalnya kebersihan rumah,
penerangan, serta keadaan lingkungan fisik yang lain. Untuk dapat belajar yang
efektif, diperlukan lingkungan fisik yang baik dan teratur, seperti :
a) Ruang belajar harus bersih, tidak terdapat bau yang dapat
mengganggu konsentrasi pikiran.
b) Ruangan cukup terang, tidak gelap yang dapat mengganggu pandangan
mata.
c) Sarana yang diperlukan tercukupi untuk belajar, misalnya alat
pelajaran, buku-buku, dsb.
3)
Strategi Belajar
Belajar yang efisien dapat tercapai apabila
dapat menggunakan strategi belajar yang tepat. Strategi belajar diperlukan
untuk dapat mencapai hasil semaksimal mungkin. Adapun cara belajar yang baik
dengan petunjuk sebagai berikut :
1. Keadaan Jasmani; Belajar merupakan
tenaga yang harus dijaga, karena itu untuk mencapai hasil yang baik diperlukan
keadaan jasmani yang sehat agar tidak mudah sakit, dsb.
2. Keadaan Emosional dan Sosial; Siswa
yang merasa jiwanya tertekan, selalu dalam keadaan takut akan kegagalan,
mengalami kegoncangan karena emosi yang tidak kuat, tidak mungkin dapat belajar
secara efektif. Maka, keadaan tersebut harus dijaga dengan baik.
3. Keadaan Lingkungan; Tempat
belajar hendaknya tenang, tanpa gangguan dari luar. Begitu juga sebelum
pelajaran dimulai, hendaknya apa-apa yang dibutuhkan dipersiapkan terlebih dahulu.
4. Memulai Belajar; Dalam hal ini,
sering menunda dan enggan untuk memulai belajar. Maka, kita harus mengatasinya
dengan suatu “perintah“ pada
diri sendiri untuk memulai pekerjaan tersebut tepat pada waktunya.
5. Membagi Pekerjaan; Dengan semboyan “Devide
et Impera“ kita dapat menyelesaikan pekerjaan yang
banyak sekaligus. Dengan pintar-pintar memilih mana yang lebih penting dan
harus dikerjakan terlebih dahulu, daripada hal-hal yang dianggap kurang
menguntungkan.
6. Adakan Kontrol; Selidiki kembali
pada akhir belajar, sampai sejauh manakah bahan tersebut dapat dikuasai. Jika
hasilnya kurang memuaskan kiranya memerlukan latihan khusus, sebaliknya jika
hasilnya sudah bagus perlu ditingkatkan dan dipertahankan lagi.
7. Pupuk sikap optimistis; Adakan
persaingan dengan diri sendiri, niscaya prestasi akan meningkat dan karena itu
memupuk sikap optimistis sangat penting.
8. Waktu bekerja; Waktu yang tepat
kita jadikan alat untuk memerintah diri kita sendiri. Karena, jika kita
menyimpang dari waktu yang telah direncanakan maka akan mengalami kegagalan.
9. Buatlah suatu rencana kerja; Dengan
adanya suatu rencana kerja dengan pembagian waktu, tampaklah bahwa selalu cukup
waktu untuk belajar. Hanya dengan rencana kerja yang teliti kita dapat
menggunakan waktu dengan efisien.
10. Menggunakan waktu; Menggunakan waktu
tidak berarti bekerja lama sampai habis tenaga, melainkan bekerja
sungguh-sungguh dengan sepenuh tenaga dan perhatian untuk menyelesaikan suatu
tugas yang khusus.
11. Belajar keras tidak merusak; Belajar
dengan penuh konsentrasi itu tidak merusak. Yang merusak ialah menggunakan
waktu tidur untuk belajar, karena dapat mengurangi waktu istirahat.
12. Cara mempelajari buku; Sebelum
kita mulai membaca buku, terlebih dahulu kita coba memperoleh gambaran tentang
buku melalui garis besarnya dengan menyelidiki daftar isi buku tersebut.
13. Mempertinggi kecepatan membaca; Seorang
pelajar harus sanggup menghadapi isi yang
sebanyak-banyaknya dari bacaan dalam waktu sesingkatsingkatnya. Seorang
pelajar harus mencapai kecepatan membaca sekurang-kurangnya 200 perkataan dalam
satu menit. Ini hanya mungkin jika kita membaca dengan “lompatan
mata“ tanpa mengucapkannya dengan menggerakkan
bibir atau dalam hati, karena pengucapan itu dapat memperlambat kecepatan.
14. Jangan membaca belaka; Membaca
bukan sekedar mengetahui kata-katanya, melainkan juga mengikuti jalan pikiran
si pengarang, reading may be regarded as reasoning.
Setelah kita membaca satu bagian, kita harus mengatakannya kembali dengan
kata-kata sendiri sambil merenungkan isinya secara kritis dan membandingkannya
dengan apa yang telah kita ketahui. Jadi, kita harus mengadakan reaksi terhadap
apa yang kita baca, dengan mengajak orang lain untuk berdiskusi.
4) Metode Belajar
Metode adalah cara atau jalan yang harus
dilalui untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Belajar bertujuan untuk
mendapatkan pengetahuan, sikap, kecakapan, dan keterampilan, cara-cara yang
dipakai tersebut akan menjadi kebiasaan yang dapat mempengaruhi belajar itu
sendiri.
a) Pembuatan Jadwal dan Pelaksanaannya.
Jadwal adalah pembagian waktu untuk sejumlah
kegiatan yang akan dilakukan seseorang setiap harinya, agar dapat berjalan
dengan baik dan berhasil. Maka, cara membuat jadwal yang baik adalah sebagai
berikut :
-
Memperhitungkan
waktu setiap hari untuk keperluan-keperluan seperti tidur, makan-minum, mandi,
olah raga, belajar, dsb.
-
Menyelidiki dan
menentukan waktu yang tersedia setiap hari.
-
Merencanakan
penggunaan belajar itu dengan cara menetapkan jenis-jenis mata pelajarannya dan
urut-urutan yang harus dipelajari.
-
Menyelidiki waktu
mana yang dapat digunakan untuk belajar dengan hasil terbaik. Setelah
diketahui, kemudian dipergunakan untuk mempelajari pelajaran yang dianggap
sulit, sedangkan pelajaran yang dianggap ringan dapat dipelajari pada jam
belajar yang lain.
-
Berhematlah dengan
waktu, dan jangan ragu untuk belajar dan memulai suatu pekerjaan.
b) Membaca dan Membuat Catatan
Agar dapat belajar dengan baik, salah satu
metode membaca yang baik
dan banyak dipakai untuk belajar adalah metode
SQR4, yaitu Survey (meninjau),
Question (mengajukan
pertanyaan), Read (membaca),
Recite (mengahafal), Write
(menulis), dan Review (mengingat
kembali).
Membuat catatan juga sangat berpengaruh dalam
membaca. Catatan yang baik, rapi, lengkap, teratur, akan menambah semangat
dalam belajar, karena tidak terjadi rasa bosan untuk membaca dalam jangka waktu
yang lama. Dalam membuat catatan sebaiknya diambil intisarinya saja dengan
tulisan yang jelas dan teratur, agar mudah dibaca dan dipelajari. Bahkan perlu
ditulis juga tanggal dan hari mencatatnya, pelajaran apa, siapa gurunya, bab/
pokok yang dibahas dan buku pegangan wajib/ pelengkap. Karena, buku pegangan
wajib/ pelengkap ini perlu untuk memperkaya dalam mempelajari suatu mata
pelajaran/ bidang studi.
c) Mengulangi Bahan Pelajaran
Dengan adanya pengulangan (review),bahan
yang belum dikuasai serta mudah terlupakan akan tetap tertanam dalam otak
seseorang. Mengulang dapat dilakukan secara langsung setelah membaca, atau
mempelajari kembali bahan pelajaran yang sudah dipelajari. Cara ini dapat
ditempuh dengan cara membuat ringkasan, maupun mempelajari soal-soal yang sudah
pernah dibuatnya. Agar dapat mengulang dengan baik, maka perlulah kiranya
disediakan waktu untuk mengulang dan menggunakan waktu tersebut dengan
sebaik-baiknya melalui menghafal dengan bermakna dan memahami bahan yang
diulang secara sungguh-sungguh.
Menghafal dapat dengan cara diam, tetapi
otaknya berusaha mengingat dan juga dapat dengan membaca keras/ mendengarkan
dan juga dengan menulisnya.
d) Konsentrasi
Konsentrasi adalah pemusatan pikiran terhadap
suatu hal dengan megesampingkan semua hal lainnya yang tidak berhubungan. Dalam
belajar, konsentrasi berarti pemusatan pikiran terhadap suatu mata pelajaran
dengan megesampingkan semua hal yang tidak ada kaitannya dengan pelajaran.
Seseorang yang dapat belajar dengan baik
adalah orang yang dapat berkonsentrasi dengan baik, dengan kata lain ia harus
memiliki kebiasaan untuk memusatkan pikiran.
Agar dapat berkonsentrasi dengan baik, perlu
adanya usaha sebagai berikut : siswa memiliki minat dan motivasi yang tinggi, ada
tempat belajar tertentu dengan meja belajar yang bersih dan rapi, mencegah
timbulnya kejemuan/ kebosanan, menjaga kesehatan dan memperhatikan kelelahan,
menyelesaikan masalah yang mengganggu dan bertekad untuk mencapai tujuan/ hasil
yang terbaik setiap kali belajar.
e) Mengerjakan Tugas
Salah satu prinsip belajar adalah ulangan dan
latihanlatihan. Mengerjakan tugas dapat berupa mengerjakan tes/ ulangan atau
ujian yang diberikan guru, tetapi juga termasuk membuat/ mengerjakan
latihan-latihan yang ada dalam buku maupun soal-soal buatan sendiri. Agar siswa
berhasil dalam belajarnya, perlunya diberikan tugas untuk dikerjakan dengan
sebaik-baiknya. Tugas tersebut, mencakup mengerjakan PR, menjawab soal latihan
buatan sendiri, soal dalam buku pegangan, tes/ ulangan harian, ulangan umum dan
ujian.[25]
2. Cara Mengajar Yang Efektif
Mengajar adalah membimbing siswa, agar
mengalami proses belajar. Dalam belajar, siswa menghendaki hasil belajar yang
efektif bagi dirinya. Untuk memenuhi tuntutan tersebut, guru harus membantu
dengan cara mengajar yang efektif. Mengajar yang efektif adalah mengajar yang
dapat membawa belajar siswa yang efektif pula. Maka, untuk mengajar yang
efektif diperlukan syarat-syarat sebagai berikut :
a. Belajar secara aktif, baik mental maupun fisik. Didalam belajar, siswa
harus mengalami aktivitas mental, dan juga aktivitas jasmani.
b. Guru harus menggunakan banyak metode pada waktu mengajar. Dengan
variasi metode, mengakibatkan penyajian bahan pelajaran lebih menarik perhatian
siswa, mudah diterima siswa, dan suasana kelas menjadi hidup.
c. Motivasi. Hal ini sangat berperan pada kemajuan, perkembangan anak
selanjutnya melalui Proses Belajar Mengajar. Bila motivasi guru tepat mengenai
sasaran akan meningkatkan kegiatan anak dalam belajar.
d. Kurikulum yang baik dan seimbang. Kurikulum sekolah ini juga harus
mampu mengembangkan segala segi kepribadian anak, disamping kebutuhan anak
sebagai anggota masyarakat.
e. Guru perlu mempertimbangkan pada perbedaan individual. Guru tidak
cukup hanya merencanakan pengajaran klasikal, karena masing-masing anak
mempunyai perbedaan dalam beberapa segi, misalnya intellegensi, bakat, tingkah
laku, sikap, dll.
f.
Guru akan mengajar
dengan efektif, bila selalu membuat perencanaan dahulu sebelum mengajar. Dengan
persiapan mengajar, guru akan merasa mantap dan lebih percaya diri berdiri
didepan kelas untuk melakukan interaksi dengan siswa-siswinya.
g. Pengaruh guru yang sugestif perlu diberikan pula kepada anak.
Sugesti yang kuat, akan merangsang anak untuk lebih giat lagi dalam belajar.
h. Seorang guru harus memiliki keberanian menghadapi murid-muridnya,
berkenaan dengan permasalahan yang timbul pada saat Proses Belajar Mengajar
berlangsung.
i.
Guru harus mampu
menciptakan suasana yang demokratis disekolah. Lingkungan yang saling
menghormati, dapat memahami kebutuhan anak, bertenggang-rasa, dll.
j.
Pada penyajian
bahan pelajaran pada anak, guru perlu memberikan persoalan yang dapat
merangsang anak untuk berpikir dan memunculkan reaksinya.
k. Semua pelajaran yang diberikan anak perlu di integrasikan,
sehingga anak memiliki pengetahuan yang terintegrasi, tidak terpisah-pisah pada
sistem pengajaran lama, yang memberikan pelajaran terpisah satu sama lainnya.
l.
Pelajaran
disekolah perlu dihubungkan dengan kehidupan nyata di masyarakat.
m. Dalam interaksi belajar-mengajar, guru harus banyak memberi
kebebasan pada anak untuk dapat menyelidiki sendiri, belajar sendiri, mencari
pemecahan masalah sendiri, dsb.
n. Pengajaran remedial, yang diadakan bagi siswa yang mengalam
kesulitan belajar, dsb.[26]
3. Komponen Belajar Mengajar
Sebagai suatu sistem, tentu saja Kegiatan
Belajar Mengajar mengandung sejumlah komponen-komponen yang meliputi :
a. Tujuan
Tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin
dicapai dari pelaksanaan suatu kegiatan. Tidak ada suatu kegiatan yang
diprogramkan tanpa tujuan, karena hal itu merupakan suatu hal yang tidak
memiliki kepastian dalam menentukan ke arah mana kegiatan tersebut akan dibawa.
Dalam Kegiatan Belajar Mengajar, tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin
dicapai dalam kegiatannya dan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Tujuan dalam pendidikan dan pengajaran adalah
suatu cita-cita yang bernilai normatif. Dengan kata lain, dalam tujuan terdapat
sejumlah nilai yang harus ditanamkan kepada anak didik, baik dalam lingkungan
sosialnya maupun diluar sekolah. Tujuan adalah suatu komponen yang dapat
mempengaruhi komponen pengajaran lainnya seperti, bahan pelajaran, Kegiatan
Belajar Mengajar, pemilihan metode, alat, sumber, dan alat evaluasi. Dari semua
komponen tersebut, harus sesuai dan didayagunakan untuk mencapai tujuan yang
efektif dan efisien.
Tujuan pengajaran adalah deskripsi tentang
penampilan perilaku (performance) siswa
yang kita harapkan setelah mereka mempelajari bahan pelajaran yang kita
ajarkan.[27]
b. Bahan Pelajaran
Bahan pelajaran adalah substansi yang akan
disampaikan dalam Proses Belajar Mengajar. Tanpa bahan pelajaran, maka Proses
Belajar Mengajar tidak akan berjalan. Ada
dua persoalan dalam penguasaan bahan pelajaran ini, yakni penguasaan
bahan pelajaran pokok, dan bahan
pelajaran pelengkap. Bahan pelajaran pokok adalah
bahan pelajaran yang menyangkut bidang studi yang dipegang oleh guru sesuai
dengan profesinya (disiplin keilmuannya). Sedangkan bahan
pelajaran pelengkap/ penunjang adalah
bahan pelajaran yang dapat membuka wawasan seorang guru agar dalam mengajar
dapat menunjang penyampaian bahan pelajaran pokok.
Bahan adalah salah satu sumber belajar bagi
anak didik. Bahan yang disebut sebagai sumber belajar (pengajaran)
ini adalah sesuatu yang membawa pesan untuk tujuan pengajaran.[28]
Oleh karena itu, kepada guru khususnya atau
pengembang kurikulum umumnya, harus memikirkan sejauh mana bahan-bahan yang
topiknya tertera dalam silabi berkaitan dengan kebutuhan anak didik pada usia
tertentu dan juga lingkungan tertentu pula. Minat anak didik, akan bangkit bila
suatu bahan diajarkan sesuai dengan kebutuhan yang mereka inginkan.
c. Kegiatan Belajar Mengajar
Kegiatan Belajar Mengajar adalah inti
kegiatan dalam pendidikan. Dalam Kegiatan Belajar Mengajar akan melibatkan
semua komponen pengajaran, dan akan menentukan sejauh mana tujuan yang telah
ditetapkan dapat tercapai. Dalam Kegiatan Belajar Mengajar, guru dan anak didik
terlibat dalam sebuah interaksi dengan bahan pelajaran sebagai mediumnya. Dalam
interaksi itulah, siswa yang lebih aktif dan guru hanya berperan sebagai
motivator dan fasilitator.
Dalam Kegiatan Belajar Mengajar, guru
sebaiknya memperhatikan perbedaan individual anak didik, yaitu pada aspek
biologis, intelektual, dan psikologis. Kerangka demikian, dimaksudkan agar guru
mudah dalam melakukan pendekatan kepada setiap anak didik secara individual.
Pemahaman terhadap ketiga aspek tersebut, akan merapatkan hubungan guru dengan
anak didik, sehingga memudahkan melakukan pendekatan Mastery Learning yang
merupakan salah satu strategi belajar-mengajar pendekatan individual.[29]
d. Metode
Metode adalah suatu cara yang dipergunakan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam Kegiatan Belajar Mengajar,
metode diperlukan oleh guru dan penggunaannya yang bervariasi sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai setelah pengajaran berakhir. Seorang guru tidak akan
dapat melaksanakan tugasnya, bila tidak menguasai metode mengajar. Oleh karena
itu, disinilah kompetensi guru diperlukan dalam pemilihan metode yang tepat.
Dengan menguasai dari berbagai macam metode dan bisa menempatkan pada situasi
dan kondisi yang sesuai dengan keadaan siswa.
e. Alat
Alat adalah segala sesuatu yang dapat
digunakan dalam rangka mencapai tujuan pengajaran. Sebagai segala sesuatu yang
dapat digunakan dalam mencapai tujuan pengajaran, alat mempunyai fungsi, yakni
sebagai perlengkapan, pembantu mempermudah usaha mencapai tujuan, dan alat
sebagai tujuan.[30]
Alat dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu alat
dan alat bantu pengajaran.
Yang dimaksud dengan alat adalah berupa
suruhan, perintah,
larangan, dsb. Sedangkan alat bantu pengajaran adalah
berupa globe, papan tulis, kapur tulis, gambar, diagram, slide,
video, dsb.
f.
Sumber Belajar
Belajar-Mengajar telah diketahui maknanya.
Bukan berproses dalam kehampaan, tetapi berproses dalam kemaknaan yang
didalamnya ada sejumlah nilai yang disampaikan kepada anak didik. Nilai-nilai
tersebut, tidak mungkin datang dengan sendirinya, akan tetapi diambil dari
berbagai sumber guna dipakai dalam Proses Belajar Mengajar.
Sumber belajar sesungguhnya banyak sekali
terdapat dimanamana, misalnya disekolah, halaman, pusat kota, pedesaan, dsb. Pemanfaatan
sumber-sumber pengajaran tersebut, tergantung pada kreativitas guru, waktu,
biaya, serta kebijakan-kebijakan lainnya.[31]
Dalam mengemukakan sumber belajar ini, para
ahli sepakat bahwa segala sesuatu dapat digunakan sebagai sumber belajar sesuai
dengan kepentingan guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk
mendapatkan gambaran apa saja yang termasuk kategori sumber belajar, berikut
dikemukakan pendapat dari :
1) Ny. Dr. Roestiyah N.K., sumber-sumber
belajar itu adalah :
a) Manusia dalam keluarga, sekolah dan masyarakat.
b) Buku atau Perpustakaan.
c) Media massa (majalah, surat kabar, radio, TV,
dll).
d) Dalam lingkungan.
e) Alat pelajaran (buku pelajaran, peta, gambar, kaset, type
recorder, papan tulis, kapur, spidol, dsb).
f) Museum.[32]
2) Drs. Sudirman N, dkk mengemukakan
macam-macam sumber belajar sebagai berikut :
a) Manusia (people).
b) Bahan (materials).
c) Lingkungan (setting).
d) Alat dan Perlengkapan (tool and
equipment).
e) Aktivitas (activities) meliputi:
Pengajaran berprogram, Simulasi, Karyawisata, Sistem pengajaran modul.
Sedangkan aktivitas sebagai sumber belajar, biasanya meliputi: Tujuan khusus
yang harus dicapai oleh siswa, materi (bahan pelajaran) yang harus dipelajari,
aktivitas yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan pengajaran.[33]
g. Evaluasi
Arti dari Evaluasi adalah penaksiran,
penilaian, perkiraan keadaan, dan penentuan nilai.[34]
Jadi, evaluasi dalam pendidikan dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau
suatu proses untuk menentukan nilai segala sesuatu dalam dunia pendidikan atau
segala sesuatu yang ada hubungannya dengan dunia pendidikan.[35]
Berbeda dengan pendapat tersebut Ny.
Roestiyah N.K., mengatakan bahwa evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan data
seluas-luasnya, sedalam-dalamnya, yang berkaitan dengan kapabilitas siswa guna
mengetahui sebab-akibat dan hasil belajar siswa yang dapat mendorong dan
mengembangkan kemampuan belajar.[36] Dari kedua pengertian evaluasi tersebut,
dapat pula diketahui tujuan penggunaan evaluasi, yang dilihat dari dua segi, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
1) Tujuan Umum dari evaluasi adalah:
a) Mengumpulkan data-data yang membuktikan taraf kemajuan murid dalam
mencapai tujuan yang diharapkan.
b) Memungkinkan pendidik/ guru menilai aktivitas/ pengalaman yang
didapat.
c) Menilai metode mengajar yang digunakan.
2) Tujuan Khusus dari evaluasi adalah:
a) Merangsang kegiatan siswa.
b) Menemukan sebab-sebab kemajuan atau kegagalan.
c) Memberikan bimbingan yang sesuai dengan kebutuhan, perkembangan
dan bakat siswa yang bersangkutan.
d) Memperoleh bahan laporan tentang perkembangan siswa yang
diperlukan orang tua dan lembaga pendidikan.
e) Untuk memperbaiki mutu pelajaran/ cara belajar dan metode
mengajar.[37]
Dari tujuan-tujuan tersebut, maka pelaksanaan
evaluasi mempunyai manfaat yang sangat besar. Manfaat itu ditinjau dari
pelaksanaanya dan ketika akan memprogramkan serta melaksanakan Proses Belajar
Mengajar dimasa mendatang.[38]
Dari tujuan itu, juga dapat dipahami bahwa
pelaksanaan evaluasi diarahkan kepada evaluasi proses dan evaluasi produk.[39]
Evaluasi Proses,
adalah suatu evaluasi yang diarahkan untuk menilai bagaimana pelaksanaan Proses
Belajar Mengajar yang telah dilakukan mencapai tujuan, kendala apa saja yang
ditemui, dan bagaimana kerja-sama setiap komponen pengajaran yang telah
diprogramkan dalam satuan pelajaran. Sedangkan Evaluasi
Produk, adalah suatu evaluasi yang diarahkan kepada
bagaimana hasil belajar yang telah dilakukan oleh siswa, dan bagaimana
penguasaan siswa erhadap bahan/ materi pelajaran yang telah diberikan guru
ketika Proses Belajar Mengajar berlangsung.
Ketika evaluasi dapat memberikan manfaat bagi
guru dan siswa, maka evaluasi mempunyai fungsi sebagai berikut :
1. Untuk memberikan umpan-balik (feed-back)
kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki Proses Belajar
Mengajar, serta mengadakan perbaikan program bagi murid.
2. Untuk memberikan angka yang tepat tentang kemajuan atau hasil
belajar dari setiap murid, antara lain digunakan dalam rangka pemberian laporan
kemajuan belajar murid kepada orang tua, penentuan kenaikan kelas, serta penentuan
lulus-tidaknya seorang murid.
3. Untuk menentukan murid didalam situasi belajar-mengajar yang
tepat, sesuai dengan tingkat kemampuan dan karakteristik lainnya yang dimiliki
murid.
4. Untuk mengenal latar belakang (psikologis,
fisik, dan lingkungan) murid yang mengalami kesulitan
belajar, agar nantinya dapat dipergunakan
sebagai dasar dalam pemecahan kesulitan belajaryang timbul tersebut.[40]
4. Kelebihan dan Kekuarangan Pembelajaran Klasikal
Pembelajaran Klasikal merupakan kemampuan
guru yang utama. Hal itu disebabkan karena merupakan kegiatan mengajar yang
tergolong efisien. Secara ekonomis, pembiayaan kelas lebih murah. Karena,
jumlah siswa setiap kelas pada umumnya berkisar dari 10-45 siswa. Dengan jumlah
tersebut, seorang guru masih dapat membelajarkan siswa secara berhasil.
Pembelajaran kelas berarti melaksanakan dua kegiatan sekaligus, yaitu Manajemen
Kelas dan Manajemen Pembelajaran.
Manajemen Kelas adalah penciptaan kondisi
yang memungkinkan terselenggaranya kegiatan belajar dengan baik. Dalam
Manajemen Kelas dapat terjadi masalah yang bersumber dari kondisi tempat
belajar dan siswa yang terlibat dalam belajar.
Sedangkan Manajemen Pembelajaran bertujuan
untuk mencapai tujuan belajar. Peran guru dalam pembelajaran secara individual
dan kelompok kecil berlaku dalam pembelajaran secara klasikal. Tekanan utama
dalam pembelajaran adalah seluruh anggota kelas. Disamping penyusunan desain
instruksional yang dibuat, maka pembelajaran kelas dapat dilakukan dengan
tindakan sebagai berikut :
1. Penciptaan tertib belajar dikelas.
2. Penciptaan suasana senang dalam belajar.
3. Pemusatan perhatian pada bahan ajar.
4. Mengikut-sertakan siswa belajar aktif.
5. Pengorganisasian belajar sesuai dengan kondisi siswa.
Dalam pembelajaran kelas, guru dapat mengajar
seorang diri atau bertindak sebagai tim pembelajar. Bila guru menjadi tim
pembelajar, maka azas tim pembelajar harus dipatuhi. Sebagai tim pembelajar
perlu menyusun desain pembelajaran kelas dengan baik dan benar.[41]
Adapun bermacam-macam cara yang dapat
digunakan untuk mengatasi kesulitan dalam pembelajaran klasikal ini, antara
lain kita dapat membentuk kelompok-kelompok kecil siswa yang anggotanya telah
menguasai keterampilan prasyarat yang sama walaupun antara kelompok satu dengan
yang lain berbeda dalam penguasaan keterampilan prasyaratnya, sehingga dapat
memperkirakan bentuk pancingan ingatan dan bimbingan belajar yang dibutuhkan
secara tepat untuk masingmasing kelompok. Cara lain yang sering dipakai ialah
mengatur pengajaran, sehingga belajar awal dapat dilakukan oleh siswa secara
perseorangan. Bahan-bahan pengajaran yang berprograma bisa dipergunakan untuk
tujuan ini, biasanya siswa mengerjakan pengajaranmandiri (self-instruction)
dengan mempelajari buku-buku teks sebagai PR. Cara selanjutnya
adalah guru bertanya kepada anggota kelas (siswa)
yang memerlukan bimbingan belajar. Untuk melakukan prosedur ini, guru
menggunakan pengetahuannya tentang siswa secara perseorangan untuk
memperkirakan siapa diantara mereka yang mungkin memerlukan bantuan dan
memerlukan petunjuk dalam mengungkap kembali hasil belajar yang sebelumnya.[42]
Adapun dalam pembelajaran klasikal terdapat
Kebaikan dan Keburukannya yaitu:
a. Kebaikannya:
1) Efisiensi tenaga maupun waktu.
2) Tata tertib pada pengawasan anak-anak lebih mudah.
3) Anak-anak saling belajar satu sama lainnya.
4) Anak-anak membiasakan kerja-sama atau bersosialisasi.
5) Ada
persaingan yang sehat.
6) Membiasakan untuk memimpin dan dipimpin.
7) Mendidik jiwa yang demokratis.
8) Variasi bagi guru dan murid.
9) Ada
waktu istirahat bagi guru.
10) Dapat digalang persatuan anak-anak yang kelak tetap ada.
11) Semua anak sekaligus mengisi waktunya.
12) Ada
faktor-faktor tertentu yang harus dilakukan secara bersamasama, misalnya
menyanyi, olah-raga, dsb.
b. Keburukannya :
1) Setiap anak mempunyai perbedaan dalam : bakat, kepekaan sosial,
kecakapan, agama/ keyakinan, ekonomi, perhatian, cita-cita, kecerdasan, dll
sehingga tidak mungkin mendapatkan perlakuan yang sama.
2) Sukar untuk membagi perhatian bagi setiap anak didik.
3) Anak akan belajar juga kepada hal-hal yang kurang bahkan
tidak baik dari teman-temannya.
4) Yang cerdas akan terhambat oleh anak-anak yang kurang cerdas.
5) Yang pandai dapat menjadikan ia sombong/ besar kepala, sebaliknya
yang bodoh merasa terbelakang/ minder.
6) Adanya penyakit yang mudah menular, sehingga yang sakit harus
segera mengejar pelajaran yang telah ditinggalkan dalam waktu yang lama.
7) Bakat-bakat yang dimiliki individu sukar untuk berkembang.
8) Pertumbuhan tubuh/ badan yang tidak wajar, dsb.[43]
BAB III
P E N U T U P
A.
Kesimpulan
- Manajemen kelas merupakan upaya mengelola siswa di dalam kelas yang dilakukan untuk menciptakan dan mempertahankan suasana atau kondisi kelas yang menunjang program pengajaran dengan jalan menciptakan dan mempertahankan motivasi siswa untuk selalu ikut terlibat dan berperan serta dalam proses pendidikan di sekolah.
- Proses Belajar Mengajar merupakan inti dari proses pendidikan formal dengan guru sebagai pemeran utama. Guru sangat menentukan suasana belajar mengajar di dalam kelas. Guru yang kompeten akan lebih mampu dalam menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan efesien di dalam kelas, sehingga hasil belajar siswa berada pada tingkat yang optimal. Keberhasilan tersebut, dipengaruhi banyak faktor terutama terletak pada pengajar (guru) dan yang diajar (siswa), yang berkedudukan sebagai pelaku dan subyek dalam proses tersebut.
- Di antara faktor-faktor yang dapat mempengaruhi Proses Belajar Mengajar adalah antara lain: 1) Faktor raw input (yakni faktor murid itu sendiri), di mana tiap anak memiliki kondisi yang berbeda-beda dalam a) kondisi fisiologis, dan b) kondisi psikologis. 2) Faktor environmental input (yakni faktor lingkungan), baik itu lingkungan alami maupun lingkungan sosial, dan 3) Faktor instrumental input, yang di dalamnya antara lain terdiri dari a) kurikulum, b) program/ bahan pengajaran, c sarana dan fasilitas, dan d) guru (tenaga pengajar).
B.
Saran
- Bagi Kepala Sekolah; diharapkan dapat lebih memantau dan memonitor disiplin guru dan siswa dalam mengelola kelas agar proses belajar mengajar dapat berjalan dengan optimal. Di samping itu selalu dapat membina dan membimbing dalam upaya menciptakan suasana kelas yang baik, aman dan tertib.
- Bagi Guru; hendaknya Bapak/Ibu Guru dapat meningkatkan penerapan pendekatan manajemen kelas yang lebih efektif lagi dengan tetap memperhatikan situasi dan kondisi sekolah.
- Bagi siswa; meningkatkan kesadaran akan tugas utamanya sebagai pelajar yang selalu ta'at pada bimbingan dan arahan guru, karena siswa menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam mencapai keberhasilan proses belajar mengajar yang efektif dan efesien
DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi, Joko Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar (Bandung: Pustaka Setia,
2005).
Abu Ahmadi, Widodo Supriyono, Psikologi Belajar (Jakarta:
Rineka Cipta, 1991).
Ahmad D.
Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: PT.Al-Ma’arif,
1989).
Ali Imran dkk., Manajemen Pendidikan (Malang: Universitas
Negeri Malang, 2003).
Cece Wijaya, A. Tabrani Rusyan, Kemampuan Dasar
Guru dalam Proses Belajar Mengajar (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994).
Dimyati, Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta:
Rineka Cipta, 1999).
Hadari Nawawi, Organisasi Sekolah dan
Pengelolaan Kelas Sebagai Lembaga Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung,
1982).
Muhammad Ali, Guru
Dalam Proses Belajar Mengajar (Bandung: Sinar Baru, 1991).
Mujamil Qomar, Meniti
Jalan Pendidikan Islam (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar Offset, 2002).
Muljani A. Nurhadi, Administrasi Pendidikan di Sekolah
(Yogyakarta: IKIP Yogyakarta, 1983).
Ny. Roestiyah N.K., Didaktik Metodik (Jakarta:
Bina Aksara, 1986).
Pins A. Partanto, M. Dahlan al-Barry, Kamus
BesarIlmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 1994).
Punaji
Setyosari, Rancangan Pembelajaran Teori dan Praktek (Malang: Elang Mas, 2001),
Robert M.
Gagne, Prinsip-prinsip Belajar Untuk Pengajaran (Surabaya: Usaha
Nasional, 1988).
Roestiyah NK, Masalah-masalah Ilmu Keguruan (Jakarta:
Bina Aksara, 1989).
Slameto,
Belajar Dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya (Jakarta: Rineka Cipta, 1991).
Sudirman
N, dkk, Ilmu Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), hal. 31
Suharsimi Arikunto, Pengelolaan Kelas dan Siswa
Sebuah Pendekatan Evaluatif, (Jakarta: Rajawali Pers, 1992).
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dlam
Intreraksi Edukatif, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2000).
Undang-Undang RI
No. 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung:
Citra Umbara, 2003).
W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran (Jakarta:
Grasindo, 1991).
Wayan
Nurkancana, P.P.N. Sumartana, Evaluasi Pendidikan (Surabaya: Usaha
Nasional, 1986).
[1]
Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Bandung: Citra Umbara,
2003), hal. 7.
[2]
Suharsimi Arikunto, Pengelolaan Kelas dan Siswa Sebuah Pendekatan Evaluatif (Jakarta:
Rajawali Pers, 1992), hal. 67.
[3]
Ali Imran dkk., Manajemen Pendidikan (Malang: Universitas Negeri Malang, 2003),
hal. 45
[4]
Pins A. Partanto, M. Dahlan al-Barry, Kamus BesarIlmiah Populer (Surabaya:
Arkola, 1994), hal. 434
[5]
Suharsimi Arikunto, Pengelolaan Kelas …. Hal. 8
[6]
Suharsimi Arikunto, Pengelolaan Kelas …., hal 18
[7]
Hadari Nawawi, Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas Sebagai Lembaga
Pendidikan (Jakarta: Gunung Agung, 1982), hal. 116
[8]
Ali Imran dkk Manajemen Pendidikan… hal. 43
[9]
Hadari Nawawi, Organisasi Sekolah .... hal. 115
[10]
Cece Wijaya, A. Tabrani Rusyan, Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar
Mengajar (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), 113
[11]
Suharsimi Arikunto, Pengelolaan Kelas …. hal. 67
[12]
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dlam Intreraksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta,
2000), hal. 173.
[13] Sudirman N,
dkk, Ilmu Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), hal. 31
[14]
Cece Wijaya, A. Tabrani Rusyan, Kemampuan Dasar Guru…. Hal. 114.
[15]
Suharsimi Arikunto, 64-65
[16]
Sunaryo, hal. 64-65
2002), 298.
[18] Muljani A. Nurhadi, Administrasi Pendidikan di
Sekolah (Yogyakarta: IKIP Yogyakarta, 1983), 163-171.
[19] Sudirman dkk,
Op.Cit., 328.
[20]
Sudirman N, et.al., Op.Cit., 328-332.
2001), 4.
2005), 103.
[25] Slameto, Belajar Dan Faktor-faktor Yang
Mempengaruhinya (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hal. 75.
1989), 51.
[33] Sudirman N, et.al., Op.
Cit., 203.
[34] Pius A. Partanto, M.
Dahlan al-Barry, Op. Cit., 163.
[35] Wayan Nurkancana, P.P.N. Sumartana, Evaluasi
Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional, 1986), hal. 1.
[36] Roestiyah N.K.,Op. Cit., 85.
[40] Abu Ahmadi, Widodo
Supriyono, Op. Cit., 189.
[41] Dimyati, Mudjiono, Op.
Cit., 169.
[42] Robert M. Gagne, Prinsip-prinsip Belajar
Untuk Pengajaran (Surabaya: Usaha Nasional, 1988), hal 144.